Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Keagungan Sistem Islam Menempatkan Perempuan

Rabu, 22 Januari 2025 | 21:51 WIB Last Updated 2025-01-22T14:51:37Z

Tintasiyasi.ID -- Melihat potret perempuan hari ini, Aktivis Muslimah Ustazah Iffah Ainur Rochmah membeberkan keagungan sistem Islam dalam menempatkan perempuan, seringkali tidak dihadirkan di panggung-panggung opini media di dunia yang didominasi oleh pandangan sekuler dan ideologi kapitalis.

 

“Gambaran tentang keagungan sistem Islam menempatkan perempuan seringkali tidak dihadirkan di panggung-panggung opini media di dunia hari ini, karena sistem hari ini adalah sistem yang didominasi oleh pandangan sekuler dan ideologi kapitalis. Mereka punya kesadaran bahwa musuh ideologisnya adalah Islam, manakala Islam dipraktikkan oleh sebuah negara,” tegasnya dalam kanal YouTube Supremacy dengan tema Adakah Stigma Negatif Perempuan di Bawah Naungan Pemerintahan Islam? |World View, Sabtu (18/01/2025).

 

Ia meluruskan, sesungguhnya gambaran tentang keagungan sistem Islam menempatkan perempuan, tentang bagaimana perlakuan yang ditunjukkan oleh rezim Suriah sebelumnya, ketika mereka menempatkan perempuan di penjara-penjara karena sikap kritis perempuan terhadap rezim Bassar Asad.

 

“Sesungguhnya itu tidak mencerminkan syariat Islam dan bahkan bertentangan dengan syariat Islam dan kita semua memiliki tanggung jawab untuk mengubah, kemungkaran dengan menggambarkan sistem Islam,” imbuhnya.

 

Ia mengutip sebuah hadis sahih riwayat Muslim, “Maka demi zat yang jiwa kita berada di tangannya.”

 

Hal itu mengingatkan untuk semua, memiliki tanggung jawab mengubah opini-opini negatif terhadap syariat Islam dan juga mengubah gambaran kriminal yang dilekatkan kepada Khilafah Islam  dengan mengubah kemungkaran itu, baik dengan tangan ataupun dengan lisan.

 

“Dan hari ini kesempatan kita mengubah dengan lisan, dengan opini-opini yang bisa kita hadirkan di berbagai media untuk menggambarkan pemikiran yang benar tentang syariat Islam. Itu adalah PR, tanggung jawab kita semua,” jelasnya.

 

Islam Memperlakukan Perempuan

 

Ia pun mengajak untuk melihat bagaimana pemerintahan Islam, yakni khilafah memperlakukan perempuan.

 

“Sejarah membuktikan dan mencatat dengan sangat valid bahwa di bawah pemerintahan Islam yakni khilafah, perempuan mendapatkan hak-haknya yang dilindungi oleh negara. Bahwa negara yakni khilafah, memahami betul tanggung jawabnya terhadap perempuan sebagai warga negara, mereka bisa berposisi sebagai ibu, anak, dan anggota masyarakat yang mendapatkan perlakuan adil, sama seperti warga negara lain di dalam khilafah,” ulasnya.

 

“Kekhususan mereka yang oleh Allah ditetapkan sebagai ibu generasi, sebagai pendidik umat ini, untuk lahirnya generasi pemimpin ke depan. Maka prinsip di dalam sebuah negara berdasarkan syariat, yakni khilafah, adalah dengan memperlakukan perempuan sebagai ibu dan sebagai warga negara yang mendapatkan perlindungan khusus, karena aa merupakan perhiasan sekaligus kehormatan,” bebernya.

 

Maka di dalam Daulah Islam, Khilafah Islamiah itu ada sebuah prinsip hukum asal bagi Perempuan. “Perempuan adalah ibu dan pengatur rumah tangga. Perempuan itu merupakan kehormatan bagi negara, umat, keluarga yang harus mendapatkan perlindungan,” terangnya.

 

“Nah, betapa indahnya sejarah melukiskan bagaimana perempuan dilindungi oleh sebuah pemerintahan Islam. Dilindungi bukan karena kerentanan atau posisi lemahnya, tetapi dilindungi karena dianggap sebagai kehormatan yang baik buruknya perlakuan pada perempuan ini akan menentukan model peradaban, apakah peradaban itu adalah peradaban yang mulia ataukah peradaban yang hina,” tambahnya.

 

Daulah Islam atau khilafah itu memberikan jaminan keamanan dan martabat kepada perempuan. “Nah, ini bisa kita saksikan bahwa hukum Islam secara tegas memberikan batasan seperti apa yang disebut dengan kekerasan terhadap perempuan, tidak sebagaimana hari ini. Ketika orang bicara tentang against violence, melawan kekerasan terhadap perempuan, tetapi kekerasan sendiri itu didefinisikan dengan beragam,” jelasnya.

