Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Generasi Rawan Mengalami Brain Rot

Selasa, 07 Januari 2025 | 11:50 WIB Last Updated 2025-01-07T04:50:57Z
TintaSiyasi.id -- Terkait Fenomena brain rot, Pengamat Sosial dan Politik Ustaz Iwan Januar, mengatakan semua kalangan generasi ini mau milenial, kolonial (baby boomers) itu semua rawan mengalami brain rot (pembusukan otak).

"Generasi kita ini mau milenial, kolonial (baby boomers) itu semua rawan mengalami brain rot (pembusukan otak)," ungkapnya di kanal YouTube Khilafah News, Senin (30/12/2024), Brain Rot Kecanduan Konten Receh, Kamu Termasuk.

Ia menjelaskan faktor brain rot, pertama hormon dopamin di otak yang misalkan orang nonton konten yang menghibur, misalkan lagunya, suaranya, adegan dari visual yang ditampilkan itu maka hormon dopamin itu bekerja. Kalau hanya sekali mungkin masih aman, tetapi ketika kemudian sering scroll membuat orang terdorong untuk nonton lagi karena senang. Dia pengen senang satu lagi berikutnya sehingga kemudian hormon dopamin terus diproduksi. Muncullah kemudian addict (kecanduan) atau ketagihan yang pada akhirnya ini akan menyebabkan kecanduan.

"Kedua, dia akan sulit diajak untuk fokus pada sesuatu yang lebih mendalam, lebih serius, dan lebih membutuhkan penelahan karena mungkin durasinya lebih panjang atau kalau dia baca buku itu dia akan sangat berat karena otaknya sudah terbiasa terbentuk hanya mengandalkan sesuatu yang sifatnya cepat dan mengandung unsur kesenangan," tambahnya.

Sehingga, lanjutnya, siapa saja ketika punya gadget, yang terkoneksi ke internet dan media sosial maka mau millenial, baby bommers sekalipun itu bisa terpapar brain rot. Karena intinya dia merasa senang. Merasa senang kemudian ketagihan dengan konten-konten yang menimbulkan efek hormon dopamin pada otaknya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dampak brain rot dalam kehidupan bersosialisasi. Secara sosial akhirnya orang-orang yang sudah brain rot, susah diajak untuk nonton film yang serius. Susah berpikir. Kemudian kalau dia suruh baca buku, juga sangat berat, karena sudah terbiasa dengan konten yang cepat. Sifatnya enteng-enteng aja, sifatnya hiburan enggak perlu mikir panjang istilah sekarang ngang-ngong.

"Kemudian secara sosialnya lagi mereka juga akhirnya minim sosialisasi. Dia minim untuk bertemu dengan orang, dia minim untuk ngobrol, minim ketemu dengan circle-nya secara langsung karena sudah merasa senang dan nyaman dengan konten-konten yang receh-receh, yang pendek-pendek. Itu kan jumlahnya jutaan mungkin ya konten-konten yang seperti itu. Setiap orang kan punya preferensi masing-masing. Ada mungkin yang senangnya konten-konten film lawakan, dan itu jumlahnya banyak betul. Mau itu di TikTok, YouTube, Twitter, Facebook," paparnya.

Mengatasi Brain Rot

Pertama, batasi screen time. Batasi penggunaan gadget. Orang Indonesia itu dari suatu riset itu bahwa dalam sehari 5 setengah jam dia membuka handphonenya. Lakukan scrolling segala macam tanpa disadari. Jadi harus mulai batasi, harus diet untuk buka gadget.

Kedua, mengkonsumsi konten berkualitas. Kalau pun lihat konten konsumsi konten-konten yang berkualitas, jangan yang cuplikan film, yang sifatnya lawakan. Jadi batasi diri untuk hanya mengkonsumsi konten-konten yang berkualitas. Ceramah, konten-konten politik segala macam. Jadi itu kemudian otak juga bisa fokus dan bisa berpikir lebih dalam.

"Ketiga, harus merutinkan aktivitas fisik. Jadi simpan gadget kita sementara waktu. Olahraga, jogging, main sepeda, nyapu, ngepel, ngurus kebun segala macam, bongkar motor barangkali itu lebih baik seperti itu. Karena kita minim interaksi mendingan secara langsung aja pengen ketemu orang. Janjian aja ketemu di mana misalnya di taman mana, di rumah makan mana, mendingan ketemu langsung sehingga ngobrol ada interaksi fisiknya, nyata, ngobrol," paparnya.

Keempat, harus bijak menggunakan teknologi terutama media sosial. Memang media sosial atau teknologi IT itu banyak manfaatnya. Tetapi kalau tidak bijak, maka akhirnya ini akan terseret dalam addict media sosial. Termasuk addict konten-konten yang receh-receh, tidak bermutu sehingga rentan mengalami brain rot.

Kemudian, ia juga menjelaskan peran pendidikan dalam mencegah pembusukan otak. "Pertama di rumah orang tua kita pribadi ya harus punya tantangan untuk baca buku, kalau enggak baca buku, baca buku pdflah, jadi ada tantangan bagi kita tiap hari, setiap hari ada konten berita yang kita nonton, jadi kita harus punya tantangan terhadap diri kita untuk kemudian sesuatu yang itu daging yang kita lihat, bukan sesuatu yang sifatnya itu receh-receh, sebagai orang tua maka juga harus mengingatkan anak-anak, anggota keluarga termasuk suami istri agar kemudian diet dalam membuka gadget, di rumah itu juga siapkan buku-buku bacaan, saling mengingatkan, kalau mau tidur usahakan jangan megang gadget," paparnya.

Kedua, di dunia pendidikan, harusnya sekolah memperkaya buku-buku yang berkualitas, buku-buku yang kekinian yang disukai oleh anak-anak sekolah, mahasiswa, sehingga siswa bisa teralihkan dari screen time kepada buku bacaan, kemudian siswa di stimulan (didorong) untuk membuat karya tulis atau membuat video-video pendek yang sifatnya ilmiah. [] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update