Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Buah Mulia dari Melawan dan Menundukkan Nafsu

Rabu, 08 Januari 2025 | 12:40 WIB Last Updated 2025-01-08T05:40:49Z

TintaSiyasi.id—Buah mulia dari melawan dan menundukkan nafsu adalah hasil positif yang diperoleh ketika seseorang berhasil mengendalikan dan menundukkan hawa nafsunya. Dalam ajaran agama dan kebijaksanaan hidup, melawan nafsu adalah salah satu bentuk perjuangan terbesar yang membawa manfaat besar baik secara spiritual, moral, maupun sosial. Berikut adalah beberapa buah mulia dari melawan dan menundukkan nafsu:

1. Kedekatan dengan Allah SWT
• Tingkat Spiritual yang Tinggi:
o Melawan nafsu menunjukkan kesungguhan seseorang dalam mencari ridha Allah. Hal ini mendekatkan diri kepada-Nya dan menjadikan seseorang lebih dicintai oleh-Nya.
o Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ  

"Adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sungguh surga adalah tempat tinggalnya."
(QS An-Nazi'at: 40-41)

2. Mencapai Jiwa yang Tenang (Nafs al-Muthmainnah)
• Ketenangan Batin:
o Orang yang berhasil mengendalikan hawa nafsu akan mencapai kedamaian hati dan ketenangan jiwa. Ia tidak lagi diperbudak oleh keinginan duniawi yang tak berujung.
o Dalam Al-Qur'an, jiwa yang tenang disebut sebagai:
"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai."
(QS Al-Fajr: 27-28)

3. Bebas dari Perbudakan Nafsu
• Kebebasan Sejati:
o Orang yang menundukkan hawa nafsu menjadi bebas dari ketergantungan pada hal-hal duniawi yang sementara, seperti harta, pujian, atau kesenangan sesaat. Kebebasan ini memungkinkan seseorang untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan.
o Ali bin Abi Thalib RA berkata:
"Hamba nafsunya adalah orang yang dikuasai oleh syahwatnya."

4. Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
• Keseimbangan Hidup:
o Menundukkan hawa nafsu membantu seseorang hidup secara seimbang, tidak berlebihan dalam urusan dunia, tetapi juga tidak melupakan akhirat. Keseimbangan ini menjadi kunci kebahagiaan sejati.
• Surga Sebagai Ganjaran:
o Allah SWT menjanjikan surga bagi mereka yang berjuang melawan hawa nafsu demi menaati-Nya.

5. Kemuliaan dan Kekuatan Pribadi
• Kemuliaan di Mata Allah dan Manusia:
o Melawan hawa nafsu adalah tanda kekuatan jiwa. Orang yang mampu mengendalikan dirinya akan dihormati oleh Allah dan mendapatkan penghormatan dari manusia.
• Kekuatan Spiritual dan Moral:
o Rasulullah SAW bersabda:
"Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa mengalahkan lawannya, tetapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah."
(HR. Bukhari dan Muslim)

6. Kesucian Hati dan Jiwa
• Membersihkan Diri dari Dosa:
o Melawan hawa nafsu membantu seseorang menjauh dari dosa-dosa besar yang sering kali berakar pada syahwat dan egoisme, seperti keserakahan, amarah, iri hati, dan kesombongan.
• Meningkatkan Keikhlasan:
o Dengan menundukkan nafsu, seseorang bisa lebih ikhlas dalam beramal, karena amalnya tidak lagi didorong oleh kepentingan duniawi, melainkan semata-mata untuk Allah SWT.

7. Menjadi Raja dalam Kehidupan Sendiri
• Kendali Penuh atas Diri:
o Orang yang menundukkan hawa nafsunya adalah "raja" dalam dirinya sendiri. Ia tidak dikendalikan oleh emosi, hasrat, atau godaan eksternal, tetapi mampu mengarahkan hidupnya sesuai dengan prinsip kebenaran.
o Dalam tasawuf, ini sering disebut sebagai tanda tercapainya maqam (tingkatan) yang tinggi dalam mendekatkan diri kepada Allah.
8. Kesejahteraan Sosial
• Hubungan Harmonis dengan Orang Lain:
o Nafsu sering menjadi sumber konflik dalam hubungan sosial. Dengan mengendalikannya, seseorang dapat bersikap sabar, pemaaf, dan rendah hati, sehingga menciptakan keharmonisan dalam keluarga, masyarakat, dan umat.
• Teladan bagi Orang Lain:
o Orang yang mampu menundukkan nafsunya menjadi contoh kebaikan yang menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejaknya.
Kesimpulan:
Melawan dan menundukkan hawa nafsu adalah salah satu bentuk perjuangan terbesar dalam hidup. Buah dari perjuangan ini tidak hanya dirasakan di dunia berupa ketenangan batin, kebahagiaan, dan kemuliaan, tetapi juga membawa ganjaran besar di akhirat berupa surga.
Nafsu yang ditundukkan tidak hilang, tetapi diarahkan untuk menjadi alat yang membantu seseorang mencapai ridha Allah dan hidup yang penuh kebajikan. Melawan hawa nafsu adalah kunci menuju kebahagiaan sejati.

