TintaSiyasi.id -- Hanya direksi BUMN dan Menterinya yang tau kemana dana CSR BUMN Mengalir. Presiden Prabowo-pun mungkin tidak tau. Namun pemerintahan Prabowo tentu sangat berkepentingan dengan dana CSR ini, terutama CSR BUMN, dalam rangka menjalankan program populisnya yang sangat luas, yang belum pernah dihadirkan oleh pemerintah manapun sebelumnya.
Pemerintahan ini sedang menjalankan program makan bergizi gratis kepada sedikitnya 85 juta anak anak, memulai inisiatif yang luas bagi perlindungan dan pengembangan ekonomi, menetapkan agenda hilirisasi sumber daya alam yang inclusive, membatasi semua kenaikan pajak yang dapat menggangu daya beli masyarakat dan yang kita dengar juga akan membangun setidaknya 3 juta rumah dalam lima tahun ke depan untuk menyediakan pemukiman bagi masyarakat berpendapat rendah.
Inti dari semua program Prabowo adalah bagaimana melakukan distribusi pendapatan, kekayaan, mengatasi ketimpangan, memperkuat daya beli, meminimalisir pengeluaran dan beban masyarajat akibat sebuah kebijakan seperti dalam sektor sandang, pangan, papan. Semua telah tercermin dari berbagai program ekonomi dan sosial pemerintahan dan dasar dasar dasarnya telah diletakkan secara nyata di awal pemerintahan.
Namun seberapa besar kemampuan keuangan pemedintah yang tercermin dalam rencana pengeluaran APBN, semua itu adalah sebagian kecil dari kapasitas nasional keuangan Indonesia. Pemerintah mengendalikan sekitar 3600 triliun rupiah uang dalam APBN Indonesia. Namun kita tau bahwa pendapatan kotor semua BUMN Indonesia dapat mencapai 3200 an triliun rupiah. Belum legi seluruh perlrusahaan swasta dan asing bisa mencapai dua sampai tiga kali lipatnya.
Sebagai contoh penjualan batubara sebanyak 1 miliar ton yang diproduksi Indonesia bisa mencapai 100 miliar dollar atau 1600 triliun rupiah. Belum perusahaan SDA lainnya yakni nickel, timah, emas, perak, tembaga serta perusahan perusahan perkebunan yang merupakan kontributor terbesar bagi ekspor komoditas Indonesia
Agenda Prabowo yang tercermin dalam semua kebijakan dan program yang ditawarkan pemerintah, harusnya segera menular kepada perusahaan perusahan yang ada di Indonesia. Mereka perusahan perusahan harus segera menerjemahkan keinginan pemerintahan ini dalam aksi aksi nyata perusahaan. Perusahaan BUMN dan swasta harusnya melakukan langkah langkah nyata yang sama mendistribusikan pendapatan daya beli dan juga mengurangi beban masyarajat. Tentu dengan bersandar pada peraturan yang ada.
Regulasi CSR sebagai Kewajiban Perusahaan
Belakangan ini kita melihat institusi penegak hukum melakukan usaha pemberantasan korupsi terkait CSR. Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemindahan terhadap CSR di bank Indonesia, demikian juga dengan kepolisian melakukan usaha pemberantasan korupsi di BUMN dan kejaksaan Agung juga akan melakukan langkah yang sama.
CSR adalah kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh BUMN. Ini berdasarkan pada UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yakni Pasal 88
berbunyi BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha
kecil/ koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Demikian juga dengan perusahaan swasta CSR adalah wajib dilaksanakan sebagaimana UU 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pasal 1 ayat 3 menjelaskan bahwa Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. selanjutnya pasal 66 huruf c laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
Terkait kewajiban CSR perseroan terbatas secara khusus diatur dalam akan Bab V. Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan yakni dalam
Pasal 74
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Ke Mana CSR BUMN Mengalir?
Bagi perusahan swasta CSR memang sulit ditagih, namun bagi perusahaan BUMN CSR jauh lebih mudah dijalankan karena ada kementerian BUMN yang menetapkan aturan yang rinci dan mendetail tentang bagaimana dan betapa kewajiban CSR yang dijalankan. Namun sampai sekarang belum ada laporan yang utuh dan menyeluruh mengenai evaluasi pelaksanaan CSR seluru BUMN di Indonesia.
Potensi CSR BUMN sangatlah besar. Meskipun tidak ada laporan resmi tentang jumlah yang dialokasikan BUMN dari pendapatan bersih mereka, namun secara kasat mata dapat dilihat jumlahnya yang cukup berarti bagi usaha mendukung program program populis meperintah.
Tahun 2022 berdaarkan laporan BPS, BUMN memiliki aset 11.149 triliun rupiah, memiliki pendapatan setara APBN yakni 3208 triliun rupiah dan laba bersih 351 triliun rupiah atau hampir 10 persen dari pendapatan kotor BUMN. Jika dari pendapatan bersih BUMN dialokasikan sebesar 2,5 persen saja maka CSR BUMN secara keseluruhan dapat mencapai 9 triliun rupiah. Ini adalah angka yang sangat besar dalam usaha mendukung ekonomi masyarakat bawah.
Namun masih sangat sulit mendapatkan laporan resmi kepada siapa, dimana, berapa CSR BUMN yang telah disalurkan. Meskipun ini adalah era digitalisasi dan transparansi, yang sangat memungkinkan bagi masyarakat untuk dapat megakses CSR BUMN dan melaporkan penggunaannya serta impact nya kepada ekonomi komunitas. Kebijakan lanjutan Prabowo tentu dapat mengintegrasika potensi CSR BUMN ini. Untuk itu hari ini kami akan mendiskusikan dengan teman teman gerakan pemuda dan mahasiswa GPII yang sejak lama menaruh perhatian atas masalah ini. Ada masukan? []
Oleh: Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia