Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kiai Labib Mengajak Umat Kembali Berhukum dengan Al-Qur'an

Selasa, 28 Januari 2025 | 13:38 WIB Last Updated 2025-01-28T06:46:12Z

TintaSiyasi.id-- Ulama Aswaja K.H Rokhmat S. Labib menjelaskan, umat Islam sudah selayaknya menjadikan Al-Qur'an dan sunah sebagai sumber hukum. "Kalau dilihat dalam kehidupan hari ini, Al-Qur'an itu tidak ada yang diterapkan dalam bentuk aturan maupun undang-undang. Oleh karena itu, sebenarnya sudahlah kembalikan saja kepada firman Allah yang asli di Al-Qur'an. Kembalikan kepada sabda Rasulullah, dalam sunah Nabi yang dijelaskan dalam kitab fikih, tafsir, sarah hadis itu mestinya," ujarnya dalam Isra Mikraj Forum: Indonesia Berkah dengan Islam Kaffah di YouTube One Ummah TV, Senin (27-1-2025).

Di dalam Al-Qur'an, jelasnya, hukum pembunuh itu adalah dikisas atau dibunuh. "Firman Allah yang asli menurut Al-Qur'an orang membunuh itu hukumannya kisas. Berarti, jika ada yang membunuh hanya dipenjada, apakah yang dimaksudkan hukum ini sesuai dengan kehendak Allah Swt.? Artinya kalau kita konsisten, undang-undang resmi yang diterapkan hari ini bukan dari Allah ta'ala," imbuhnya. 

Ia menyesalkan, ribuan undang-undang dan aturan di negeri ini, tidak ada yang berlandaskan Al-Qur'an dan sunah. Sebagaimana yang ada di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Perdata (KUHP) tidak ada konfirmasinya kepada Allah Swt. "Misalnya begini, kalau betul undang-undang itu dari Allah Swt., seharusnya begini, menimbang firman Allah Swt Surah apa dan ayat ke berapa, mengingat sabda Rasulullah saw. riwayat apa, memutuskan begini atau begitu," jelasnya. 

Ia kecewa, bahkan undang-undang yang sekarang tidak ada yang berlandaskan dari firman Allah Swt. "Jangankan memutuskan karena firman Allah, baru mengingat dan menimbang saja sudah tidak mengikuti firman Allah Swt. Enggak ada buktinya undang-undang diputuskan berdasarkan Al-Qur'an," tegasnya.

Ia mempertanyakan, sebenarnya yang dijadikan sumber hukum dalam membuat aturan di negeri ini apa? "Mengapa studi banding keluar negeri sebelum memutuskan undang-undang? Mengapa aturan bisa diubah dan direvisi sesuka hati penguasa? Dulu presiden dipilih MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), sekarang dipilih langsung. Lalu, satu periode 5 tahun, boleh menjabat 2 periode, sebenarnya ini siapa yang dijadikan patokan? Gonta-ganti begini acuan benar dan salahnya apa?" retorisnya. 

Ia menjelaskan, klaim undang-undang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, ternyata tidak ada faktanya. Menurutnya, aturan dan undang-undang dibuat oleh pejabat tidak berdasarkan aturan Tuhan Allah Swt. "Ternyata cuma klaim saja berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi undang-undang yang ada, sama sekali enggak bersumber dari Allah Swt.," paparnya. 

Perintah Allah

K.H Rokhmat S. Labib menjelaskan, memperjuangkan khilafah adalah perintah Allah dan tidak boleh dilarang. "Memperjuangkan kembalinya khilafah, perintah Allah, sekarang kita memperjuangkan itu, seharusnya tidak boleh dilarang," ujarnya. 

Ia mempertanyakan, anggapan sebagian orang yang memberikan tudingan kepada pejuang khilafah sebagai anti-Pancasila. Ia pun bertanya, jika sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, dan tuhannya adalah Allah Swt, mengapa harus membenturkan khilafah ajaran Islam dengan Pancasila? "Jika sekarang dibenturkan antara Ketuhanan Yang Maha Esa dengan ajaran Islam, khilafah, sebenarnya Tuhan yang mana yang dimaksud, yang mempertentangkan khilafah, Tuhan yang mana yang anti-khilafah? Lha wong khilafah ajaran Islam," tanyanya retoris. 

Ia heran, Al-Qur'an dan sunah yang dibawa Rasulallah saw. sudah ada sejak dulu sebelum Indonesia berdiri dan menjadi pedoman kehidupan umat manusia. "Lebih dulu mana antara Al-Qur'an dan negeri ini? Lebih dulu mana antara Nabi Muhammad saw. dengan para penggagas negeri ini? Aneh jika menolak Al-Qur'an," katanya. 

Seandainya, lanjutnya, yang dimaksud Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah Allah, semestinya setuju dan menerapkan sistem pemerintahan khilafah. Seandainya khilafah belum tegak, memperjuangkan kembalinya khilafah tidak mendapatkan penolakan dan tidak dicap macam-macam, pungkasnya. [] Munamah


Opini

×
Berita Terbaru Update