Sesungguhnya diammu bersama Allah adalah keniscayaan. Bermujahadalah agar kau menjadi suci.
Ungkapan "Sesungguhnya diammu bersama Allah adalah keniscayaan. Bermujahadalah agar kau menjadi suci." memiliki kedalaman makna spiritual yang menuntun seseorang menuju kedekatan dengan Allah melalui introspeksi, pengendalian diri, dan perjuangan spiritual (mujahadah). Berikut penjelasannya:

1. "Diammu bersama Allah adalah keniscayaan."
• Makna Diam Bersama Allah:
o Diam di sini tidak hanya berarti berhenti berbicara secara fisik, tetapi juga diamnya hati dan jiwa dari segala sesuatu selain Allah. Ini mencakup:
 Menahan hati dari ketergantungan pada dunia.
 Meninggalkan kesibukan yang sia-sia dan fokus kepada Allah.
 Menenangkan pikiran dan jiwa agar dapat mendengarkan panggilan Allah.
• Keniscayaan Diam Bersama Allah:
o Kedekatan dengan Allah adalah fitrah manusia, dan kembali kepada-Nya adalah keniscayaan. Diam bersama Allah adalah keadaan di mana seorang hamba benar-benar sadar bahwa Allah adalah tujuan hidupnya.
o Dalam kesunyian dan kediaman itu, seseorang bisa menemukan kehadiran Allah yang membawa kedamaian, petunjuk, dan rahmat.

2. "Bermujahadalah agar kau menjadi suci."
• Mujahadah dalam Konteks Spiritual:
o Mujahadah berarti berjuang melawan hawa nafsu, godaan syaitan, dan kecenderungan duniawi yang menjauhkan seseorang dari Allah.
o Proses ini adalah bagian dari tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), di mana seseorang membersihkan hatinya dari sifat-sifat buruk seperti sombong, iri, dan cinta dunia.
• Menjadi Suci:
o Kesucian yang dimaksud adalah kesucian hati—hati yang bersih dari dosa, ikhlas dalam niat, dan tunduk sepenuhnya kepada Allah.
o Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk tubuhmu dan rupamu, tetapi Dia melihat kepada hatimu."
(HR. Muslim)
• Proses Menuju Kesucian:
o Kesucian hati tidak datang dengan mudah; ia membutuhkan mujahadah yang terus-menerus. Mujahadah ini bisa berupa:
 Meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat.
 Memperbanyak ibadah seperti shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur'an.
 Mengisi hati dengan sifat-sifat mulia seperti sabar, tawakal, dan syukur.

Keterkaitan Diam dan Mujahadah
1. Diam Sebagai Awal Mujahadah:
o Diam bersama Allah adalah cara untuk memulai mujahadah, karena melalui diam, seseorang bisa introspeksi, merenung, dan mendekatkan diri kepada Allah.
o Dalam diam, seseorang dapat mendengar suara hatinya yang paling dalam, yang sering kali tertutupi oleh hiruk-pikuk dunia.
2. Diam untuk Menjaga Kesucian:
o Diam juga berarti menahan diri dari perbuatan atau perkataan yang tidak berguna atau bahkan merugikan. Hal ini membantu seseorang menjaga hati tetap bersih.
3. Diam yang Berbuah Kesucian:
o Diam bersama Allah adalah bentuk tawakal, menyerahkan segala urusan kepada-Nya, sambil berjuang melalui mujahadah untuk menjadi lebih baik.
Pelajaran Spiritual:
1. Diam Mendekatkan kepada Allah:
o Dalam diam, seseorang lebih mampu menghayati kebesaran Allah, mengingat dosa-dosanya, dan memperbaiki hubungan dengan-Nya.
2. Mujahadah adalah Kunci Kesucian:
o Perjuangan melawan nafsu adalah syarat untuk mencapai derajat kesucian yang diridhai Allah. Allah SWT berfirman:
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ  
"Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik."
(QS Al-Ankabut: 69)
3. Diam dan Mujahadah adalah Jalan Tasawuf:
o Dalam tradisi tasawuf, kedua hal ini adalah cara untuk mencapai maqam (tingkatan) tertinggi dalam perjalanan menuju Allah, yaitu fana' (meleburkan diri dalam kesadaran penuh akan Allah).

Ungkapan ini mengajarkan bahwa diam bersama Allah adalah cara untuk mencapai kesadaran spiritual yang mendalam, sementara mujahadah adalah alat untuk membersihkan jiwa dan hati agar menjadi suci. Dalam perjalanan hidup, keduanya saling melengkapi sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, mencapai kebahagiaan sejati, dan meraih ridha-Nya.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update