Tintasiyasi.ID -- Fakta saat ini umat Islam tidak lagi menjadi pemimpin, dibenarkan oleh Ulama Aswaja K.H. Rokhmat S. Labib dengan menyebut yang tadinya menjadi fa’il (subjek) berubah nasibnya menjadi maf’ul (objek).
“Jika kita lihat umat Islam yang
sebelumnya jadi pemimpin, sekarang tidak lagi menjadi pemimpin. Yang tadinya
menjadi fa’il (subjek) berubah nasibnya menjadi maf’ul (objek),”
sesalnya yang disampaikan dalam Isra Mi’raj Forum bertajuk Indonesia
Berkah dengan Islam Kaffah, Senin (27/01/2025).
Kiai Labib mengatakan, sejarah
pada bulan Rajab juga merupakan sejarah “kelam” bagi kaum Muslim. “Pada tanggal
28 Rajab 1342 Hijriah atau 3 Maret 1924, Khilafah Islam yang didirikan oleh
Rasulullah saw. justru runtuh pada bulan Rajab. Khilafah Utsmaniah runtuh oleh
Mustafa Kemal Ataturk,” tuturnya dengan suara berat.
“Kita saksikan sekarang,
kepemimpinan khilafah tidak ada. Umat Islam betul-betul menjadi objek, karena
kepemimpinan diambil alih secara faktual. Oleh siapa? Al-Yahudu Wannashara,”
ungkapnya.
Ia menyebutkan, al-Yahudu Wannashara
seperti disebutkan dalam hadis Nabi saw. ketika menjelaskan tentang surat
al-Fatihah.
“Siapa al-maghdhu bi’alayhim?
Beliau menjawab al-Yahudu. Siapa adh-Dhalin? Mereka adalah an-Nashara.
Bayangkan, al-maghdhu bi’alayhim dan orang-orang dhaalin yang
justru menjadi pemimpin dunia,” sebutnya.
Lanjut dikatakan, ketika mereka
memimpin sudah bisa dipastikan kerusakanlah yang terjadi saat ini. “Seperti
kerusakan di semua segi. Ada kerusakan akidah, politik, ekonomi, pendidikan,
sosial, dan segala macamnya. Tak terhitung jumlahnya,” bongkarnya.
“Sementara umat Islam menjadi
objek, karena tidak ada yang jadi pemimpin. Bukan jadi tongkat kepemimpinan.
Seperti sekarang, jangankan mengatur orang lain, mengatur kaum Muslim saja
kesulitan,” ulasnya.
Jihad
Kiai Kembali mengatakan, “Jangankan
melakukan apa yang disebutkan sebagai jihad dalam rangka nasyrul mabda
(menyebarkan mabda), dalam kitab Fathul Mu'in disebutkan al-jihadu
fardhu kifayatin. Jihad ini harus dilakukan, meski hanya sekali. Apabila
orang kafir di negeri mereka, maka umat Islam diperintahkan meluaskan
wilayahnya agar mereka menjadi bagian wilayah Islam. Jangankan melakukan yang
fardu kifayah tadi, fardhu ain tidak mampu.”
“Berikutnya kalimat dalam kitab
tersebut disebutkan berubah menjadi fardu ain jika mereka masuk menyerang
negeri kaum Muslim. Hukumnya berubah, bukan lagi fardu kifayah tetapi menjadi
kifayah fardhu ain,” imbuhnya.
“Apa yang terjadi sekarang ketika
khilafah tidak ada? Palestina dicaplok, tempat Baitulmaqdis yang dulu
Rasulullah saw. Isra, tempat yang dahulu Rasulullah saw. menjadi imam bagi
nabi-nabi sebelumnya, direbut dan dirampas oleh mereka. Sementara kaum Muslim
diusir, dibunuh, dibantai, bahkan dilakukan genosida,” geramnya.
Mestinya, lanjutnya, ketika
mereka jangankan menguasai, merampas, mendirikan negara, baru masuk saja sudah
berubah menjadi fardu ain, harus dilakukan. “Tetapi sekarang tidak mampu, sudah
berpuluh-puluh tahun,” ucapnya.
Tanpa Khilafah
“Karena tidak ada khilafah, tidak
ada yang peduli dengan urusan ini (jihad). Kita saksikan negara-negara Timur
Tengah yang mereka juga punya pasukan, tentara, rudal, tetapi tidak ada satu
pun yang dibuat untuk membela saudara-saudara mereka yang ada di Palestina.
Yang terjadi justru bersekutu dengan negara penjajah itu,” ungkapnya.
Ia mengatakan, Saudi, tak ada
meski satu peluru untuk menyerang kaum Zionis yang jelas-jelas menumpahkan
darah kaum Muslim. “Baru setahun 60 ribu lebih korban jiwa, bangunan sudah rata
dengan tanah, mereka sudah minta tolong, ‘Aynal Muslimun?’ Di mana kaum Muslim.
Mereka sudah kehilangan suara pada siapa mereka harus mengadu,” sebutnya.
“Bagi kaum Muslim tidak ada
pilihan lain kecuali menjalankan perintah Allah Swt. untuk menegakkan
kepemimpinan itu, dan kepemimpinan itu tak lain adalah khilafah. Karena
dengan khilafah itu sesungguhnya seluruh Islam bisa dijalankan,” serunya menutup
penjelasan.[] Rere