Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kepemimpinan Islam Tidak Bisa Dipasangkan dengan Sistem Demokrasi

Jumat, 17 Januari 2025 | 09:53 WIB Last Updated 2025-01-17T02:53:14Z

TintaSiyasi.id—Pemerhati Keluarga, Ibu dan Generasi, Ustazah Deasy Rosnawati, S.T.P., menyatakan kepemimpinan Islam tidak bisa dipasangkan dengan sistem demokrasi.

“Kepemimpinan Islam itu tidak berdiri sendiri tapi pemimpin dengan kapabilitas demikian tidak bisa dipasangkan dengan sistem demokrasi. Pasangannya adalah sistem Islam-sistem khilafah, ” ujarnya dalam Fanpage Mutiara Muslimah Cinta Islam Lampung: Peranan dan Fungsi Ibu Berjalan Dalam Kepemimpinan Islam, Sabtu (12-12-2024).

Menurutnya, di dalam kepemimpinan demokrasi terdapat apa yang dinamakan politik populisme, yakni penguasanya menjual janji-janji pada rakyat agar mendapat legitimasi untuk berkuasa.

“Mereka melakukan itu supaya namanya, dirinya, popular di tengah rakyat kebanyakan dan kemudian bisa medapat suara yang banyak dan dari situ mendapat legitimasi untuk mereka berkuasa. Inilah politik populisme," ucapnya.  

Politik populisme, katanya, adalah sebuah metode untuk penguasa mendapat dukungan dari rakyat dan menghasilkan dua dampak utama:

Pertama, rakyat mendapat pemimpin yang tidak kapabel. “Dampak dari politik populisme adalah adanya peluang yang besar bagi rakyat untuk mendapat pemimpin yang tidak kapabel dalam memimpin. Namun dibuat-buat seakan dia kapabel,” lanjutnya. Hal ini, katanya, terjadi ketika pencitraan dari penguasa disampaikan melalui media secara berterusan. Dana yang banyak pula dikeluarkan oleh pihak yang berkepentingan.

Kedua, lahirnya pemimpin populis otoritarianis. “Ketika mereka merasa mendapat dukungan rakyat dan suaranya banyak, maka ada legitimasi bahawa dia boleh bersikap, berkebijakan semahunya sehingga kita mengenal pemimpin seperti ini dengan nama penguasa populis otoritarianis," jelasnya.

Keperibadian Khas

Ustazah Deasy, sapaannya, menjelaskan, seorang pemimpin Islam mempunyai keperibadian yang khas. "Pola pikirnya tergambar bagaimana mengatur urusan rakyat. Dia tahu apa yang diterapkan oleh seorang pemimpin dan dikepalanya tergambar bagaimana mengurus rakyat, bukan sekadar dia soleh peribadi," ucapnya.  

Lanjutnya, sikap seorang penguasa adalah lemah lembut tetapi tegas. “Nafsiahnya adalah nafsiah al hakim iaitu dia lemah lembut kepada rakyat namun penuh ketegasan dalam menerapkan hukuman dan mahu mendengar saran dan kritik dari rakyat, ” tuturnya.

Ustazah menyimpulkan, "Kita harus mengkaji kepemimpinan Islam dan memahami bedanya dengan kepemimpinan sekarang dan menjadi orang-orang yang merindui kepemimpinan Islam."

“Sesungguhnya kepemimpinan Islam yang disandingkan dengan sistem Islam yang mensejahterakan, ditambah dengan profilnya yang luar biasa menjadi sebab kerinduan kita pada pemerintahan Islam itu lebih lagi hingga menjadi keinginan yang kuat untuk lebih belajar Islam, membina diri dengan Islam kafah dan mendakwahkannya kepada yang lain," pungkasnya. [] Rahmah

Opini

×
Berita Terbaru Update