TintaSiyasi.id -- Baru-baru ini, beredar kabar atas kasus dihukumnya seorang siswa sebuah sekolah dasar (SD) swasta di Medan, yang diminta duduk di lantai sebagai akibat menunggak SPP selama tiga bulan. Kasus ini dinilai oleh Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian sebagai sebuah tindakan yang tidak etis sekaligus merusak rasa kepercayaan diri siswa. Dan tentunya juga melanggar prinsip-prinsip pendidikan. Sekalipun memang sekolah swasta memiliki kebijakan otonom dalam pengelolaan keuangannya, tetapi menurutnya tetap ada batasan yang harus dijaga supaya tindakan pihak sekolah tidak mencederai hak-hak siswa. (kompas.com, 12/01/2025)
Bagi setiap warga negara, pendidikan merupakan salah satu hak mendasar. Pengaturan hak ini tertuang di dalam Undang-Undang Dasar khususnya pada penjabaran Pasal 31 UUD 1945, dan juga pada Pasal 28C ayat (1) UUD 1945.
Di antaranya tertuang bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, termasuk berhak mendapat pendidikan demi meningkatkan kualitas hidupnya dan juga demi kesejahteraan umat manusia.
Jadi, sudah selayaknya pendidikan seharusnya menjadi hak setiap rakyat, terlebih ada jaminan di dalam perundang-undangan yang ada. Namun tidaklah demikian dalam sistem kapitalis. Undang-undang yang ada, tak otomatis membuat negara tidak hadir secara nyata dalam mengurusnya. Yang ada justru negara nampak abai, terbukti dari kurangnya sarana pendidikan yang ada.
Terlebih negara dengan sistem kapitalis hari ini, menyerahkan urusan pendidikan kepada swasta. Dan sudah tentu pengelolaan pendidikan oleh swasta berorientasi pada mencari keuntungan. Ini adalah tanda kapitalisasi pendidikan karena pendidikan menjadi ladang bisnis. Jauh dari kata gratis. Sungguh miris!
Sekolah Swasta, Mahal tapi Masuk Akal
Saat ini, kecenderungan masyarakat memilih sekolah swasta bukan tanpa alasan. Beragam kelebihan menjadi pertimbangan yang masuk akal, sekalipun harus membayar mahal, hal ini dinilai cukup setimpal. Sekolah swasta mempunyai beragam bentuk metode yang tidak membosankan. Sering kali dilakukan pembaruan yang membuat anak didik tidak cepat jenuh. Selain itu, setiap anak didik mendapatkan porsinya masing-masing, tidak ada satu pun yang terabaikan. Hal ini dikarenakan sekolah swasta mempunyai keleluasaan lebih jika dibandingkan dengan sekolah negeri yang harus tunduk dengan banyak regulasi.
Sekolah swasta biasanya memiliki kurikulum yang khas, terlebih di beberapa sekolah berbasis Islam, kekhasan dan keunggulannya berbanding lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan. Berbeda dengan sekolah negeri. Sekolah negeri, terutama di tingkat dasar, sering dinilai mengalami penurunan kualitas, baik dari segi sarana maupun prasarana yang menunjang. Tak sedikit orang tua yang mengeluhkan ketika mendapati anaknya masih juga belum bisa membaca dan berhitung dengan baik sekalipun sudah memasuki tahun ketiga di sekolah. Selain itu, ditemui adanya beberapa anak yang berbicara kurang sopan, sebagai dampak dari pergaulan yang kurang terawasi di lingkungan sekolah.
Sekolah Gratis, Butuh Solusi Sistemis
Islam menetapkan bahwa pendidikan adalah kewajiban negara, yang termasuk dalam layanan publik yang ditanggung langsung oleh negara. Negara menyediakan layanan gratis untuk semua warga negara khilafah, baik untuk siswa kaya maupun miskin, baik cerdas atau tidak.
Di pundak negara tanggung jawab jaminan atas pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi seluruh rakyat. Bahkan Islam menjadikan belajar sebagai sebuah kefarduan setiap orang.
Rasulullah SAW bersabda, ”Mencari ilmu adalah wajib bagi laki-laki Muslim dan wanita” (HR. Ibnu Abdil Barr).
Dari kewajiban menuntut ilmu ini, menuntut negara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi warganya. Rasulullah SAW bersabda, “Khalifah adalah pengurus urusan rakyat dan ia bertanggung jawab terhadap urusan mereka.” (HR Bukhari)
Islam dengan sistem khilafah akan memiliki sumber-sumber pemasukan Baitul Mal yang yang banyak, akan mampu menutup seluruh kebutuhan dana pendidikan. Di antara sumber dana khilafah untuk pembiayaan pendidikan adalah pendapatan dari pos fa'i, kharaj dan juga pos kepemilikan umum.
Dana-dana tersebut digunakan untuk membiayai semua sarana dan prasarana pendidikan juga guru yang berkualitas. Dengan layanan pendidikan sesuai dengan sistem Islam, tidak akan ada kasus siswa dihukum karena keterlambatan soal biaya. Semua sarana prasarana ini diberikan negara secara cuma-cuma dalam sistem pendidikan yang berbasis Islam.
Fakta historis membuktikan keunggulan sistem khilafah sebagai penyelenggara pendidikan gratis dan berkualitas, selama 14 abad Kekhilafahan Islam mampu menjadi negara digdaya dan adidaya yang menjadi mercusuar ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Tidakkah kita merindukannya? Mari kita wujudkan kembali! []
Oleh: Yanti Ummu Yahya
(Aktivis Muslimah)