Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pembatalan Ijazah Mahasiswa, Buah Gagalnya Pendidikan

Rabu, 29 Januari 2025 | 21:28 WIB Last Updated 2025-01-29T14:28:14Z
TintaSiyasi.id -- Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi setiap individu, terkhusus bagi seorang Muslim. Oleh karena itu, menuntut ilmu secara formal, yaitu menempuh pendidikan wajib 12 tahun kemudian dilanjutkan dengan bangku perkuliahan, adalah suatu hal yang seharusnya dilakukan, apalagi di negara Indonesia saat ini.

Namun, kenyataannya hal itu tidak sejalan dengan realita yang ada saat ini. Dilansir dari tirto.id (16/01/2025), baru-baru ini Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung menjadi sorotan setelah melakukan pembatalan kelulusan dan penarikan ijazah terhadap 233 mahasiswa periode 2018—2023. Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) menyebut bahwa terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses kelulusan di Stikom Bandung yang mungkin saja benar-benar terjadi dan menyebabkan sekolah tinggi tersebut mengalami kejadian ini.

Beberapa kejanggalan ini, di antaranya, adalah perbedaan nilai akademik dan jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) dengan data di Pangkalan Data Dikti. Selain itu, ijazah mahasiswa periode 2018—2023 tidak mencantumkan Penomoran Ijazah Nasional (PIN) dan belum dilakukan uji plagiasi terhadap karya mahasiswa. Ketua Stikom Bandung, Dedy Djamaluddin Malik, pun angkat bicara terkait keputusan pembatalan kelulusan dan penarikan ijazah 233 mahasiswa periode 2018—2023. Menurutnya, langkah ini memang tepat, meskipun ia menyebut bahwa keputusan ini sulit dilakukan mengingat ada beberapa hal yang belum diterapkan selama ini di kampus tersebut, seperti uji plagiasi yang menjadi salah satu kelemahan dalam tata kelola akademik Stikom.

Buah Penerapan Sistem Pendidikan Sekuler

Kasus pembatalan kelulusan serta penarikan ijazah mahasiswa Stikom menambah panjang daftar buruknya sistem pendidikan di Indonesia. Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah serta siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan, yang pasti kasus seperti ini tidak akan terjadi jika sistem pendidikan yang diberlakukan adalah sistem pendidikan yang tepat. Faktanya, saat ini sistem pendidikan yang berlaku adalah sistem pendidikan sekuler yang merupakan bagian dari sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini.

Dalam sistem kapitalis, modal dan keuntungan menjadi prioritas tanpa memperhatikan asal-usulnya. Oleh karena itu, tidak heran jika sistem pendidikan saat ini rentan dijadikan bahan komoditas seperti barang yang diperjualbelikan atau dikapitalisasi demi meraih keuntungan. Semua aspek hanya dipandang melalui kacamata materi dan berorientasi pada keuntungan yang bersifat materi semata.

Baik dari segi individu, masyarakat, maupun negara, mereka hanya menjadikan sistem pendidikan saat ini sebagai batu loncatan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Negara, yang seharusnya menjadi pemegang peran utama dalam mewujudkan generasi emas dan gemilang, justru hanya berperan sebagai regulator yang mengatur berdasarkan kepentingan subjektif. Hal ini membuka peluang besar bagi terjadinya penyelewengan di semua unsur dan level, baik dari pihak negara sendiri, penyelenggara pendidikan, pelaku pendidikan, maupun objek pendidikan.

Sistem Pendidikan ala Islam

Berbeda dengan sistem sekuler, Islam menjadikan kehidupan berasaskan akidah Islam, yang berorientasi pada perolehan keridaan Allah dalam menjalankan kewajiban yang telah ditetapkan-Nya, termasuk dalam aspek penyelenggaraan sistem pendidikan. Dalam Islam, terdapat konsep pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak, sehingga semua urusan dan perbuatan harus selaras dengan aturan yang telah ditetapkan-Nya. Segala hal harus dilihat dari sumbernya, apakah berasal dari sesuatu yang halal atau haram.

Dengan sistem ini, pendidikan akan berorientasi pada aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, bukan pada keuntungan materi semata atau kepentingan individu tertentu. Pendidikan menjadi kewajiban yang harus dijalankan dengan mengharap rida Allah. Semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan akan taat pada aturan Allah, termasuk dalam menjaga kualitas dan kredibilitas institusi pendidikan.

Islam juga menempatkan negara sebagai pemegang peran utama dalam pendidikan. Pendidikan dalam Islam dianggap sebagai kebutuhan pokok yang wajib ditanggung oleh negara. Dengan demikian, seluruh rakyat akan mendapatkan akses pendidikan secara gratis tanpa kesulitan finansial karena negara memiliki sumber dana yang beragam dan melimpah. Negara juga akan menjamin serta mengawasi tidak hanya sistem pendidikan, tetapi juga aspek-aspek lainnya, seperti kesehatan, politik, ekonomi, dan sosial, agar semua berjalan sesuai dengan syariat dan peraturan Islam. Wallāhu a‘lam.


Oleh: Tasnim Alimah
Aktivis Muslimah


Opini

×
Berita Terbaru Update