TintaSiyasi.id -- Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Ahmad Sastra menjelaskan bawah pemerintahan menurut Islam dibangun atas dasar ketakwaan, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.
"Pemerintahan yang bersih menurut Islam dibangun atas dasar ketakwaan, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas," tuturnya dalam pernyataan yang diterima TintaSiyasi.id, Rabu (1/1/2025).
Ia melanjutkan bahwa sistem Islam menawarkan prinsip dan kerangka kerja untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi karena adanya ketakwaan individu, pengawasan masyarakat dan kuatnya sistem negara dan sanksi. Dalam Islam, seorang pemimpin dipilih berdasarkan integritas, keadilan, dan kemampuannya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Allah.
Hal ini sejalan dengan firman Allah : Nabi mereka berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja kalian." Mereka menjawab, "Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas kami, padahal kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?" Nabi (mereka) berkata, "Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian dan menganugerahkan kelebihan ilmu dan fisik kepadanya. Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Baqarah: 247).
"Ayat ini mengajarkan bahwa pemilihan pemimpin adalah kehendak Allah berdasarkan kriteria-Nya, bukan semata-mata berdasarkan harta atau status sosial. Allah memilih Thalut karena ilmu dan fisiknya yang unggul, meskipun ia tidak kaya. Pemimpin dianggap sebagai pelayan rakyat, bukan penguasa yang memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi," terangnya.
"Dalam ayat di atas, pemimpin yang ideal bukan hanya kaya atau memiliki status tinggi, tetapi memiliki keutamaan ilmu, kekuatan, dan keadilan. Kepemimpinan adalah amanah yang diberikan oleh Allah kepada orang yang sesuai dengan kehendak-Nya, bukan berdasarkan keinginan manusia. Pentingnya keikhlasan dalam menerima keputusan Allah, meskipun itu tidak sesuai dengan keinginan atau ekspektasi kita," sambungnya.
Sehingga, sistem Islam menempatkan moralitas sebagai landasan utama, di mana pemimpin dan rakyat saling mendukung untuk menciptakan lingkungan yang adil, aman, dan sejahtera. "Implementasi nilai-nilai ini membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak serta penerapan hukum yang konsisten," ungkapnya.
Ia menjelaskan, bahwa sistem pemerintahan Islam juga sangat menekankan pada transparansi dan akuntabilitas. "Dalam sejarah Islam, khalifah seperti Umar bin Khattab secara terbuka melaporkan kekayaannya kepada masyarakat untuk mencegah kecurigaan atau tuduhan korupsi," terangnya.
Ia melanjutkan, dalam sistem Islam yang mewujudkan pemerintahan yang bersih kepemimpinan Islam akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Kesadaran bahwa setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah mendorong pemimpin untuk bertindak jujur dan adil. Ini salah satu yang menjadikan pemerintahan Islam bersih dari segala bentuk pelanggaran hukum.
Misalkan, hukum atau syariah Islam yang tegas dan adil menjamin keadilan dengan memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku korupsi, tanpa memandang status sosialnya. "Contohnya, Rasulullah menegaskan bahwa hukuman berlaku sama untuk semua, baik orang miskin maupun bangsawan," jelasnya.
Ia mengutip hadis Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya yang membinasakan umat-umat sebelum kalian adalah, ketika orang yang terhormat di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya. Namun, jika orang lemah mencuri, mereka menegakkan hukuman atasnya. Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti aku akan memotong tangannya." (HR. Bukhari, no. 3475; Muslim, no. 1688)
Sistem Islam melarang keras perilaku seperti suap (risywah) dan penyelewengan kekuasaan, sebagaimana firman Allah : "Dan janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan jalan yang batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui." (QS Al-Baqarah: 188). [] Alfia Purwanti