Tintasiyasi.id.com -- Kebijakan pemerintah untuk mengurangi angka stunting di Indonesia melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah dicanangkan sekitar kurang dari 2 pekan. Namun program MBG yang ambisius hingga hari ini masih menyisakan pertanyaan besar terhadap keseriusan pemerintah.
Salah satunya soal pendanaan. Adanya keterbatasan dana mengakibatkan banyak kendala menjalankan program ini secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulikifli Hasan (Zulhas) mengungkapkan bahwa anggaran program MBG sebesar 71 triliun hanya cukup hingga Juni 2025 itupun belum seluruh anak di Indonesia.
Untuk menjalankan program MBG penuh selama satu tahun dari Januari hingga Desember, diperlukan anggaran sebesar Rp 420 triliun. (https://liks.suara.com/read/23-01-2025).
Ambisi besar Program Presiden Prabowo ini digadang-gadang mampu menjadi solusi permasalahan gizi buruk yang melanda balita dan anak-anak. Program tersebut jika dilihat sepintas terkesan menjanjikan.
Namun fakta memperlihatkan bahwa ada ketidakberesan. Baik masalah dana, kualitas makanan, distribusi yang tidak merata, hingga masalah pencitraan politik. Jika MBG dianggap mampu menurunkan angka stunting, lalu sejauh mana keseriusan dan keefektifan pemerintah menjalankan program ini?
Dana Terbatas dan Sekadar Pencitraan
Polemik terkait pendanaan menjadi isu utama program MBG. Bagaimana tidak, pemerintah memperkirakan anggaran program MBG Rp 100 triliun namun kendala di beberapa daerah melaporkan keterbatasan dana, walaupun ada daerah yang bersedia mengalokasikan dana tambahan Rp 5 triliun untuk membantu program ini. Namun tetap serasa belum mencukupi.
Tak lama muncul usulan dana yang diambil dari zakat namun zakat ini memerlukan syarat dan aturan yang ketat. Belum reda polemik usulan tersebut, muncul usulan lain yang diambil dari dana koruptor. Alhasil ketidakjelasan anggaran ini membuktikan bahwa kinerja pemerintah justru memperlihatkan ketidaksiapan dalam membiayai program ini.
Media asing turut menyoroti perkembangan program ini. Sebagian besar mempertanyakan dana APBN yang dialokasikan untuk program ini menimbulkan dampak dalam jangka panjang. Bahkan berpotensi meningkatkan utang nasional. Apalagi Indonesia masih bergantung pada impor untuk beberapa bahan pokok seperti beras, gandum, kedelai, daging sapi, dan produk susu.
Media Singapura melaporkan bahwa kunjungan kenegaraan Presiden prabowo ke berbagai negara termasuk Amerika Serikat, Cina, dan Inggris, sebagian bertujuan untuk menggalang dukungan finansial bagi program MBG.
Presiden Prabowo berhasil memperoleh komitmen pendanaan sebesar 10 miliar dolar AS dari Presiden Cina, Xi Jinping, yang sebagian dialokasikan untuk program ini. Apalagi The Strait Times menyoroti operasional 190 yang dikelola pihak ketiga, termasuk pangkalan militer, yang bekerja sejak tengah malam menyiapkan dan mendistribusikan makanan. (https://www.tempo.co/ekonomi/21-01-2015).
Tak hanya masalah anggaran, masalah lain yang sangat memprihatinkan yaitu tentang kualitas makanan. Berbagai respon positif dan negatif bermunculan. Apalagi ketika terdapat kabar puluhan siswa keracunan akibat MBG semakin gegerkan warga sebab dinilai lalai terhadap proses kehigienisan makanan.
Berbagai wilayah melaporkan bahwa makanan yang disediakan tidak selalu memenuhi standar gizi. Bahkan beberapa makanan diduga membahayakan kesehatan karena kualitasnya buruk.
Walaupun pemerintah berjanji akan mengawasi secara ketat namun masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini menjadi bukti lemahnya pengawasan terhadap proses pengolahan makanan yang harusnya menjadi prioritas utama.
Adapun terkait distribusi yang tak merata masih terdapat anak yang belum menerima manfaat dari MBG. Kondisi ini menimbulkan kecemasan nasional dan kekecewaan sebab tidak semua mendapatkan jatah MBG.
Hal ini membuktikan bahwa program MBG yang ambisius terlihat hanya sebagai alat pencitraan politik. Program atasi stunting menunjukkan ketidakseriusan bahkan tidak tepat sasaran yaitu bukan pada anak-anak yang benar-benar mengalami stunting. Masalah dengan solusi yang diberikan tidak nyambung bahkan tak jarang menimbulkan kekacauan.
