Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mitigasi Negara Lemah, Rakyat Sering Tertimpa Musibah

Senin, 20 Januari 2025 | 20:55 WIB Last Updated 2025-01-20T13:55:22Z
TintaSiyasi.id -- Dilansir dari CNN.Indonesia (04/01/2025) – Dilaporkan satu orang meninggal dunia dan tiga warga mengalami luka-luka akibat bencana banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Banjir yang melanda Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia itu terjadi sejak Jumat(3/1) kemarin sekitar pukul 17.45 WIT tersebab hujan intensitas lebat. 

Beberapa daerah di pulau Jawa pun rupanya mengalami hal yang senasib dengan daerah Makassar tersebut. Di musim penghujan, bencana banjir menjadi langganan dan acara rutinan di setiap tahunnya. Banjir menjadi fenomena yang akrab bagi masyarakat Indonesia terlebih bagi yang bertempat tinggal di daerah kurang resapan air dan daerah kumuh. Tak hanya merusak fasilitas yang ada, seringkali kasus banjir ini memporak-porandakan rumah warga bahkan menelan korban jiwa.

Dengan banyaknya kasus banjir yang ada, upaya mitigasi bencana tidak cukup berasal dari individu yang rajin membuang sampah pada tempat nya, atau masyarakat yang rajin kerja bakti membersihkan lingkungan tiap minggunya. Apalagi sampai menormalisasi kejadian banjir yang terus berulang, jelas itu adalah hal yang salah. 

Selain kebersihan lingkungan yang menjadi faktor penyebab banjir, daerah resapan air juga patut untuk dipertanyakan. Pasalnya, bencana banjir ini juga akibat dari pembangunan ala Kapitalis hari ini yang memberi kebebasan para oligarki dan kapital (para pemilik modal) dalam mengalih fungsikan lahan serapan menjadi lahan bisnis. 

Tak jarang, pembangunan industri dan daerah kawasan bisnis tetap berjalan meski tidak memenuhi persyaratan bagi dampak lingkungan sekitar yang ada. Bahkan dalam program-program pembangunan negara, seringkali pemerintah abai dengan kualitas lingkungan. Sebut saja dalam pembangunan IKN di Kalimantan. Indonesia harus merelakan ribuan hektar kilometer hutan yang ada dan menggantinya dengan seonggok bangunan yang entah kapan selesainya dan warga yang kebanjiran.

Pernyataan presiden terkait deforestasi untuk pembukaan lahan sawit tidak membahayakan, realitanya dapat menjadi landasan dalil pembukaan lahan, meski para ahli sudah menyatakan bahwa deforestasi akan mengakibatkan berbagai masalah termasuk terjadi bencana banjir. 

Mengenai hal ini, semestinya pemerintah melakukan upaya yang lebih serius dalam upaya antisipasi dan mitigasi bencana banjir, juga bencana-bencana lainnya. Yang pada kenyataannya justru lebih mendukung dalam perusakan lingkungan. Regulasi yang diberikan pemerintah dalam menjaga kualitas lingkungan, utamanya tertuju pada para pebisnis, nyatanya juga terkalahkan dengan se-koper uang, sehingga tak heran banyak kawasan industri yang tetap beroperasi meski memberi getah pada masyarakat yang tinggal di daerah sekitar.

Kelemahan dalam mitigasi bencana yang membahayakan nyawa masyarakat, menjadi bukti bahwa negara tidak menjadi raa’in atau pengurus bagi rakyatnya. Ini adalah sebuah keniscayaan dalam sistem yang dianut oleh negara ini, yakni sistem Sekuler-Kapitalis, di mana negara hanya berperan sebagai regulator dan fasiliator yang melayani kepentingan para pemilik modal. Sehingga yang terjadi, segala daya upaya dilakukan asalkan memberi keuntungan dan mengharuskan menyengsarakan serta abai pada rakyat.

Lain halnya dengan sistem Islam. Sistem Islam merupakan sistem yang bersumber dari Allah untuk mengatur segala aspek kehidupan hingga ke unit terkecil sekalipun. Yang dari ini pelaksanaanya, meniscayakan kebahagiaan, kesejahteraan, dan keberkahan dari Allah SWT. 

Dalam sistem Islam, Islam memposisikan penguasa sebagai raa’in (pemelihara) dan junnah (pelindung)  bagi rakyatnya. Sehingga dalam praktiknya, penguasa akan benar-benar melayani rakyat dan mengurusnya, termasuk dalam menghadapi bencana. Di bawah kepemimpinan Islam, negara memiliki kewajiban untuk menghindarkan rakyatnya dari kemudharatan, sehingga negara akan melakukan serangkaian usaha yang meminimalisir terjadinya bencana maupun dampak terjadinya bencana. 

Negara akan melakukan perencanaan matang dalam membangun kota/desa dan berorientasi pada kemaslahatan seluruh rakyat. Negara mengharuskan adanya pemetaan wilayah sesuai potensi bencana berdasarkan letak geografisnya sehingga akan membangun tata ruang yang berbasis mitigasi bencana.

Untuk mendukung pembangunan berbasis mitigasi bencana, negara mengatur konservasi melalui undang-undang adanya larangan perusakan lingkungan, seperti halnya berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Negara juga akan memberi sanksi yang memberi efek jera bagi pelaku perusak lingkungan, dan melakukan praktik tersebut tanpa adanya unsur penipuan layaknya suap. 

Dengan begitu, kemudharatan yang terjadi akan terminimalisir berkat penerapan Islam yang sistemik. Dan satu-satunya jalan menuju kehidupan yang Islami hanyalah melalui institusi negara berbasis Islam, yakni Khilafah. Maka sudah seharusnya bagi kita semua untuk memperjuangkan hal tersebut. Wallahu a’lam bish showaab.


Oleh: Darisa Mahdiyah
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update