TintaSiyasi.id-- Ulama Aswaja K.H. Rokhmat S. Labib menegaskan bahwa tidak akan mungkin hukum Allah SWT bisa diterapkan jika tanpa khilafah.
"Kenapa harus khilafah? Tadi sudah dijelaskan, enggak akan mungkin hukum Allah Swt. diterapkan tanpa khilafah," ujarnya dalam Isra Mikraj Forum di YouTube One Ummah TV, Senin (27-1-2025).
Ia juga menegaskan, hukum Allah itu wajib diterapkan dan hal ini harus diimani. Hanya saja, hukum Allah tidak akan mungkin bisa diterapkan tanpa khilafah karena menurutnya, pangkal dari sebuah sistem pemerintahan atau hal yang paling mendasar dari sebuah sistem negara yang menjadi penerap hukum itu adalah assiyadah (kedaulatan).
"Jenis kelamin negara itu ditentukan oleh assiyadah. Siapa pemilik assiyadah? Kalau dalam sistem kerajaan, assiyadatu lil malik, kedaulatan di tangan raja. Pasal pertama, raja pasti benar. Pasal kedua, jika ada keragu-raguan, ikuti pasal pertama," terangnya.
Sementara dalam demokrasi, lanjutnya, pemilik kedaulatan itu adalah rakyat, berbeda dengan khilafah yang kedaulatannya ada di tangan syarak sehingga syariat Islam wajib diterapkan.
"Dalam demokrasi, assiyadatu lisysyakbi (kedaulatan di tangan rakyat). Rakyat pasti benar. Jika ragu, tanyakan pada rakyat. Maka, demokrasi itu jenis kelaminnya adalah assiyadahtu lisysyakbi. Kalau kita kembali kepada Islam, assiyadahtu lisysyar'i, kedaulatan itu ada di tangan syarak. Kedaulatan ini, Islam wajib diterapkan. Nah, ini membuktikan, Islam itu asysyiyadatu lisyar'i bukan lisyakbi atau lil malik atau lainnya," imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengutip Al-Qur'an surah an Nisa:59 Allah SWT berfirman,
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَطِيۡـعُوا اللّٰهَ وَاَطِيۡـعُوا الرَّسُوۡلَ وَاُولِى الۡاَمۡرِ مِنۡكُمۡۚ
Yaaa aiyuhal laziina aamanuuu atii'ul laaha wa atii'ur Rasuula wa ulil amri minkum
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu."
"Taatlah kepada Allah, taatlah kepada rasul, dan Ulil Amri minkum. Dari kalian. Berarti kalau kita pahami, Ulil Amri ini termasuk apa? Minal mukminin. Dan itu artinya, dia termasuk orang yang diseru untuk atiullaha wa atau rasula. Berarti, Ulil Amri ini tidak boleh membuat hukum sendiri. Dia harus taat kepada Allah SWT," jelasnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, ketaatan Ulil Amri dalam hal ini adalah sebagai penerap hukum (munaffidz). "Kalau Allah menyebut atiullaha, Allah itu musyarri' (pembuat hukum). Wa atiu rasul, rasul itu adalah muballigh (penyampai). Sementara Ulil Amri, itu adalah munaffidz, maka justru melaksanakan hukum Allah dan rasul-Nya," tegasnya.
Kemudian, kalimat berikutnya dalam ayat tersebut fain tanaza'tum fi syaiin farodduhu ilallahi warasulih, menurutnya, bermakna solusinya mesti kembali merujuk kepada hukum Allah.
"Maknanya, jika terjadi perselisihan antara rakyat dan penguasa, bukan dikembalikan kepada penguasa. Kalau itu terjadi, itu berarti sistem kerajaan. Juga bukan dikembalikan kepada syakbin, rakyat. Kalau itu terjadi, berarti itu sistem demokrasi. Tapi ilallahi rasul wa kitabis sunnah, itu menunjukkan bahwa assiyadatu li syar’i," ujarnya.
Karena itu persoalan khilafah ini menurutnya juga perkara keimanan. "Nah, kalau kita lihat, ini perkara yang terpancar dari keimanan. Oleh karena itu maka tidak mungkin ia punya perkataan lain yang berbeda dari Allah SWT perintahkan tadi, kecuali sami’na wa atho’na," pungkasnya.[] Saptaningtyas