Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Gagasan Pelucutan Senjata Adalah Mitos

Rabu, 29 Januari 2025 | 07:23 WIB Last Updated 2025-01-29T00:43:38Z

Tintasiyasi.ID -- Dalam kajian telaah Kitab Mafahim Siyasiyah (Konsepsi Politik Islam) edisi ke-25 bertajuk Faktor Pendorong Persaingan Antarnegara, Isu Perdamaian, dan Pelucutan Senjata, Pengamat Politik Internasional Budi Mulyana menegaskan bahwa konsep pelucutan senjata yang diusung oleh negara-negara adidaya hanyalah mitos belaka.

 

“Konsep pelucutan senjata yang diusung oleh negara-negara adidaya hanyalah mitos belaka,” lugasnya, Rabu (2/8/2023).

 

Budi menambahkan, pelucutan senjata sebenarnya adalah strategi negara adidaya untuk memastikan bahwa negara-negara lain tidak memiliki kekuatan yang bisa menyaingi mereka.

 

"Negara adidaya itu akan berusaha negara lain tidak memiliki senjata yang bisa menjadi ancaman buat dia. Ini yang kemudian muncul gagasannya agar damai, maka senjata-senjata itu harus dilucuti," ujarnya.  

 

Namun menurutnya, "Hal yang mustahil negara adidaya itu akan menghilangkan kepemilikan senjata. Fakta adidaya itu adalah dia harus punya power, dan power itu adalah kepemilikan senjata".

 

Karena realitas menunjukkan, tambahnya, negara-negara kuat tetap mempertahankan dan bahkan mengembangkan teknologi persenjataan mereka.

 

Budi juga menyoroti bagaimana perjanjian internasional seperti Non-Proliferation Treaty (NPT) atau Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir dibuat untuk memastikan hanya negara-negara tertentu saja yang boleh memiliki senjata nuklir.

 

"Perjanjian larangan penyebaran nuklir itu kan isinya bicara bahwa nuklir hanya boleh dimiliki oleh negara-negara yang sudah punya nuklir, seperti Amerika dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, tapi yang lain nggak boleh supaya ‘damai’," jelasnya.

 

Menurutnya, ini adalah bentuk nyata dari upaya mempertahankan status quo oleh negara-negara kuat agar tetap mendominasi konstelasi politik global.

 

Ia juga menyatakan bahwa kepemilikan kekuatan, termasuk militer, adalah bagian dari tuntunan sebagaimana Al-Qur'an menekankan pentingnya memiliki kekuatan untuk menggentarkan lawan.

 

"Di dalam Al-Qur'an sendiri sudah disebutkan bahwa kita harus memiliki kekuatan yang bisa menggentarkan lawannya. Apa yang bisa menggetarkan lawan? Yaitu disebut sebagai kuda-kuda yang ditambatkan pasukan berkuda. Karena itu, pasukan berkuda itu pasukan yang mematikan," terangnya.

 

Dalam konteks modern, konsep itu dapat diartikan sebagai pentingnya kekuatan militer dan teknologi sebagai bagian dari upaya pertahanan umat Islam. “Umat Islam saat ini masih bergantung pada teknologi militer negara lain, yang menjadikan dunia Islam rentan terhadap tekanan internasional,” ungkapnya.

 

"Masalahnya, kekuatan militer dunia Islam itu masih bergantung pada industri militer asing. Kalau militernya tidak mandiri, ya tinggal di-shutdown saja dalam perang," ujarnya.

 

Dia turut menyinggung bagaimana teknologi berperan besar dalam peperangan saat ini. "Perang di Ukraina itu adalah perang teknologi, tidak lagi mengirimkan orangnya. Anda mengirimkan orang tetapi uji coba teknologi, misalkan melalui drone," jelas Budi.

 

PBB, menurutnya, memiliki agenda untuk mengontrol perkembangan teknologi persenjataan, namun tetap menghadapi kendala karena negara-negara besar enggan melepaskan keunggulan mereka.

 

"Manusia itu fitrahnya ingin damai, tidak mau berperang. Tetapi ada perintah kepada kita untuk melakukan jihad, walaupun itu berat untuk dilakukan," ungkapnya.,

 

Lanjut dijelaskan, perdamaian seringkali hanya menjadi wacana di meja diplomasi, sementara di lapangan negara-negara besar terus memperkuat militer mereka.

 

“Umat Islam harus memahami bahwa perdamaian sejati hanya bisa dicapai jika umat memiliki kekuatan yang cukup untuk menjaga eksistensinya,” tandasnya.[] Aliya Ab Aziz

Opini

×
Berita Terbaru Update