TintaSiyasi.id -- Ibnu Atha'illah As-Sakandari, seorang ulama sufi terkenal, memberikan nasihat yang mendalam dalam kitabnya Al-Hikam. Salah satu hikmah yang sangat relevan adalah:
"Menunda amal shalih dengan alasan menunggu kesempatan yang lebih luang adalah tanda kebodohan diri."
Nasihat ini memiliki makna mendalam terkait urgensi amal shalih dalam kehidupan seorang Muslim. Berikut adalah penjelasannya:
1. Pentingnya Tidak Menunda Amal Shalih
• Waktu adalah Amanah:
Allah telah memberikan waktu sebagai salah satu anugerah terbesar. Menunda amal shalih berarti menyia-nyiakan amanah waktu yang seharusnya diisi dengan kebaikan.
● “Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian.” (QS Al-Asr: 1-2).
Menunda amal dapat membawa seseorang pada penyesalan karena waktu yang telah berlalu tidak dapat dikembalikan.
● Ketidakpastian Masa Depan:
Menunda kebaikan dengan anggapan bahwa kesempatan akan selalu ada merupakan bentuk kesombongan dan kelalaian. Dalam realitasnya, tidak ada jaminan bahwa seseorang akan hidup hingga esok hari.
● “Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS Luqman: 34).
2. Menunda Amal: Tanda Kebodohan Diri
Ibnu Atha'illah menganggap sikap ini sebagai tanda kebodohan diri karena beberapa alasan:
● Mengabaikan Pentingnya Kesempatan: Orang yang menunda amal lupa bahwa kesempatan untuk beramal adalah karunia dari Allah yang mungkin tidak akan kembali.
● Menggantungkan Diri pada Ilusi: Menanti "waktu yang lebih baik" adalah ilusi yang membuat seseorang terus berada dalam kelalaian.
● Menunda Perubahan: Amal shalih bukan hanya tindakan fisik, tetapi juga bagian dari proses perubahan diri. Menundanya berarti menunda kebaikan yang bisa mengubah hati dan kehidupan seseorang.
3. Amal Shalih Tidak Memerlukan Kesempurnaan Waktu
● Kesempatan Ada dalam Setiap Keadaan:
Amal shalih tidak selalu membutuhkan situasi ideal. Bahkan dalam keterbatasan, amal kecil bisa menjadi besar di sisi Allah.
● Rasulullah Saw. bersabda:
“Janganlah engkau meremehkan sedikit pun dari kebaikan...” (HR. Muslim).
Sebuah senyuman, sedekah kecil atau kata-kata baik adalah amal yang tidak memerlukan kondisi khusus.
● Keikhlasan Lebih Utama:
Amal shalih yang dilakukan sekarang dengan keikhlasan lebih bernilai daripada menunggu waktu yang belum tentu tiba.
● “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim).
4. Inspirasi dari Hikmah Ibnu Atha'illah
● Tindakan Adalah Wujud Syukur:
Menunda amal adalah bentuk kelalaian dalam bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan, seperti kesehatan, waktu luang, dan kemampuan.
● “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi...” (QS Ali Imran: 133).
● Kesempatan Adalah Ujian:
Allah memberikan kesempatan untuk beramal sebagai ujian, apakah manusia memanfaatkan nikmat waktu untuk kebaikan atau menyia-nyiakannya.
● “Kemudian kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu peroleh di dunia).” (QS At-Takatsur: 8).
5. Penutup
Nasihat Ibnu Atha'illah dalam Al-Hikam ini mengingatkan kita untuk tidak menunda-nunda amal shalih, karena waktu adalah anugerah yang tak tergantikan. Setiap detik yang berlalu adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu, tanamkan dalam diri sikap "fastabiqul khairat" (berlomba-lomba dalam kebaikan) dan jangan terjebak dalam ilusi bahwa waktu yang lebih baik akan datang di masa depan. Amal kecil yang dilakukan saat ini lebih berharga daripada rencana besar yang terus tertunda.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual
Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo