Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Generasi Rusak Parah, Solusinya Jangan Bercanda

Kamis, 02 Januari 2025 | 16:50 WIB Last Updated 2025-01-02T09:50:44Z
TintaSiyasi.id -- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah meluncurkan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Jumat, 27 Desember 2024. Gerakan ini merupakan bagian dari program prioritas Kemendikdasmen, yaitu penguatan pendidikan karakter.

Menurut Mendikdasmen Abdul Mu’ti, Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat ini dikembangkan untuk memperkuat gerakan dalam rangka membangun karakter bangsa dan membangun sinergi antara sekolah, masyarakat, keluarga, dan media massa.

Mu’ti juga menyebutkan bahwa tujuh kebiasaan dalam gerakan ini mencerminkan tradisi dan nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Tujuh kebiasaan itu adalah bangun pagi, taat beribadah, rajin berolahraga, gemar belajar, makan makanan sehat dan bergizi, aktif bermasyarakat, dan istirahat yang cukup (Tempo, 27-12-2024).

Generasi hari ini kacau dan rusak dari banyak sisi. Menurut Kemenpora, setidaknya ada 10 masalah generasi hari ini, di antaranya: maraknya tingkat kekerasan; ketidakjujuran; rasa tidak hormat kepada orang tua, guru, dan pemimpin; sikap curiga dan kebencian satu sama lain; penggunaan bahasa Indonesia yang makin memburuk; berkembangnya perilaku menyimpang di kalangan pemuda; kecenderungan mengadopsi nilai-nilai budaya asing; serta melemahnya idealisme, patriotisme, dan semangat kebangsaan.

Apa yang kita lihat dari rusaknya generasi sebenarnya adalah akumulasi dari isi pikiran dan pemahaman mereka. Isi pikiran dan pemahaman tersebut dibentuk di rumah oleh keluarga, hasil interaksi dengan masyarakat dan lingkungan, serta konsekuensi dari sistem kehidupan yang diterapkan oleh negara.

Sehingga, mau tidak mau kita harus mengakui bahwa generasi hari ini adalah korban kerusakan aturan yang berlaku, baik kerusakan konsep hidup di rumah, di masyarakat, maupun di negara. Sebab, negara memiliki andil besar dalam membentuk atau merusak generasi, baik melalui sistem pendidikan di sekolah maupun aturan kehidupan secara umum.

Rusaknya tatanan di dalam rumah dan masyarakat juga tidak lepas dari abainya pemerintah dalam mengurus rakyat. Pada akhirnya, keluarga pun menjadi korban. Bahkan, tidak jarang anak yang terdidik dengan baik di rumah akhirnya terkontaminasi oleh lingkungan sekolah dan sosial. Bahkan, ada anak yang di rumahnya baik, tetapi saat di sekolah atau di pesantren justru jatuh pada pergaulan bebas dan LGBT.

Jika demikian, yang harus pertama berbenah adalah negara. Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat sebenarnya bukanlah solusi untuk membentuk generasi hebat. Sebab, gerakan ini lebih mengedepankan aspek individual, di mana anak dan keluarganya diminta untuk secara sadar melakukan kebiasaan tersebut. Tentu ini sangat tidak menyentuh akar persoalan.

Rusaknya generasi yang sudah demikian parah hanya diberikan solusi berupa 7 kebiasaan. Ini menunjukkan tidak adanya kesadaran politik untuk mewujudkan generasi hebat. Dalam Islam, pemimpin memiliki karakter kuat sebagai pengurus rakyat. Kebijakan yang diambil tentunya levelnya adalah sistemik, bukan sekadar membangun kebiasaan positif. Bahkan, kebiasaan positif itu terwujud jika pondasinya telah ada.

Bagaimana mungkin anak taat beribadah jika pondasi akidahnya tidak dikuatkan? Bagaimana mungkin akidah anak akan kuat jika pemahaman yang ditanamkan di sekolah adalah sekularisme dan pluralisme? Justru pemahaman ini akan membuat anak menganggap ibadah tidak penting karena, toh, semuanya bakal masuk surga. Lebih parahnya lagi, sekularisme menjerumuskan anak pada kejahatan sebab tidak ada batas halal dan haram atas tindakannya.

Hakikatnya, jauhnya anak dan negara dari Islam inilah akar problem sebenarnya. Jika anak lurus akidahnya, maka dia akan taat syariat. Otomatis, generasi hebat itu mudah diwujudkan.

Negara seharusnya tidak tegak atas sekularisme. Sebab, telah terbukti bahwa berbagai negara maju hari ini, meskipun terkategori bagus dalam penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan, dari sisi moral ternyata generasinya bejat dan tidak manusiawi. Bahkan, negaranya justru merusak dan menjajah negara lain demi kepentingan ideologinya.

Generasi hebat yang seharusnya kita wujudkan adalah sebagaimana generasi Islam terdahulu. Sebab, generasi terbaik itu telah Rasulullah Saw. jamin adanya pada masa awal Islam. Rasulullah Saw. bersabda: “Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya” (HR Bukhari dan Muslim).

Jika demikian, generasi hebat itu harus dibina dengan Islam. Negara yang mampu melahirkan generasi hebat itu tidak lain adalah negara yang menerapkan Islam dengan penuh ketaatan kepada-Nya. Inilah yang sepatutnya dijadikan pondasi dalam mewujudkan generasi hebat.

Wallahu a'lam

Oleh: Nurjannah Sitanggang
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update