TintaSiyasi.id -- Baru-baru ini, fakta yang memprihatinkan dari dunia pendidikan saat ini dengan adanya kasus seorang murid yang dihukum oleh gurunya dikarenakan belum membayar tunggakan Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP) selama 3 bulan. Sebagaimana dimuat pada laman nasional.kompas.com, ada seorang murid di salah satu Sekolah Dasar Swasta di kota Medan berinisial MA dihukum belajar di lantai oleh gurunya karena belum membayar tunggakan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama 3 bulan. Melalui pernyataan ibu dari siswa tersebut, mengungkapkan bahwa hukuman yang dijalani anaknya itu sudah berjalan selama dua hari pada tanggal 6 dan 7 Januari 2025. Murid tersebut duduk di lantai dari pukul 08.00 WIB hingga 13.00 WIB. Total tunggakan uang SPP selama 3 bulan itu sebesar Rp 180.000. Kamelia, selaku ibu MA juga mengatakan bahwa salah satu penyebab adanya tunggakan tersebut adalah karena dana Program Indonesia Pintar (PIP) di tahun akhir 2024 belum cair. Sehingga, kami tidak bisa membayar tunggakan karena tidak memiliki uang untuk membayar.
Kejadian tersebut memicu reaksi luas dari masyarakat, dengan banyaknya pihak mengecam tindakan tidak pantas terhadap siswa di lingkungan pendidikan. Salah satunya reaksi dari Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian yang menilai tindakan guru sekolah dasar (SD) yang meminta siswanya duduk di lantai karena menunggak biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip pendidikan. Meski sekolah swasta memiliki kebijakan mandiri dalam pengelolaan keuangannya, menurutnya tetap ada batasan yang harus dijaga agar tindakan mereka tidak mencederai hak-hak siswa. Hetifah menjelaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang bermartabat sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Menurutnya, hal itu merupakan perspektif pendidikan dan etika. Hetifah, berharap kasus ini dapat menjadi pengingat semua pihak untuk memperkuat pengawasan dan memastikan akses pendidikan yang bermartabat bagi semua siswa, tanpa terkendala masalah finansial.
Begitulah fakta dari dunia pendidikan saat ini, padahal Indonesia adalah negara yang kaya dengan sumber daya alam yang melimpah. Yang seharusnya dengan mengelola sumber daya alam dengan baik akan menjadi sumber pendapatan negara yang mampu menutupi seluruh kehidupan rakyat termasuk biaya pendidikan. Pendidikan adalah salah satu layanan publik dan merupakan salah satu aspek yang penting dalam sebuah negara guna mencerdaskan bangsa sebagai generasi penerus. Maka dari itu, seluruh rakyat tanpa terkecuali bisa mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya nan berkualitas serta di tempat yang layak. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara bukan hanya yang kaya tetapi yang kurang mampu pun berhak mendapatkannya. Namun pada faktanya tidak terjadi demikian.
Kasus seperti itu bukan pertama kalinya terjadi di negara ini, bahkan sudah terjadi berulang kali. Negara ini menganut sistem kapitalis, di mana negara tidak hadir secara nyata dalam menanganinya, malah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan justru tidak memiliki urgenitas dalam dunia pendidikan sehingga tidak menjadi sebagai solusi malah memunculkan masalah baru. Yang dibutuhkan sekarang bagaimana membangun sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas. Lebih mirisnya lagi, negara memberikan peluang kepada swasta yang tujuannya mencari keuntungan. Ini adalah bukti kapitalisasi pendidikan karena pendidikan dijadikan sebagai ladang bisnis. Di dalam sistem ini, pendidikan adalah komoditas yang bisa dibisniskan sebagaimana komoditas ekonomi lainnya. Hal ini berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam terhadap penyelenggaraan dan pembiayaan pendidikan.
Solusi dalam Islam
Kasus dihukumnya siswa karena SPP menunggak tidak akan terjadi ketika pendidikan bisa diakses secara gratis oleh semua siswa. Hal tersebut hanya bisa ditemui ketika berada dalam naungan negara menerapkan sistem Islam. Dalam naungan institusi Islam, pendidikan adalah kewajiban negara, yang termasuk dalam layanan publik yang ditanggung langsung oleh negara. Negara akan menyediakan layanan pendidikan gratis dan berkualitas untuk semua warga, baik untuk siswa kaya maupun kurang mampu, baik cerdas atau tidak. Bahkan orang kafir dzimmi pun diberikan hak pendidikan yang sama. Semua individu rakyat punya kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan pada berbagai jenjang, mulai dari prasekolah, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi. Islam menjadikan pendidikan sebagai sektor vital yang dijamin pemenuhannya oleh negara.
Islam mampu mewujudkan hal tersebut karena memiliki sumber dana yang banyak. Sumber pembiayaan pendidikan berasal dari sejumlah pihak, yakni dari individu warga secara mandiri, infak/donasi/wakaf umat untuk keperluan pendidikan, serta pembiayaan dari negara. Bagian pembiayaan dari negara inilah yang porsinya terbesar untuk pemenuhan anggaran pendidikan. Di antaranya dari pendapatan kepemilikan umum, seperti tambang minerba dan migas, juga fai, kharaj, jizyah, dan dharibah (pajak). Khusus untuk pajak, dibebankan ke rakyat ketika kas baitulmal benar-benar kosong dan hanya dikenakan pada orang kaya laki-laki saja.
Terdapat juga jaminan dan perwujudan pembiayaan pendidikan oleh negara, yakni berupa pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana pendidikan, anggaran yang menyejahterakan untuk gaji pegawai dan tenaga pengajar, serta asrama dan kebutuhan hidup para pelajar termasuk uang saku mereka. Dalam Islam, keuangan baitulmal tidak bersumber dari pemungutan pajak dan utang luar negeri.
Maka dari itu, negara yang menerapkan sistem Islam wajib menyediakan pendidikan untuk seluruh warga dengan cuma-cuma dibuka seluas mungkin dengan fasilitas terbaik. Pemimpin negara menyediakan pendidikan secara gratis bagi rakyat. Hal ini tertuang dalam Muqaddimah Dustur pasal 173 (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani), “Negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan, yakni pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Setiap rakyat diberi kesempatan seluas mungkin untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara cuma-cuma.”
Inilah jaminan pendidikan tinggi dalam Islam. Dengan kebijakan ini, wajar institusi Islam dahulu pernah menjadi negara adidaya karena hukum dan aturan-aturan yang diterapkan berasal dari Allah SWT. Oleh karena itu, tujuan utama umat Islam saat ini adalah berjuang mewujudkan kembali negara yang akan menjamin pendidikan rakyatnya. Memberikan sistem pendidikan terbaik agar bisa melahirkan generasi cemerlang pembangun peradaban. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Syamsiar, S.S.
(Pena Ideologis Maros)