Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kenaikan PPN Membuat Hidup Rakyat Makin Sulit, Islam Solusi Hakiki)

Minggu, 05 Januari 2025 | 06:51 WIB Last Updated 2025-01-04T23:51:50Z

TintaSiyasi.id -- Wacana akhir tahun tentang kenaikan PPN akhirnya diputuskan hanya diberlakukan untuk barang mewah setelah banyak rakyat yang menolaknya. Namun, kenaikan PPN ini sdh menjadi solusi praktis bagi sistem kapitalis ketika anggaran pendapatan negara diperkirakan defisit. Jadi tidak serta merta keputusan ini melegakan hati rakyat, pasalnya tidak dipungkiri wacana ini akan terus ada ke depannya.

Ini selaras dengan yg disampaikan, Airlangga bahwa kenaikan tarif PPN sebesar 1% dari 11 menjadi 12% tersebut dinilai akan dapat meningkatkan pendapatan negara. Sehingga, dapat mendukung program prioritas pemerintah Prabowo pada bidang pangan dan energi. Airlangga mengaku mengapa presiden Prabowo Subianto menerapkan PPN naik 12% tersebut dilakukan untuk menopang program makan bergizi gratis, karena memerlukan pendanaan jumbo yang akan dilakukan di tahun depan dengan Rp.71 triliun dan APBN 2025. ( Beritasatu.com 16/12/2024 )

Dalam pemerintahan memberikan batasan barang-barang yang akan dinaikkan. Tapi, tetap saja kebijakan tersebut memberatkan rakyat. Pemerintah merasa cukup memberi koperasi kebijakan dan memberi bansos, subsidi listrik dan menetapkan barang-barang tertentu yang terkena PPN, padahal kebijakan tersebut tetap membuat hidup rakyat makin sulit.

Naiknya PPN tersebut terjadi karena sistem yang diterapkan bukan sistem Islam, tetapi sistem demokrasi kapitalisme. Dari asas sistem ini telah menjadikan manusia sebagai pembuat aturan termasuk aturan bernegara, maka muncullah konsep ekonomi kapitalisme yang memberikan kebebasan kepemilikan kepada siapapun yang mampu menguasainya. Sehingga lahirlah yang disebut penguasa populasi otoriter. 

Pemerintah demokrasi kapitalisme saat ini, memberikan jalan kepada para oligarki untuk menguasai harta publik yang berharga. Sebagaimana kekayaan harta publik yang seharusnya bisa menjadi salah satu sumber pemasukan pada negara untuk melayani rakyat, tetapi nyatanya diberikan oleh pihak swasta (pemilik modal/oligarki). 

Dengan demikian, akhirnya negara tidak memiliki pemasukan selain dari pajak dan utang, alhasil pajak dinaikkan dan rakyat makin menderita. Inilah bukti buruknya penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang membuat aturan dari akal manusia bukan dari Allah. Yang pada hakikatnya manusia tidak mampu untuk membuat aturan untuk dirinya, apalagi untuk umat manusia. Apa bila manusia memaksa dirinya untuk membuat aturan maka akan muncul berbagai bentuk kemudaratan sebagaimana hari ini. 

Sesungguhnya yang berhak membuat aturan atas umat manusia hanyalah Sang Pencipta manusia yaitu Allah SWT diantaranya dalam mengatur negara, politik, sosial, ekonomi dan sebagainya. Islam akan menjadikan penguasa sebagai raa'in dan junnah. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda : "Imam adalah (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari)

Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya Al-Imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya." (HR. muttaffaqun Alayhi dan lain-lain). 

Berdasarkan dua hadis tersebut membuktikan bahwa tanggung jawab penguasa dalam mengurus rakyat dan mewujudkan kesejahteraan atas hak-hak yang akan rakyat dapatkan. Seorang penguasa merupakan perisai (pelindung), sehingga mereka tidak boleh menyusahkan rakyatnya bahkan menzalimi rakyat. 

Dalam sistem ekonomi Islam negara akan menjamin kesejahteraan rakyatnya dengan berbagai mekanisme, salah satunya adanya konsep kepemilikan umum. Islam menetapkan bahwa kekayaan alam seperti, SDA berlimpah merupakan harta publik yang wajib dikembalikan kepada rakyat untuk mencapai kesejahteraan mereka. 

Dalam Islam negara diperintahkan untuk mengelola SDA yang ada dan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat yang harus didistribusikan kepada seluruh masyarakat. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk melayani rakyat, bahkan negara tidak boleh mengambil sepeser pun dari pengelolaan kekayaan alam milik rakyat tersebut. 

Dalam Islam pajak bukanlah sumber pendapatan utama negara atau sumber APBN, bahkan negara tidak boleh mengambil pajak dari rakyat kecuali bagi orang-orang tertentu dan dalam kondisi tertentu yang memang darurat untuk diambil pajak. Yaitu ketika baitul mal sudah kehabisan dana dan hanya berlaku bagi kaum Muslim yang kaya saja. Karena itu dalam baitul mal tidak ditemui harta yang dipungut dari pajak, kecuali Baitul Mal lagi kekosongan dana.

Pajak tersebut digunakan untuk melayani rakyat, seperti membiayai para fakir, miskin, Ibnu sabil, pelaksanaan kewajiban jihad, layanan kesehatan, pendidikan, gaji pegawai dan sebagainya. Maka jika semua sudah terpenuhi dan kondisi sudah stabil, maka pungutan pajak harus dihentikan. 

Tentu semua aturan ini hanya berasal dari syariat Islam dan hanya bisa dijalankan oleh pemimpin yang mempunyai kepribadian (pola pikir dan pola sikap) Islam. Dan semuanya hanya bisa terwujud ketika sistem Islam institusi khilafah Islamiyah tegak. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Marlina Wati, S.E.
(Muslimah Peduli Umat)

Opini

×
Berita Terbaru Update