TintaSiyasi.id -- LGBT hingga kini masih meresahkan masyarakat. Keberadaannya bak virus, menjamur secara cepat. Mereka nyaris tak terlihat nyata namun aktivitasnya dapat dirasakan. Sebelumnya, sosialisasi sering dilakukan hingga Peraturan Daerah (perda) dibentuk kembali, tidak lain untuk memberantas penyakit LGBT terutama di Minang.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Propinsi Sumatera Barat (Sumbar) sedang mengkaji rencana pembentukan Peraturan Daerah (perda) untuk memberantas penyakit masyarakat terutama lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Ranah Minang. Menurut Wakil Ketua DPRD sumbar Nanda Satria di Padang, saat ini terdapat daerah di propinsi sumbar yang sudah lebih dulu membuat perda pemberantasan LGBT. Oleh karena itu, DPRD menilai pemerintah propinsi juga perlu melakukan hal serupa. Langkah ini diharapkan bisa menjadi solusi untuk mengatasi penyakit masyarakat di daerah yang dikenal dengan filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah". (news.republika.co.id, 4-01-2025)
Sudah berapa perda LGBT yang dibentuk di Indonesia, akankah mampu hentikan aktivitas LGBT di tengah gempuran sekularisme?
LGBT Buah Sekularisme
LGBT berkontribusi besar dalam penyebaran HIV AIDS. Data menunjukkan hampir merata di beberapa wilayah di Padang. Menurut Kepala Dinas Kota Padang Srikurnia Yati, dari 308 kasus HIV di Padang, sebanyak 166 kasus (53,8 persen) berasal dari luar kota, sedangkan 142 kasus (46,2 persen) lainnya adalah warga Padang. Kecamatan Koto Tangah mencatat kasus terbanyak dengan 40 kasus, diikuti Kecamatan Lubuk Begalung dengan 22 kasus. Kecamatan Lubuk Kilangan memiliki kasus terendah dengan empat kasus. Lebih dari separuh pengidap HIV berada dalam rentang usia produktif, yakni 24-45 tahun. Perilaku lelaki seks lelaki (LSL) menjadi salah satu penyebab utama peningkatan angka HIV di Kota Padang. (regional.kompas.com, 4/01/2025)
Data di atas sungguh sangat mengejutkan. Itu baru data yang terdeteksi, yang tidak terdeteksi bisa lebih banyak lagi. Meskipun telah dilakukan sosialisasi bahaya penyakit menular HIV, namun dirasa tak cukup sehingga hingga perlu dibuat perda. Tentu saja dibentuknya perda merupakan keinginan yang sangat baik dan perlu didukung. Namun sebenarnya hal ini tidak akan efektif. Sebab, bila hanya sebatas perda dan sosialisasi namun akar masalahnya tidak tersentuh maka tidak akan memberi solusi. Apalagi perda yang dibuat hanya mampu bertahan beberapa waktu saja setelah itu tak ada upaya sungguh-sungguh untuk memberantasnya.
Di sisi lain, kala banyak perda syariah yang dibuat justru dipermasalahkan bahkan dihujat pihak-pihak yang benci dengan syariat Islam. Sampai-sampai ada yang dibatalkan pemerintah pusat sebab dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Perda syariah dihalang-halangi penerapannya dengan berbagai alasan yang tak masuk akal. Perda syariah seperti momok yang menakutkan bagi sebagian pihak bahkan dianggap kejam dan tidak manusiawi. Padahal syariah Islam akan menyelamatkan masyarakat dari kejahatan perilaku. Alhasil munculnya kasus HIV di Minang adalah konsekuensi akibat dari ditolaknya perda syariah.
Semua ini terjadi oleh karena negeri ini menerapkan aturan yang berasaskan Sekulerisme (paham yang memisahkan agama dari kehidupan). Agama tidak menjadi acuan bagi masalah individu, masyarakat dan bernegara. Sebaliknya aturan buatan manusia dijadikan sumber solusi. Agama hanya boleh mengatur ibadah spiritual saja. Misalnya urusan privat seperti menikah, talaq (cerai), kematian, dan pembagian waris. Sedangkan masalah interaksi sosial harus menggunakan aturan manusia yang bersumber dari demokrasi sekuler seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Akibatnya melahirkan suatu kebebasan. Bebas berbuat tanpa memperdulikan halal dan haram. Terdiri dari empat kebebasan yaitu kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan bertingkah laku dan kebebasan berkepemilikan.
Empat kebebasan tersebut buah dari sistem sekuler. Kebebasan bertingkah laku melahirkan HAM (Hak Asasi Manusia). Dengan HAM manusia bebas berbuat sesuai dengan keinginan (hawa nafsu) salah satunya dalam memenuhi kebutuhan seksual. Lahirlah LGBT yang terdiri dari orang dengan kelainan gender. Mereka butuh diakui gendernya. Mencari hukum dari Al-Qur'an dan Sunnah dengan memelintir ayat-ayat Al-Qur'an bahwa perbuatan mereka tidaklah haram. Mereka sedikit sekali pengetahuan agamanya sehingga mudah mencari alasan kebolehan. Memaksakan atas nama HAM agar mendapat angin segar dari pendukung HAM sehingga orang-orang akan merasa kasihan padanya.
