Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kebijakan Pajak: Antara Narasi dan Realitas yang Membebani Rakyat

Sabtu, 11 Januari 2025 | 07:38 WIB Last Updated 2025-01-11T00:38:12Z

TintaSiyasi.id -- Dalam beberapa bulan terakhir, diskursus mengenai kebijakan pajak kembali mencuat, terutama terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Pemerintah, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk memastikan keadilan dan keberlanjutan fiskal. Namun, di lapangan, kebijakan tersebut menghadirkan persoalan yang justru membebani masyarakat. Narasi yang dibangun oleh pemerintah sering kali terkesan menyesatkan, sehingga publik seolah tidak memiliki pilihan selain menerima kebijakan yang kontraproduktif terhadap kesejahteraan mereka.


Kenaikan Harga yang Tidak Terkendali

Meskipun pemerintah bersikeras bahwa PPN 12% hanya akan diterapkan pada barang-barang mewah, kenyataan di pasar menunjukkan hal yang berbeda. Ketidakjelasan mengenai definisi barang yang termasuk kategori ini menyebabkan para pedagang menaikkan harga hampir semua jenis barang, termasuk kebutuhan pokok. Sebagai contoh, laporan di lapangan menunjukkan bahwa harga LPG 3 kg dan 12 kg mengalami kenaikan, yang berimbas pada melonjaknya biaya hidup masyarakat menengah ke bawah.

Masalahnya tidak hanya berhenti pada kebingungan awal penerapan kebijakan ini. Ketika harga sudah naik, sangat sulit untuk mengoreksi kembali harga tersebut, meskipun kebijakan kemudian dirinci bahwa PPN hanya berlaku untuk barang tertentu. Efek domino ini menunjukkan bahwa pemerintah gagal memberikan sosialisasi dan panduan yang jelas sejak awal, sehingga menciptakan ruang untuk eksploitasi oleh oknum tertentu.


Narasi Media dan Cuci Tangan Negara

Dalam banyak pernyataan, pemerintah mencoba meyakinkan publik bahwa kebijakan ini disertai dengan berbagai program bantuan yang diklaim dapat meringankan beban rakyat. Namun, hal ini tidak cukup untuk menutupi fakta bahwa kebijakan ini lebih banyak memberikan dampak negatif daripada manfaat. Media partisan sering kali menjadi alat untuk memperkuat narasi pemerintah, sehingga kritik yang muncul dari masyarakat atau pihak oposisi teredam oleh kampanye pencitraan.

Langkah ini mencerminkan karakter populisme otoriter, di mana pemerintah menggunakan retorika populis untuk membangun citra bahwa mereka berpihak kepada rakyat, sementara kebijakan yang diterapkan justru menambah penderitaan rakyat. Kesenjangan antara narasi dan kenyataan ini menunjukkan bahwa kebijakan tersebut bukan hanya salah arah, tetapi juga mengabaikan prinsip-prinsip keadilan sosial.


Islam dan Tanggung Jawab Penguasa

Dalam Islam, penguasa memiliki tanggung jawab sebagai raa'in, yaitu pemelihara dan pelayan rakyat. Kebijakan yang diterapkan harus sesuai dengan syariat Islam dan tidak boleh menimbulkan antipati di kalangan rakyat, apalagi membuat mereka menderita. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap pemimpin adalah pengurus, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR Bukhari dan Muslim).

Mengabaikan prinsip ini merupakan pelanggaran serius yang akan berujung pada pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Kebijakan yang menyebabkan rakyat menderita menunjukkan lemahnya kepedulian terhadap amanah kepemimpinan yang diemban. Sebaliknya, seorang pemimpin yang benar-benar menjalankan syariat Islam akan memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat bertujuan untuk menyejahterakan rakyat, bukan sekadar menjaga stabilitas fiskal atau memenuhi target pendapatan negara.


Menutup Celah Ketidakadilan

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah harus segera mengoreksi kebijakan pajak yang menimbulkan kesalahpahaman dan ketidakadilan. Sosialisasi yang jelas dan transparan mengenai kebijakan pajak harus dilakukan agar rakyat tidak menjadi korban. Di sisi lain, masyarakat juga harus kritis terhadap narasi yang disampaikan oleh pemerintah dan media yang mendukungnya.

Islam menawarkan solusi menyeluruh melalui penerapan sistem ekonomi yang adil dan bertanggung jawab. Sistem ini tidak hanya menjamin kesejahteraan rakyat, tetapi juga memastikan bahwa penguasa benar-benar menjalankan amanah sebagai pelayan umat. Dengan demikian, kebijakan yang dibuat tidak akan menimbulkan penderitaan, melainkan membawa keberkahan bagi seluruh masyarakat. []


Oleh: Apreal Rhamadhany
Founder Islamic Motherhood Community Jember

Opini

×
Berita Terbaru Update