Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Utang Makin Meningkat, Rakyat Makin Melarat

Selasa, 17 Desember 2024 | 18:14 WIB Last Updated 2024-12-17T11:14:17Z

TintaSiyasi.id -- Diduga kuat utang Negara Republik Indonesia akan semakin meningkat. Salah satu faktornya adalah karena terbentuknya kabinet super gendut Merah Putih yang berjumlah sekitar 110 menteri dan pejabat setingkat menteri. Peningkatan dua kali lipat dari kabinet sebelumnya di tengah ekonomi cekak tentu saja bukan pilihan bijak. 
           
Dengan kabinet obesitas tersebut apakah dapat menyelesaikan masalah dengan baik atau malah sebaliknya? Tapi, yang sudah pasti seperti di singgung di atas utang Indonesia akan makin meningkat, sementara rakyat akan makin melarat. Kok bisa? Tentu saja bisa. 
           
Pasalnya, semakin banyak jumlah kementerian, semakin banyak juga anggaran yang harus dikeluarkan, salah satunya untuk menggaji para menteri baru dan seluruh bawahannya beserta fasilitasnya. Anggaran tersebut sumbernya dari mana? Tentunya diambil dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
           
APBN Indonesia sendiri sumber pendapatannya diambil dari pajak, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan jika negara mengalami defisit maka akan berutang. Sebagaimana kita ketahui, APBN Indonesia umumnya berasal dari dua sumber utama yakni: 
Pertama, pajak. Pajak adalah bagian terbesar dari pendapatan negara hingga 80 persen pendapatan APBN, yang mencakup pajak penghasilan (pph), pajak pertambahan nilai (PPN), serta pajak lainnya. 
Kedua, PNBP. Yakni termasuk pendapatan yang berasal dari sumber daya alam (misalnya minyak, gas, dan mineral), sektor non-energi, dan pendapatan lainnya seperti denda dan biaya administrasi. PNBP juga berasal dari laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan hasil pengelolaan kekayaan negara. 
           
Selain itu, pemerintah juga mendapatkan pendanaan dari utang untuk menutupi defisit anggaran. Ini dilakukan melalui penerbitan surat utang negara, baik domestik maupun internasional. Sumber pembiayaan utang ini biasanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, program kesejahteraan, dan untuk menanggulangi defisit anggaran jika pendapatan negara tidak mencukupi. 
             
Mengamati dari pengalaman pemerintahan sebelumnya, APBN Indonesia selalu mengalami defisit anggaran. Artinya, pengeluaran negara lebih besar daripada pendapatan. Nah, kemungkinan besar APBN Indonesia akan mengalami kenaikan defisit anggaran, salah satunya karena penambahan kementerian, otomatis butuh biaya yang banyak untuk menggaji para menteri, para bawahannya dan berbagai fasilitasnya, ditambah program-program dari pemerintahan Prabowo-Gibran akan menambah banyak pengeluaran negara. 
         
Dari fakta di atas, kemungkinan besar di masa pemerintahan Prabowo-Gibran ini utang Indonesia akan terus membengkak, ditambah beban bunga utangnya juga. Sehingga utang akan semakin menggunung. Maka, pemerintah gencar mencari tambahan pemasukan, setidaknya untuk menutup defisit tersebut. Salah satunya dengan menaikkan pajak. Seperti tarif PPN, awal Januari naik jadi 12 persen. Bisa jadi, pajak yang lainnya akan naik juga. 
          
Jika tarif pajak dinaikkan kembali, kehidupan rakyat akan semakin sulit bahkan terpuruk. Pasalnya, pajak tidak naik saja, rakyat sudah sulit, apalagi dinaikkan. Sebenarnya, pada dasarnya pungutan pajak yang dibebankan kepada rakyat itu tentu menambah beban hidup rakyat, karena dengan pungutan pajak otomatis semua kebutuhan hidup akan tinggi, sementara rakyat berpenghasilan rendah, bahkan ada juga yang tak berpenghasilan alias nganggur. 
          
Inilah keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan sekitar 80 persen sumber pemasukan negara dari pajak, ditambah yang lainnya termasuk utang. Sehingga rakyat akan terus terbebani. 
          
Lain halnya dengan sistem Islam. Guna memenuhi kebutuhan rakyatnya, termasuk menggaji para menteri, sebagaimana dijelaskan Syeikh Abdul Qodim Zallum dalam kitab Al-Amwal fi Daulati al-Khilafah, Islam menetapkan tiga pos pemasukan negara yang akan dikumpulkan di Baitul Mal. Pertama, pos fa’i dan kharaj meliputi ghanimah, anfal, jizyah dan lainnya. Kedua, pos kepemilikan umum meliputi minyak dan gas, listrik, sungai hutan, dan lainnya. Ketiga, pos shadaqah (meliputi shadaqah wajib, seperti zakat harta, zakat perdagangan dan lainnya). 
           
Adapun soal pajak, Islam melarang negara memungut pajak dari rakyat, kecuali dalam kondisi darurat ketika kas di Baitul Maal kosong. Itu pun 180 persen berbeda dengan pajak yang diberlakukan di sistem kapitalis saat ini karena hanya diambil dari kelebihan harta dari Muslim yang kaya, bukan dari barang dan jasa. []


Oleh: Rahma
(Praktisi Pendidikan)

Opini

×
Berita Terbaru Update