Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Soal Penceramah dan Siswa Terduga LGBT, Pengamat: Memprihatinkan

Selasa, 03 Desember 2024 | 08:20 WIB Last Updated 2024-12-03T01:20:50Z
TintaSiyasi.id -- Menanggapi kasus penceramah maupum siswa melambai (indikasi LGBT) pengamat sosial politik Iwan Janua merasa miris karena hal tersebut dianggap di kalangam masyarakat hal normal dan wajar.

"Ada anak SD laki-laki, tapi lentur sekali badannya. Jadi memang kalau istilah kemudian itu sebutnya ini anaknya kok kayak tulang lunak (LGBT). Kemudian juga joget dengan tadi yang bahasa tubuhnya itu gesturnya itu kayak bukan anak laki-laki. Nah artinya memang saya prihatinnya sekarang ini dianggap sebagai sebuah perkara yang normal dianggap wajar," kata Ustaz Iwan Januar di kanal YouTube Sepulang Mengajar Edisi 45 bertajuk, Miris! Siswa & Penceramah Melambai Fenomena atau Tren?, Rabu (13/11/24).

Ia mengungkapkan, perbuatan seperti itu dibanggain oleh si anaknya itu sendiri, keluarganya, juga mungkin yang ketiga yaitu lingkungan. Cuman kalau sampai guru juga tadi malah apresiasi, ditampilkan nah ini jadi problem yang lebih besar lagi nanti lama-lama di dunia pendidikan kita.

"Adanya kemudian orang yang kita sebut sebagai transgender segala macam yang secara agama secara fitrahnya manusia itu sebetulnya yang enggak bisa dan jangan terjadi itu malah kemudian muncul kayak begitu. Jadi memang saya lihat ada satu fenomena yang itu dianggap perkara yang normal kalau kata anak sekarang ini jadi semacam normalisasi dan diapresiasi. Harusnya enggak demikian," paparnya.

Lebih lanjut Iwan menjelaskan, dalam Islam memang menempatkan manusia itu sesuai dengan fitrahnya. Bahwa laki-laki itu dengan karakter fisiknya, katakanlah kondisi dia saat dewasa itu ada jakun, yang berkumis, kemudian juga organ reproduksi juga khas dia memproduksi sel sperma. Kalau perempuan itu sebaliknya dia enggak berjakun, dengan bentuk tubuhnya perempuan. Dengan nanti peran dia melahirkan, menyusui anak seperti itu. Nah kalau agama kita itu sudah menempatkan posisi laki-laki perempuannya memang sesuai fitrahnya. Karena memang ada peruntukan ketika Allah menciptakan sesuatu itu enggak percuma enggak sia-sia.

"Jangankan manusia yang Allah sebutkan ahsani taqwiim (sebaik-baik ciptaan) nyamuk aja yang suka mengganggu kita ternyata ada ada manfaatnya juga. Banyak orang dapat ilmu dari nyamuk. Lulus jadi misalkan doktor di bidang nyamuk, bikin pabrik obat nyamuk segala macam itu luar biasa. Apalagi manusia yang disebut oleh Allah fii ahsani taqwiim, kita bersyukurnya bahwa manusia ditempatkan memang pas sesuai dengan fitrahnya. Ini laki ini perempuan. Nanti kalau mereka itu rumah tangga yang jadi bapak siapa, yang jadi ibu siapa seperti itu," tegasnya.

Ustaz Iwan mengatakan, kembali ke peran kita sebagai guru. Kita kan bukan cuman sekadar tanggung jawab kurikulum tetapi ada tanggung jawab secara agama. Kita Muslim walaupun bukan guru agama katakan gitu kan Ya mungkin guru bahasa Inggris atau guru lain lah yang bukan guru agama tapi ya sebagai Muslim itu enggak bisa lepas dari tanggung jawab untuk kemudian mendidik. Diingatkan bahwa anak-anak kita yang Muslim ini mesti kita jaga adab-adabnya akhlak-akhlaknya.

"Laki-laki ya laki-laki, perempuan ya perempuan, walaupun saya juga khawatir arah kurikulum kita kan enggak tahu ini. Yang seperti itu nanti bagaimana penilaiannya? Apakah dianggap kemudian yang seperti zaman dulu, apakah ini sebuah penyimpangan ataukah kita dalam ke depannya enggak usah dibahas," tuturnya.

Sambung Iwan, artinya dianggap sebagai yang biasa gitu. Kan nanti siswa dia mau begini, mau begitu itu dianggap sebagai biasa, hak asasi gitu. 

"Nah kalau itu yang terjadi waduh, ini udah musibah besar. Itu kan tanggung jawab guru semakin berat nanti kalau guru nanti menegur murid yang bergaya berpenampilan seperti itu malah bisa kena sanksi pidana. Tetapi kita berharap enggak demikian ya," harapnya.

Karena menurut Ustaz Iwan sekarang belum ada seperti itu. Maka sebagai guru ada tanggung jawab ya bisa bicara dengan anak itu. Kita jangan sampai mempermalukan dia depan teman-temannya. Orang tuanya bagaimana, pas bagi rapot nanti bisa ngobrol sama orang tuanya. Karena khawatir orang tuanya enggak tahu. Karena pergaulan anak-anak di luar perkiraan orang tua.

"Atau dia juga nyimak konten-konten di media sosial yang kayak begitu. Lama-lama dia pengen coba kemudian sama temen-temennya diapresiasi, makin seneng itu makin bangga. Tugas guru lah kemudian mengingatkan orang tua. Kita harus ingatkan! Jangan sampai kemudian kita cuma mengejar kurikulum, mengejar pendidikan yang penting anak ini juara, kita sebagai Muslim ada tanggung jawab mengingatkan dia," tutupnya. [] Munamah

Opini

×
Berita Terbaru Update