TintaSiyasi.id -- Baru-baru ini Pemerintah Daerah (Pemda) melalui Badan Pengeloaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) menjalin kerjasama dengan Kejaksaan Negeri Kebumen dalam hal rangka “penyelamatan uang negara” yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kerjasama ini berhasil “menyelamatkan uang negara” sebesar Rp767,7 juta kepada Pemda Kebumen yang kemudian dikembalikan melalui kas daerah.
Dalam rangka memudahkan proses penarikan pajak ini Kejaksaan Negeri Kebumen juga dilakukan dengan pemberian bantuan hukum tim jaksa Pengacara Negara (JPN) agar lebih mudah dalam penarikan pajak terhadap masyarakat hal ini tampak seperti pemalakan atas rakyat berkedok menyelamatkan uang negara. (seputarkebumen.com, 18-12-2024)
Di sisi lain kondisi masyarakat Kebumen masih memerlukan perhatian khusus pasalnya Kebumen sendiri masih menjadi daerah termiskin se-Jawa Tengah yang tentu saja ini menunjukan gambaran bahwa perekonomian masyarakat di Kebumen masih menjadi PR yang perlu dituntaskan agar bisa mencapai pada titik sejahtera. Minimnya daya beli masyarakat, minimnya lapangan pekerjaan yang berdampak pada tingginya angka pengangguran, belum lagi minimnya layanan fasilitas publik yang diberikan.
Fakta tersebut seharusnya menjadikan pemerintah fokus pada penyejahteraan rakyat, sekalipun pemerintah mengklaim bahwasaannya pendapatan pajak tersebut digunakan untuk kemaslahatan rakyat ataupun kemajuan pembangunan pada kenyataanya masih banyak oknum dan rezim korup yang pada akhirnya menjadikan rakyat sebagai tumbal kesengsaraan.
Tentu saja ini adalah keniscayaan dalam sistem kapitalisme sebab penarikan pajak terhadap masyarakat diklaim salah satu cara agar mendukung agar mengurangi ketergantungan negara terhadap utang. Namun faktanya penarikan pajak semakin mencekik tapi belum tentu mengurangi utang negara. Ini adalah wajar sebab dalam sistem ekonomi kapitalisme, pajak merupakan sumber pendapatan utama negara.
Dalam sistem kapitalisme negara menyerahkan kekayaan SDA pada swasta baik asing maupun aseng sedangkan untuk memenuhi kebutuhan negara pemerintah menggenjot pemasukan melalui pajak. Hal ini berdampak pada kehidupan masyarakat yang makin mencekik sebab hampir seluruh aspek kehidupan dipajaki belum lagi kabar naiknya PPn 12% yang siap diberlakukan tahun 2025 nanti.
Miris, penerapan pajak dalam sistem kapitalisme sangat menyengsarakan rakyat. Ini semakin menunjukkan bahwa penguasa dalam sistem kapitalisme hanyalah sebagai regulator yang hanya berfokus kepada para pemilik modal dan memalak rakyat melalui pajak.
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yg mewajibkan negara menjadi ra’in mengurus rakyat dengan penuh tanggung jawab. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah Saw., “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. Bukhari).
Sistem pemerintahan Islam yakni khilafah menjalankan sistem ekonomi islam untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat mulai dari papan, sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi warga negara.
Islam juga menetapkan berbagai sumber pemasukan negara/APBD seperti fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan zakat yang dikelola oleh Baitul Mal sesuai dengan pos-pos kebutuhan rakyat. Islam juga tidak menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama bahkan pajak dalam islam hanya diambil saat kondisi tertentu saja saat kas negara kosong dan negara harus tetap memenuhi kewajibannya terhadap pemenuhan hak-hak dan kebutuhan rakyat. Selain itu, penarikan pajak dalam islam hanya dipungut dari laki-laki muslim yang kaya saja.
Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak boleh ada bahaya (dharar) dan saling membahayakan.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
Wallahu a'lam. []
Oleh: Lulita Rima Fatimah, A.Md.Kom.
(Aktivis Muslimah)