TintaSiyasi.id -- Menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto bahwa dirinya adalah bukti keluarga yang Pancasila, Jurnalis Joko Prasetyo menyinggung soal rezim yang kadang tampak pro kiri, kadang pro kapitalis.
"Kalau sekarang kita lihat rezim kok agak kiri, kok pro kapitalis, itu memang cerminan dari rezim yang Pancasila," tuturnya kepada Tintasiyasi.id, Ahad (29/12/2024).
Seperti diketahui, sebelumnya Presiden Prabowo Subianto dalam akun X @prabowo (28-12-2024) mengatakan, ia terlahir dari keluarga yang Pancasila. Klaim itu dikatakan oleh Prabowo karena terlahir dari ibu Kristiani dan menurutnya, kecemerlangan bangsa Indonesia adalah bisa bersatu dan hidup rukun, Bhinneka Tunggal Ika.
Om Joy, sapaan akrabnya, menerangkan, ke-bhineka-an keluarga Prabowo bukan hanya dari sisi ibunya Kristen, tetapi juga dari sisi ayahnya, yakni Soemitro Djojohadikusumo yang bergabung ke partai sosialis tetapi berhaluan ekonomi pro kapitalis, meski beragama Islam.
"Jadi, enggak cukup hanya bilang saya berasal dari keluarga Pancasila karena ibu saya orang Kristen," ujarnya.
Om Joy mengungkapkan, Soemitro pernah tergabung dalam Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang berhaluan kiri, tetapi ia pro kapitalis. Bahkan, di era Republik Indonesia Serikat (RIS), Soemitro menurutnya bisa dibilang paling pro kapitalis, hingga Soekarno yang pro komunis dan Aidit yang komunis mengkritik habis-habisan Soemitro. Menurutnya, Soemitro adalah penggelar karpet merah imperialisme Barat.
"Sebagaimana dituduhkan Soekarno dan DN Aidit, Soemitro memihak imperialisme dan feodalisme, sembari memegang pandangan bahwa kebijakan ekonomi pro-investor Soemitro tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia yang pada masa itu kebanyakan masyarakat desa," imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, perselisihan Soemitro dengan DN Aidit, Aidit menyalahkan kemiskinan di Indonesia kepada asing, kapitalis dan tuan tanah yang memburu rente, dan bukan karena rendahnya investasi domestik seperti pendapat Soemitro. "Soemitro sendiri disalahkan karena membiarkan pihak-pihak kapitalis asing masuk ke Indonesia," imbuh Om Joy.
Selain itu, di Era Soemitro sebagai Menteri Ekonomi Kabinet Wilopo, Soemitro terkenal dengan program Benteng, salah satunya dengan meningkatkan impor dari 10 persen menjadi 50 persen dari produk yang beredar di Indonesia. "Dengan kata lain, dia meningkatkan impor empat kali lipat dari sebelumnya," ungkapnya.
Karena realitas perbedaan haluan ideologi itulah, mengutip pernyataan Rocky Gerung, Om Joy mengatakan, "Pancasila bukanlah ideologi, tetapi hasil kompromi dari orang-orang yang berideologi (berbeda)."
Bukan hanya itu, lanjutnya, ketika pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatra, Soemitro bergabung dengan pemberontak dan menjadi Menteri Perhubungan dan Pelayaran PRRI. "Target PRRI didirikan adalah untuk menggulingkan Kabinet Djuanda RIS yang dinilai terlalu memusatkan ekonomi di Jakarta/Jawa," ungkapnya.
Di sisi lain, bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) itu sendiri, dinilai Om Joy menunjukkan bahwa klaim NKRI harga mati juga menjadi kurang tepat.
"Sejarah di atas juga membuktikan NKRI harga mati juga keliru, buktinya di era Soemitro itu, negaranya bukan NKRI tetapi RIS (Republik Indonesia Serikat), Serikat itu bahasa lain dari federal alias bertolak belakang dengan kesatuan (huruf K dari NKRI)," pungkasnya.[] Saptaningtyas