 

Ia menunjukkan, ada kekerasan fisik yakni sesuatu yang menyakitkan perempuan secara fisik tapi ada pula kekerasan yang disebut dengan kekerasan verbal, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan aneka bentuk kekerasan-kekerasan ini yang sering kali mengundang ambiguitas dan ketidaknyamanan standar untuk menilai kekerasan itu. Satu sisi dianggap kekerasan oleh pihak tertentu, tetapi ini tidak dianggap kekerasan oleh pihak lain.

 

“Nah, selama masa kekhilafahan, misalnya kita bisa ambil di masa Kekhilafahan Umar bin Khattab yang cukup panjang. Ternyata perempuan itu bisa berjalan-jalan di tempat umum di malam hari, di ruang publik, tanpa rasa takut. Karena khilafah menjamin siapa saja, bukan hanya laki-laki atau perempuan, tapi siapa saja. Maka di sini akan ter-cover juga kebutuhan perempuan, bahwa mereka bisa menjalankan aktivitasnya di ruang publik tanpa rasa takut dan tanpa adanya ancaman kekerasan,” katanya.

 

Ia mencontohkan, bila ada pihak yang melanggar ketentuan di atas maka ada hudud. “Hudud ini ditetapkan oleh Allah, bukan ditetapkan oleh manusia dengan kompromi dengan diskusi-diskusi yang sangat mungkin ada berbagai kepentingan disana. Hudud dari Allah berfungsi  untuk mencegah terjadinya kekerasan berikutnya dan juga untuk membuat si pelaku kekerasan itu mendapatkan efek jera. Seperti misalnya, sanksi yang sangat tegas untuk perkosaan untuk pelecehan. Apalagi untuk yang orang sebut sekarang sebagai femisida, pembunuhan atau penghilangan nyawa perempuan tanpa hak.

 

“Kita saksikan bagaimana pemerintahan Islam yakni khilafah memberikan hak-hak perempuan di aspek ekonomi dan sosial. Di mana ada peradaban di zaman tersebut yang memberikan hak kepada perempuan untuk memiliki hartanya sendiri, mengelola hartanya sendiri, baik harta itu pada awalnya diperoleh dari warisan atau diperoleh dari pengembangan harta dengan cara perempuan itu bekerja, berdagang melakukan bisnis, dan seterusnya,” ujarnya.

 

Iffah menerangkan, di belahan dunia Barat bahkan sampai 1000 tahun berikutnya, mereka tetap belum memberikan hak kepada perempuan untuk mengelola bisnisnya sendiri. Kalau perempuan itu punya harta dari warisan orang tuanya maka serta-merta harta itu akan diambil oleh suaminya dengan statusnya sebagai istri di dalam sebuah pernikahan.

 

“Bayangkan apa yang orang tuntut hari ini untuk tiada diskriminasi di bidang ekonomi dan sosial sudah diberikan sejak 1300 tahun yang lalu, yang sampai hari ini ternyata belum mampu diberikan secara sempurna oleh peradaban manusia yang bernama kapitalisme,” ajak Iffah.

 

“Apa yang terjadi di Suriah mungkin orang juga tergelitik seperti apa syariat Islam. Apakah seperti gambaran yang terjadi di Suriah itu mencerminkan syariat Islam? Khilafah Islamiah itu memiliki sejarah juga bagaimana menempatkan perempuan ketika terjadi perang, ketika terjadi konflik, ajaran Islam mengamanatkan ada aturan yang ketat untuk melindungi perempuan,” imbuhnya.

 

Ia menceritakan, Rasulullah saw. secara tegas melarang menyakiti perempuan dan anak-anak ketika sedang terjadi sebuah operasi militer. “Misalnya, sebuah ekspedisi militer dan seterusnya. Di dalam sejarah pada saat dunia pada masa tersebut menjadikan perempuan dan anak-anak itu sebagai cheerleader atau penggembira di dalam pasukan pasukan yang diterjunkan ke medan perang. Mereka tidak ikut berperang secara langsung dengan mengangkat senjata tapi kaum perempuan ini dibawa sebagai orang-orang yang memperbanyak  pasukan orang-orang kafir.

 

Di mata Islam mereka diistilahkan sebagai sabaya, yang berbeda status hukumnya dengan tawanan atau al-Asra. “Ada hukum-hukum syarak tersendiri yang menempatkan sabaya sebagai konsekuensi peperangan yang terjadi antara kaum Muslim dengan orang-orang kafir. Mereka ini tentu saja sebagai perempuan, mereka mendapatkan aturan-aturan atau mendapatkan perlakuan khusus.

 

“Apalagi bagi perempuan dan anak-anak yang mereka tidak ikut sama sekali ke medan perang, mereka adalah warga sipil. Meski kaum Muslim melakukan misi jihad fisabilillah untuk membebaskan satu negeri dari kezaliman dan kekufuran bahwa kaum Muslim diperintahkan untuk tidak menyakiti perempuan dan anak-anak yang bukan berada di pasukan musuh,” pungkasnya.[] Sri Nova Sagita

Opini

×
Berita Terbaru Update