Sejatinya HAM merupakan alat untuk berlindungnya para LGBT. Sungguh keberadaannya sangat berbahaya bagi kelangsungan generasi masa depan. Apalagi ditengah gempuran pemikiran Sekulerisme dan turunannya begitu cepat menyebar seperti media sosial yang mempertontonkan video tak pantas misalnya pornografi, sek bebas, hedonisme, narkoba, dan lain sebagainya. Semua itu berasal dari pemikiran asing yang merusak moral dan perilaku generasi. Maka apa yang bisa diharapkan dari sekularisme ini?
Berantas dengan Islam
Dibentuknya perda ataupun sosialisasi LGBT tak kan cukup berantas LGBT itu sendiri. Solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar persoalan. Sebab hanya melihat masalah pada permukaannya saja. Wajar LGBT masih terus eksis dan tidak kunjung jera. Solusi yang diberikan bersifat tambal sulam. Tak mampu hasilkan solusi tuntas. Apalagi di tengah gempuran sekularisme karena sekulerlah yang menjadi penyebab utama lahirnya LGBT. Selama sekularisme masih bercokol maka selama itu pula kemaksitan tak mampu diberantas. Maka, solusinya hanya pada Islam. Islam sangat mampu memberantas apapun bentuk kemaksiatannya dan apapun zamannya mulai dari sejak zaman Nabi Luth dengan kaum sodom hingga hari ini.
Islam memiliki aturan yang rinci mengatur interaksi sosial/pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Islam menuntun naluri seksualnya kepada siapa hendak disalurkan. Tentu aturan Islam harus bersumber dari Yang Maha Menciptakan manusia dan alam semesta ini yaitu Allah SWT. Allah SWT mengetahui betul apa yang dibutuhkan manusia. Karena Ia menurunkan syariat Islam berupa Al-Qur'an dan Sunnah untuk dapat dipahami. Aturan Islam tak memberi celah sedikit pun bagi pelaku kemaksiatan. Justru dicegah segini mungkin agar tidak muncul. Pun tak ada ruang untuk toleransi bagi pelaku kemaksiatan yang berlindung dibalik HAM. Islam akan menghapus HAM sebab tidak berasal dari Islam. Bahkan tak ada hubungannya sama sekali dengan HAM.
LGBT sangat berdampak buruk bagi generasi. Dapat memerusak pemikiran, moral dan tingkah laku serta budaya di masyarakat. Merusak jaringan otak dan merusak fitrah manusia. Sejatinya manusia hidup berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan bukan sebaliknya sesama jenis. Perilaku ini tidak sesuai dengan fitrah manusia. Karenanya wajar Allah SWT timpakan azab dan musibah pada negeri ini sebagai konsekuensi tidak berhukum pada syariat Islam. Untuk itulah negara sebagai ra'in (pengurus) rakyat harus menjadi pelindung dan penjaga umat agar tetap berada dalam koridor aturan Islam bukan menjauh darinya.
Terkait sanksi, maka Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan atas pelanggaran hukum syarak. Islam mengharamkan LGBT dan aktivitasnya. Maka suatu yang haram akan dijatuhi dengan sanksi yang berat. Uqubat Islam akan menimbulkan efek zawajir (sebagai pencegah) dan Zawabir sebagai penebus dosa pelaku.
Maka bentuk zawajir yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan 3 pilar yaitu ketaqwaan individu yaitu terbentuknya keimanan dan ketaqwaan dalam keluarga, kontrol masyarakat diperlukan agar senantiasa dalam lingkungan yang baik dan kondusif, melakukan amar makruf nahy munkar ketika melihat kemaksiatan termasuk mengontrol media sosial yang memuat konten LGBT, serta penerapan aturan oleh negara wajib memberlakukan aturan yang membentuk nilai ketakwaan dalam individu masyarakat. Mengedukasi dengan pembinaan secara kontinue termasuk mengawasi masuknya media asing yang merusak moral. Sanksi jera diberlakukan pada media yang memuat konten tak pantas. Dengan 3 pilar tersebut, akan sangat mudah memberantas LGBT.
Sedangkan efek Zawabir yaitu menjatuhkan sanksi uqubat yang menjerakan. Sanksi uqubat dijatuhkan pada pelaku yang telah aqil baligh. Maka pelaku sodomi akan dijatuhkan dari tempat yang tinggi hingga pelakunya meninggal. Hukuman ini akan dijalankan oleh Qadhi Madzalim dan sanksi diberikan disesuaikan dengan tingkat kemaksiatannya. Semua ini hanya bisa diterapkan dengan aturan Islam kaffah. Tanpa Islam kaffah mustahil LGBT dapat diberantas. Bukannya berkurang justru semakin bertambah. Saatnya negara ini menerapkan syariat Islam secara kaffah agar generasi terselamatkan dari bahaya pemikiran sekularisme dan turunannya.
Firman Allah dalam QS. Al Maidah ayat 50 yang artinya, "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki ? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Punky Purboyowati, S.S.
Pegiat Komunitas Pena