Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Butuh Perubahan Sosial Besar untuk Memberantas Korupsi secara Total

Selasa, 14 Januari 2025 | 20:20 WIB Last Updated 2025-01-14T13:21:06Z
TintaSiyasi.id -- Merespons maraknya kasus korupsi di tanah air, Direktur Siyasah Institute Ustaz Iwan Januar menilai butuh perubahan sosial yang sangat besar jika ingin memberantas korupsi secara masif dan total. 

"Butuh perubahan sosial yang sangat besar. Jadi kalau ingin memberantas korupsi secara masif, secara total, memang ada satu perubahan yang sangat besar," ungkapnya dalam program Dialogika: Koruptor Dimaafkan atau Hukuman Mati di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Sabtu (4/1/2025).

Maka, lanjutnya, perubahan sosial yang dimaksud adalah perubahan yang sifatnya  sistemis dan menyeluruh. Tidak hanya perubahan di level pejabat atau aparat hukum, namun juga perubahan sistem.

Ia melihat, begitu kompleksnya persoalan hari ini. Prilaku korupsi telah menjangkiti semua lini, tidak heran jika masyarakat sekarang cendrung apatis, menerima, memaklumi dan mudah lupa atas perilaku garong uang rakyat. 

"Dan dari sisi partai politik (parpol) juga sama. Kita sulit untuk melihat parpol yang bersih dari korupsi dan punya semangat pemberantasan korupsi," katanya. 

Menurutnya, terjadinya gelombang korupsi yang luar biasa adalah bukti lemahnya sistem hukum demokrasi yang berlaku di dunia dan juga di tanah air ini. Sistem demokrasi asasnya sekularisme yakni pemisahan agama dari kehidupan, karenanya hanya bertumpu pada moralitas, tidak ada dorongan spiritual agar menjauhi korupsi. 

"Ketika pengawasan itu lemah kemudian juga terjadi kongkalingkong antara eksekutif legistatif dan yudikastif juga dengan oligarki akhirnya memang jadikan moralitas itu bisa hancur, bisa terseret dengan arus korupsi," bebernya. 

Sementara itu, jelasnya, di dalam Islam, negara harus berlandaskan iman dan takwa, bukan moralitas, sehingga manusia yang hidup dalam negara Islam punya rasa takut apabila melanggar hukum agama atau syariat Allah Swt, sekecil apapun itu. 

Ia mencontohkan, Umar bin Khatab saat menjabat sebagai khalifah (pemimpin negara Islam) mengangap dan memperlakukan harta baitul mal (harta negara) seperti harta anak yatim, artinya   memakan harta anak yatim termasuk dosa besar yang dilarang Allah. 

"Harusnya begitu sikap dari para penguasa. kalau mereka punya iman dan takwa maka mereka akan memandang harta rakyat itu sebagai harta anak yatim, namun di dalam demokrasi yang sekuler ini, agama hanya dipandang sebagai urusan ibadah saja dan urusan akhlak yang sifatnya itu tidak kaitan dengan amanah," jelasnya. 

Ia membeberkan, ketika hukum Islam diterapkan dalam sebuah negara, akan melahirkan para penguasa yang takut kepada Allah, penguasa yang tidak mampu mengotak-atik hukum, karena semua sudah jelas dalilnya dari Al-Qur'an dan hadis.

"Dalam Islam hukumnya jelas, yang melaksanakannya juga itu orang-orang yang punya iman dan takwa. Maka, hukum itu bisa ditegakkan, munculah pribadi seperti Umar bin Khatab dan sahabat lainnya yang mereka itu memegang teguh prinsip prinsip keadilan dan amanah dalam kehidupan masyarakat, termasuk ketika menjadi penguasa," urainya. 

Makanya, ucap dia, sebuah ironi, Para penguasa di negara Islam punya rasa malu ketika mereka lebih kaya daripada rakyatnya, namun berbeda halnya para penguasa di sistem demokrasi justru malu kalau mereka itu tidak sekaya rakyatnya.

Karena itu, katanya,  masyarakat hari ini mesti diberi edukasi dan didakwahkan agar turut serta menuntut perubahan ke arah Islam, mengajak masyarakat untuk melakukan perubahan secara mendasar, perubahan yang sifatnya jangka panjang dan permanen, yakni menegakkan sistem Islam.

"Pentingnya penegakan hukum Islam, Salah satunya punya satu benefitnya untuk memberantas korupsi. kalau hanya level pejabat, begitu pejabat itu nanti dia turun, dia ganti pejabat yang baru dan dia berasal dari parpol yang juga korupsi maka itu hanya akan mengulang cerita yang lama lagi," tandasnya.[] Tenira

Opini

×
Berita Terbaru Update