Tintasiyasi.id.com -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat saat ini tengah mengkaji pembentukan peraturan daerah (Perda) untuk memberantas penyakit sosial masyarakat yaitu lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Langkah ini diambil karena Dinas Kesehatan Kota Padang mencatat ada sebanyak 308 kasus baru HIV dan salah satu penyebab utamanya adalah perilaku lelaki seks lelaki (LSL).
Sebenarnya peningkatan jumlah pasien yang mengidap HIV karena perilaku seks menyimpang bukan hanya terjadi di Kota Padang, Kota Jakarta menjadi menyandang kota tertinggi dengan pengidap HIV di Indonesia pada tahun 2024 (cnnindonesia.com,03/12/2024).
Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran penyakit sosial yang menyimpang ini semakin luas di Indonesia dan pemerintah serta masyarakat harus menyadari hal ini dan bersama-sama memberantasnya serta menjaga keluarga dari penyakit sosial ini.
Oleh karena itu DPRD Kota Padang juga mendesak pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan edukasi terkait perilaku seks menyimpang dan penyakit menular yang ditimbulkannya melalui publikasi seperti baliho atau Videotron (Kompas.com,04/01/2025).
Tentu saja usaha pembentukan perda ini harus di apresiasi karena menunjukkan adanya ketegasan dari pemerintah setempat dalam menghilangkan penyakit sosial ini, dan seharusnya tidak hanya dilakukan oleh pihak pemerintah daerah saja tapi pemerintah pusat juga harus peduli dan serius dalam memberantas LGBT di negara ini dan tentu butuh dukungan dari masyarakat.
Namun, wacana terkait perda ini perlu ditelaah lebih lanjut keefektifannya, apakah perda ini bisa benar-benar memberantas LGBT? Mengingat LGBT adalah perilaku yang muncul dari konsep HAM yang menjamin dan melindungi kebebasan masyarakat walaupun perbuatan tersebut menyimpang dari fitrah manusia.
Selain itu bukan tidak mungkin perda ini nantinya akan dipermasalahkan oleh pihak-pihak tertentu karena dianggap melanggar hak asasi masyarakat. Bahkan pernah ada perda yang dibatalkan oleh pemerintah pusat karena dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.
Adanya kontradiksi seperti ini bukan hal yang mengejutkan dalam sistem sekuler yang membebaskan manusia untuk berbuat sesuai kehendaknya sendiri termasuk dalam menentukan orientasi seksualnya. Jadi wajar saja para pelaku LGBT tumbuh subur karena mereka berlindung dibalik nama kebebasan dalam melakukan dan membenarkan perilaku menyimpang mereka.
Maka Perda yang sedang dikaji inipun bisa jadi kalah dihadapan otoritas HAM atau jika memang berhasil diterapkan bisa jadi pemerintah akan sulit untuk memberikan hukuman tegas kepada pelaku LGBT sehingga tidak ada efek jera.
Padahal sudah jelas bahwa perilaku LGBT ini adalah perilaku menyimpang yang tidak bisa diterima oleh akal sehat dan seharusnya ditolak oleh seluruh lapisan masyarakat. Suburnya penyakit sosial ini menimbulkan efek domino pada kehidupan sosial, mulai dari rusaknya aqidah, hancurnya bangunan keluarga, semakin rapuhnya kesehatan mental, merebaknya penyakit menular berbahaya yang mana semua hal ini juga semakin menambah beban negara.
Tidak ada kebaikan yang muncul dari perilaku menyimpang ini selain kepuasan nafsu pelakunya sendiri. Apa lagi yang ditunggu untuk memberantas LGBT hingga ke akar?
Islam dengan jelas dan tegas mengecam perilaku tidak normal ini. Hukumnya pun jelas, haram dan termasuk perbuatan kriminal yang pelakunya harus dihukum dengan tegas (Muslimahnews.net,18/12/2022).
Dengan sistem yang kaffah dibawah kepemimpinan negara Khilafah, Islam tidak hanya memiliki langkah praktis untuk mengatasi problem ini melalui sistem sanksi, tapi juga memiliki tuntunan untuk mencegah munculnya penyimpangan orientasi seksual ini. Melalui sistem pendidikan, negara khilafah akan membuat kurikulum berbasis aqidah Islam yang tidak hanya mencerdaskan dari segi keilmuan tapi juga menguatkan ketaqwaan kepada Allah.
Hal ini yang akan menjadi perisai individu dalam menangkal pemikiran rusak. Sistem pergaulan juga akan mengatur hubungan laki-laki dan perempuan serta memberikan edukasi terkait orientasi seksual yang sesuai dengan syariat. Masyarakat juga akan berperan aktif dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar sehingga menjadi alarm sosial bagi lingkungan sosial.
Arus media sosial juga akan diatur oleh negara khilafah sehingga konten-konten merusak dan berbau seksual akan cepat ditangkal.
Dengan begitu, penerapan Islam yang menyeluruh dalam kehidupan akan mampu menghilangkan kemaksiatan ditengah kehidupan manusia dengan menutup rapat setiap celah yang dapat membuka peluang pelanggaran hukum syara’ serta menjadi benteng kokoh yang mencegah penyebaran pemikiran dan perilaku rusak. Wallahua’lam bi shshawwab.[]
Oleh: Phihaniar Insaniputri
(Aktivis Muslimah)