TintaSiyasi.id -- Saat ini perdagangan bukan hanya tentang perabotan rumah, makanan dan minuman atau berupa barang. Namun, perdagangan saat ini sudah ada di tahap perdagangan manusia, yakni perdagangan bayi. Dua orang bidan menjadi tersangka pelaku atas laporan dari masyarakat bahwa adanya kegiatan penjualan bayi melalui sebuah rumah bersalin yang ada di Yogyakarta.
Di lansir dari Republika.co.id (14/12/2024) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta meringkus dua oknum bidan berinisial JE (44 tahun) dan DM (77). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pelaku jual-beli bayi melalui sebuah rumah bersalin di Kota Yogyakarta. Keduanya telah melakukan kegiatan tersebut sejak tahun 2010 hingga kini. Pelaku melakukan aksinya dengan modus menerima penyerahan dan perawatan bayi hingga akhirnya bayi yang dititipkan oleh orang tuanya kemudian di jual kepada orang yang ingin mengadopsi. Namun, anehnya orang tua bayi tersebut justru mengetahui bahwa bayinya akan di jual oleh pelaku tetapi tak ada respon dari orang tua bayi. Hal ini karena bayi yang di titipkan biasanya adalah hasil dari hubungan di luar nikah, hal inilah yang menyebabkan orang tua bayi abai terhadap hal tersebut karena tak ingin repot mengurus anaknya hasil perzinahannya.
Tumpulnya hati nurani menjadi sebab teganya orang tua bayi-bayi tersebut membiarkan bayinya di jual kepada orang lain. Juga tumpulnya hati nurani pelaku penjualan bayi. Tumpulnya hati nurani berarti minimnya akhlak orang-orang sekarang, minimnya akhlak seseorang menjadikan dirinya selalu berbuat hal-hal yang buruk. Seperti berbuat zina, mencuri, berjudi, hingga menjual bayi. Yang menjadi faktor minimnya akhlak seseorang adalah karena jauh dari agama. Agama menjadi peran penting dalam pembentukan akhlak dan kepribadian seseorang. Oleh karena itu, seseorang memerlukan agama dalam kehidupannya dan tak dapat dipisahkan dari agama.
Namun, sistem hari ini justru menjadikan masyarakatnya menjadi jauh dari agama, pasalnya sistem yang di terapkan hari ini adalah sistem sekulerisme yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Ketika berbicara soal agama maka hanya berlaku di dalam Masjid, ketika di luar Masjid agama tidak berlaku. Ketika ingin mempelajari agama maka masuk di pesantren ketika ingin pelajaran umum maka sekolah di sekolah negeri atau swasta, walaupun di sekolah negeri juga belajar agama namun sangat minim hanya stagnan pada pembahasan ibadah-ibadah wajib, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah wajib lainnya. Padahal agama tidak hanya membahas tentang ibadah wajib saja tetapi agama mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam Islam, segala aspek kehidupan disandarkan pada aturan agama, yakni aturan Sang Pencipta.
Dalam sistem Islam, berbuat zina adalah suatu kemaksiatan dan perbuatan yang di haramkan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Isra ayat 32:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَىٰ ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina (perbuatan cabul), karena zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Oleh karena itu, mengatasi minimnya akhlak seseorang adalah dengan mendekatkan diri dengan agama menjadikan aturan Sang Pencipta sebagai tolak ukur dalam berbuat, memperhatikan halal dan haram. Ketika seseorang menjadikan aturan agama sebagai tolak ukur dalam berbuat maka ketika ia ingin melakukan suatu kemaksiatan seperti berzina maka ia akan berpikir apakah ini halal atau haram untuk dilakukan? Selain itu sistem hukum di dalam Islam membuat para pelanggar aturan menjadi jera, seperti hukuman bagi pelaku zina yaitu di rajam maka tidak ada yang berani untuk berbuat zina, perbuatan buruk seperti perdagangan bayi tidak akan ada karena tak ada bayi yang lahir dari hubungan di luar nikah. []
Nurwindah Pratiwi
Tim Pena Ideologis Maros