TintaSiyasi.id -- Pendidikan merupakan hak fundamental bagi setiap individu. Salah satu faktor kunci yang memengaruhi mutu pendidikan adalah lingkungan belajar. Sayangnya, meskipun Indonesia telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan, masih terdapat banyak sekolah di berbagai wilayah yang berada dalam kondisi memprihatinkan, terutama terkait dengan infrastruktur bangunan yang tidak memadai.
Pada peringatan Hari Guru Nasional 28 November 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan rencana alokasi anggaran sebesar Rp 17,15 triliun untuk rehabilitasi dan renovasi 10.440 sekolah negeri dan swasta pada tahun 2025. Dana ini akan disalurkan langsung ke sekolah dalam bentuk transfer tunai, memungkinkan setiap sekolah untuk mengelola anggaran secara mandiri. Tujuannya adalah agar manfaatnya dapat dirasakan oleh siswa, guru, dan masyarakat setempat, serta untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Kebijakan ini bertujuan meningkatkan layanan pendidikan yang bermutu dan merata. Prabowo menegaskan pentingnya sekolah yang bersih, baik, dan memiliki fasilitas memadai, serta berkomitmen memperbaiki lebih dari 330.000 sekolah di seluruh Indonesia. (Kompas.com, 29/11/2024)
Problem pendidikan saat ini memang sangat kompleks, dan salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah sarana dan prasarana. Banyak sekolah negeri yang tidak memiliki gedung sendiri, kekurangan fasilitas, dan berada dalam kondisi yang buruk. Berdasarkan data yang dihimpun dari Kemendikbudristek, pada tahun 2022 terdapat 21.983 sekolah yang membutuhkan perbaikan akibat kerusakan. Salah satu penyebab dari kerusakan ini adalah keterbatasan anggaran pemerintah untuk renovasi dan perbaikan fasilitas sekolah.
Menurut para ahli, untuk memenuhi kebutuhan fasilitas sekolah—termasuk bangunan, ruang kelas, serta fasilitas pendukung seperti laboratorium dan perpustakaan—negara memerlukan dana alokasi khusus fisik (DAK) sekitar Rp576,6 triliun. Namun, dalam pidato Presiden pada peringatan Hari Guru, alokasi untuk renovasi sektor pendidikan hanya mencapai Rp17,15 triliun. Angka ini sangat jauh dari yang dibutuhkan. Ditambah lagi, masalah korupsi dan penyalahgunaan dana sekolah semakin memperburuk kondisi pendidikan terkait sarana prasarana yang layak.
Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah menyatakan bahwa Dinas Pendidikan adalah lembaga paling rentan terhadap praktik korupsi, diikuti oleh sekolah, universitas, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah provinsi. Dugaan korupsi dalam sektor pendidikan bukanlah hal yang baru dan terus menjadi perhatian. Korupsi di sektor ini telah menjadi masalah yang berulang dan melibatkan berbagai pihak di dalamnya.
Maka tak heran, meskipun anggaran pendidikan terus meningkat, masalah seperti biaya pendidikan yang tinggi, rendahnya literasi baca, rendahnya kemampuan sains siswa, gaji guru honorer yang rendah, serta fasilitas pendidikan yang terbatas dan rusak masih terus terjadi.
Asal tak menutup mata, kita akan menemukan bahwa akar permasalahan pendidikan saat ini terletak pada paradigma sistem kapitalisme yang diterapkan dalam pengelolaan pendidikan. Pendidikan dipandang sebagai komoditas atau barang dagangan. Akibatnya, biaya pendidikan semakin tinggi, dan fasilitas yang memadai hanya tersedia di sekolah-sekolah elit, bukan di sekolah umum atau negeri.
Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk mengelola semua aspek pendidikan, mulai dari kurikulum, materi ajar, metode pengajaran, hingga sarana dan prasarana sekolah. Negara juga wajib menjamin akses pendidikan yang mudah bagi seluruh rakyat. Dengan dukungan tata kelola ekonomi Islam yang memaksimalkan potensi sumber daya alam, pencapaian kekayaan dan stabilitas ekonomi menjadi mungkin. Oleh karena itu, membangun sekolah yang berkualitas dan lengkap bukanlah hal yang sulit dicapai.
Nabi SAW bersabda, "Imam (khalifah/kepala negara) itu laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)." (HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad)
Wallahu a'lam. []
Oleh: Azhar Nasywa
(Aktivis Mahasiswa)