“Usulan kenaikan premi sebesar 40-70
persen yang diumumkan oleh tiga organisasi perusahaan asuransi besar Malaysia menunjukkan
bahwa industri asuransi dan takaful bukan hanya menawarkan perlindungan
kesehatan, tetapi telah berubah menjadi bentuk bisnis yang menindas rakyat, dan
itu adalah bukti keserakahan industri ini,” tandasnya.
Dalam forum online Cakna Umat,
Ahad (26/01/2025), dengan judul Keserakahan dalam Asuransi Kesehatan dan
Takaful, perusahaan asuransi menggunakan alasan biaya pengobatan yang
semakin mahal untuk menaikkan preminya.
"Mereka bilang premi naik
karena biaya perawatan naik. Tetapi kalau kita perhatikan lebih teliti,
perusahaan asuransi ini masih meraup untung besar. Ini bukan soal melindungi
masyarakat, ini soal keuntungan mereka,” ungkapnya.
Ia menyampaikan catatan, sumber
berita lokal mengindikasikan bahwa biaya klaim medis meningkat sebesar 56
persen antara tahun 2021-2023, tetapi kenaikan premi jauh lebih tinggi daripada
tingkat inflasi sebenarnya.
Imbuhnya lagi, sistem asuransi
menjadikan kesehatan sebagai bisnis dan bukan hak dasar yang harus dipenuhi
negara.
"Kesehatan bukanlah
komoditas. Namun, saat ini, perusahaan asuransi menentukan harga kehidupan
manusia. Mereka yang mampu membayar akan mendapatkan perawatan. Mereka yang
tidak mampu? Tunggu saja," katanya.
Pertanyaan yang muncul pun adalah,
lanjutnya, apakah asuransi benar-benar menolong masyarakat atau justru menambah
beban mereka. “Orang yang mengandalkan asuransi menemukan bahwa cakupan mereka
sering kali tidak cukup untuk menutupi biaya medis yang sebenarnya,” ulasnya.
"Orang membayar asuransi
setiap bulan, tetapi ketika mereka ingin menggunakannya, banyak hal yang tidak
tercakup. Ada batasan tahunan dan biaya tambahan. Pada akhirnya, Anda tetap
harus membayar dari uang sendiri," bebernya.
Solusi Islam
Ummu Maryam menegaskan,
"Dalam Islam, pemimpin bertanggung jawab untuk memastikan masyarakat
mendapatkan perawatan tanpa perlu khawatir soal biaya. Ini bukan konsep baru,
tetapi sudah terbukti dalam sejarah Islam."
Ia meyakini bahwa solusi Islam
jauh lebih adil dalam menjamin kesehatan rakyat, karena dalam sistem Islam,
kesehatan merupakan hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara.
“Fakta tentang sistem medis di
Daulah Islam dahulu yang menyediakan rumah sakit gratis, didanai oleh Baitulmal.
Dalam sejarah Islam, rumah sakit seperti Bimaristan di Baghdad dan Rumah Sakit
Qalawun di Kairo memberikan layanan kesehatan gratis untuk semua lapisan masyarakat,”
ujarnya mencontohkan.
Ia menambahkan, "Pada masa
keemasan Islam, tidak ada yang khawatir tentang biaya pengobatan. Semua orang, kaya
maupun miskin, mendapatkan pengobatan secara gratis."
Lanjut dijelaskan, Islam juga
menolak sistem kapitalis yang menjadikan kesehatan sebagai industri komersial. "Sistem
asuransi ini lahir dari kapitalisme. Mereka mengambil uang rakyat dengan janji
perlindungan, tetapi ketika rakyat benar-benar membutuhkannya, banyak syarat
dan hambatannya. Dalam Islam, semua itu tidak diperlukan. Negara tetap
menyediakan layanan kesehatan bagi rakyat,” ucapnya membandingkan.
Selain itu, aktivis ini juga
menegaskan bahwa dalam sistem khilafah, pemimpin bertanggung jawab untuk
memastikan kebutuhan dasar rakyat, termasuk kesehatan, terpenuhi tanpa beban
finansial.
"Dalam Islam, pemimpin
adalah wali bagi rakyat. Mereka akan ditanya jika ada rakyat yang tidak berobat
karena tidak mampu membayar. Itu tanggung jawab mereka, bukan rakyat yang harus
mencari jalannya sendiri,” imbuhnya lagi.
Ia menyatakan bahwa peningkatan
premi asuransi dan takaful hanyalah gejala dari masalah yang lebih besar. “Sistem
kapitalis yang mengubah kesehatan menjadi industri komersial. Selama sistem ini
berlanjut, rakyat akan terus terbebani,” ujarnya mengingatkan.
"Saat ini, kita melihat
bahwa kesehatan bukan lagi hak, tetapi hak istimewa bagi mereka yang mampu
membayar. Islam sudah memiliki solusinya, tetapi kita sendiri yang perlu
memilih untuk menerapkannya,” tuturnya.
Karena itu, ujarnya, solusi nyata
adalah kembali ke sistem Islam, di mana negara bertanggung jawab menyediakan
perawatan kesehatan gratis, bukan bergantung pada perusahaan asuransi dan
takaful yang hanya mengejar keuntungan.
"Jika kita cermati, sistem
kesehatan modern masih jauh dari model yang dipraktikkan dalam sejarah Islam.
Masyarakat mengharapkan perubahan yang lebih komprehensif, sehingga kesehatan
benar-benar menjadi hak dasar, bukan sekadar bisnis," simpulnya mengakhiri
penjelasan.[] Aliya Ab Aziz