Dari sekian masalah yang terlihat oleh karena tidak becusnya pemerintah dalam menjalani kebijakannya. Sebaliknya lebih berorientasi pada popularitas bahkan terkadang berakhir ditengah jalan.
Ujung-ujungnya rakyat lagi yang menderita menjadi korban dari sistem. Membuktikan sistem ini tak mampu bertahan ditengah kondisi ekonomi negara yang tidak stabil terlebih tidak mandiri. Menunjukkan kegagalan sistem yang masih bergantung pada negara luar.
Semua ini akibat dari sistem Kapitalis Sekuler. Negara tidak berperan sungguh-sungguh dalam mengurusi rakyatnya. Negara dalam Kapitalis hanya berperan sebagai regulator yaitu menyerahkan urusan publik pada pihak swasta.
Hal ini menunjukkan negara tidak becus mengurus rakyatnya. Lebih dari itu kebijakan yang diambil tidak menyentuh akar persoalan. Stunting terjadi oleh karena masalah sistemik yaitu mulai dari masalah ekonomi, pendidikan, lingkungan, hingga kebijakan politik pangan negara.
Dengan demikian Program MBG tidak akan menguntungkan rakyat justru membebani rakyat. Berbagai program yang dicanangkan tidak lain hanya pencitraan. Nampak kebijakan ini tidak direncanakan secara matang dan serius.
Program ini seolah menjadi alat kampanye menarik suara rakyat. Lebih dari itu akan menguntungkan korporasi. Nampak program ini sebagai program populis. Melihat kondisi diatas, maka mustahil dapat turunkan angka stunting. Lalu apa yang bisa diharapkan dari pemimpin seperti ini ?
Aturan Islam Model Terbaik Atasi Stunting
Islam memiliki aturan yang komprehensif termasuk dalam mengurusi kebutuhan dasar rakyat. Dalam sejarah penerapan Islam sangat jarang ditemukan terdapat anak-anak yang kelaparan bahkan stunting. Sebab negara Islam (Khilafah) sangat menjamin kebutuhan gizi generasi dengan mekanisme sesuai syariat Islam.
Di mulai dari kebijakan politik negara terhadap masalah pangan yaitu mengutamakan makanan yang bermutu, sehat dan tidak berbahaya. Melalui para ahli di bidang gizi akan mampu tentukan standar gizi anak serta proses pengolahan dengan campuran bahan yang tidak membahayakan sehingga akan mampu mencegah mal nutrisi, gizi buruk, stunting, dan lain-lain.
Untuk itu negara wajib berperan sungguh-sungguh dalam mengurusi rakyatnya. Membangun kedaulatan pangan secara mandiri dibawah departemen kemaslahatan umum.
Tidak bergantung pada negara luar baik dalam hal biaya, bahan pangan, penjagaan kualitas pangan serta pengurusannya. Dengan teknologi politik pertanian yang berkualitas dan mumpuni mampu mewujudkan panganan yang berkualitas.
Rakyat tak kan kuatir dengan kekurangan pangan atau ketika lumbung dalam kondisi kosong sebab dipersiapkan dengan perencanaan yang matang.
Dalam hal ini Khilafah akan melibatkan para pakar baik kesehatan dan gizi dalam membuat kebijakan terkait pangan termasuk pemenuhan gizi anak dari balita hingga lansia.
Dengan ilmu pengetahuan berbasis syariat Islam akan mampu lakukan pencegahan stunting secara dini dan penyakit lainnya yang ditimbulkan akibat panganan yang tak terjaga kethayyibannya. Sehingga bukan hanya mengandalkan label halal.
Semua itu akan mampu diwujudkan negara yang berbasis Islam. Dalam hal pembiayaan, negara memiliki kebutuhan dana yang cukup besar bahkan lebih dari cukup sebab didapatkan dari sumber yang beragam seperti zakat, kharaj, fa'i, dan pengelolaan sumber daya alam.
Bukan dari sumber dana yang tak pasti. Apalagi untuk mewujudkan semua kebijakannya bukan hanya masalah kebutuhan pokok rakyat saja, sehingga membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Selain itu kebijakan negara dengan mengedukasi masyarakat terkait pentingnya makanan bergizi dan pola hidup sehat. Sehingga anak-anak tak hanya mendapat makanan bergizi saja namun lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya.
Negara lebih memprioritaskan kesejahteraan rakyat. Menciptakan lingkungan yang kondusif yang dilandasi dengan ketakwaan membangun generasi sehat, cerdas, dan berakhlak mulia.
Aturan Islam adalah model terbaik untuk zaman apapun dan dimanapun. Dengan penerapan aturan Islam yang kaffah akan dapat mewujudkan kesejahteraan di segala aspek kehidupan. Wallahua'lam bishshawwab.[]
Oleh: Punky Purboyowati, S.S
(Pegiat Komunitas Pena)