Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Direktur IJM: Pagar Laut Tangerang Mengangkangi Hak Rakyat dan Kedaulatan Negara

Sabtu, 18 Januari 2025 | 19:28 WIB Last Updated 2025-01-18T12:29:33Z
TintaSiyasi.id -- Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengatakan pagar laut misterius sepanjang 30,16 Kilometer di Tangerang, Banten benar-benar mengangkangi hak rakyat (para nelayan) dan kedaulatan negara.

"Ini benar-benar pengangkangan terhadap hak rakyat (para nelayan) dan juga mengangkangi negara dan kedaulatan negeri ini. Harus ada sanksi tegas baik administratif sampai juga pidana bagi siapapun," tuturnya di akun Facebook Agung Wisnu, Jumat, (10/1/2025).

Ia mengatakan pagar misterius itu dianggap ilegal karena tidak memiliki izin resmi. Ini jelas melanggar hak nelayan dan masyarakat pesisir. Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu telah memerintahkan penyegelan dan investigasi terkait pemagaran ini. 

Agung menegaskan bagi siapapun pihak yang melakukan pelanggaran terkait pagar laut misterius itu harus ditindak dengan tegas sekalipun ini misalnya orang terkuat posisinya di negeri ini atau para oligarki pendukung rezim sekalipun.

Soal kasus pagar laut misterius ini dia melihat pemerintah ragu-ragu untuk melangkah mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku. Prabowo dan para Menterinya serta aparat penegak hukum terlihat hanya pandai omon-omon saja.

Kalau dalam sistem pemerintahan Islam, Agung menegaskan hal seperti ini tidak akan terjadi. Karena dalam pandangan Islam, laut itu adalah kepemilikan umum (milkiyyah ammah) statusnya dan haram diserahkan kepada swasta atau juga dirampas oleh negara. 

"Kalau sistem kapitalisme yang diberlakukan di Indonesia saat ini, pasti masih ada selalu ruang besar yangbisa dimanfaatkan oleh swasta/oligarki baik lokal mupun asing/aseng asal dapat izin dari pemerintah. Ini problem luar biasa. Pahami ini!," tandasnya.

Melanggar Hukum

Pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, menuai kritik tajam dari pengamat maritim DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC). Ia menyebut tindakan pagar laut ini tidak hanya berpotensi melanggar hukum, tetapi juga mencerminkan konflik kepentingan antara kepentingan publik dan privat dalam pengelolaan wilayah pesisir.

"Laut adalah sumber daya publik yang harus dikelola untuk kesejahteraan masyarakat. Pemagaran ini menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap prinsip tersebut," ujar Capt. Hakeng dalam wawancaranya, sebagaimana dikutip TintaSiyasi.Id dari Liputan6.com Kamis (9/1).

Secara hukum, tindakan pemagaran ini dinilai melanggar beberapa regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 tentang Tata Ruang Laut. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum disebut menjadi faktor utama terjadinya pelanggaran ini.

Dampak

Dari sudut pandang ekologi, pemagaran laut menggunakan bambu, paranet, dan pemberat pasir dapat merusak habitat laut, mengurangi keanekaragaman hayati, dan mengganggu aliran air laut yang penting bagi ekosistem pantai.

"Laut memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Pemagaran seperti ini dapat mengancam keberlanjutan ekosistem dan menurunkan produktivitas perikanan," jelas Capt. Hakeng.

Selain dampak ekologis, pemagaran ini juga membawa ketidakadilan sosial, terutama bagi 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya di kawasan tersebut.

Nelayan tradisional kini harus menempuh jarak lebih jauh untuk menangkap ikan, yang berdampak pada peningkatan biaya operasional dan penurunan hasil tangkapan.

"Pemagaran ini tidak hanya membatasi akses masyarakat pesisir terhadap sumber daya laut, tetapi juga mengancam keberlanjutan ekonomi mereka," tegas Capt. Hakeng.[] Rasman

Opini

×
Berita Terbaru Update