TintaSiyasi.id -- Para tokoh Muslimah menggelar Risalah Akhir Tahun (Ratu) 2024 pada Ahad 15 Desember 2024 di Jakarta dan dihadiri ratusan tokoh lintas komunitas dari wilayah Jabodetabek hingga Banten. Tema yang diangkat, yaitu "Kepemimpinan Sekuler Menyengsarakan, Kepemimpinan Islam Harapan Masa Depan."
Dalam pembukaannya, Yuli Kusumadewi selaku pembawa acara mengajak para tokoh bersama-sama menyadari betapa pentingnya mengetahui sosok pemimpin dan model kepemimpinannya.
Dalam penyampaiannya, aktivis dakwah Muslimah Ustazah Ratu Erma Rahmayanti menjelaskan tentang profil pemimpin menurut syariat Islam. Pertama, pemimpin seharusnya memiliki aqliyah hukmi yang ditandai dengan dia memahami perkara pemerintahan yang ditetapkan Islam dan memahami hubungan seorang pemimpin dengan rakyatnya.
"Selain aqliyah hukmi, seorang pemimpin harus memiliki kecenderungan Islam atau berpola sikap Islam. Dia wajib memahami bahwa dirinya adalah pemimpin dengan kecenderungan mengelola urusan umat," jelasnya.
Ia menegaskan, kesadaran penguasa akan urusan pemerintahan seharusnya mendorongnya memahami sistem pemerintahan Islam yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Sistem pemerintahan Islam sendiri bersifat unik, lengkap dan tidak ada yang menyamainya.
Kedua, pemimpin seharusnya memiliki takwa. Takwa tidak terbatas hanya tentang salat atau sedekah, tetapi mengamalkan Islam dalam segala aspek kehidupan. Sedangkan penerapan Islam secara sempurna tidak akan mungkin terjadi kecuali kaum Muslimin mengangkat seorang imam atau pemimpin yang berperan sebagai junnah atau perisai. Dia akan mengembalikan haibah atau kewibawaan umat Islam.
"Ketiga adalah ar-rifqu bi ar-ra'iyah atau sayang kepada rakyatnya, yakni tidak menempatkan rakyat sebagai musuhnya," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengingatkan kembali tentang hadis Rasulullah Saw. yang mengingatkan kepada umatnya bahwa akan datang tahun-tahun penuh hoax (kebohongan). Saat itu, orang-orang yang jujur di klaim bohong, sebaliknya orang-orang bohong diklaim jujur.
"Hari ini telah bermunculan pemimpin ruwaibidhah sebagaimana yang pernah disabdakan Rasulullah Saw pada ribuan tahun sebelumnya. Mereka yang tulus ikhlas menasehati para pemimpin agar negeri ini berkah dan sejahtera dianggap pengganggu negara ini. Para ulama dipersekusi para pengemban dakwah di kriminalisasi. Padahal, mereka ingin menyampaikan kebenaran," ujarnya.
Bukan tanpa alasan, menurut Ustazah Ratu, munculnya pemimpin ruwaibidhah terjadi setelah hancurnya simpul pemerintahan Islam yang ditandai dengan diabaikannya hukum-hukum Allah dalam segala aspek kehidupan. Tidaklah aturan Islam diperhatikan, kecuali pada urusan individu. Akibatnya penguasanya tidak menyadari perannya sebagai raain (pengurus rakyat).
"Sementara rakyatnya tidak memahami bahwa penguasa mereka adalah pelayan rakyat. Padahal, setiap pemimpin pasti dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya. Ibu Ratu Erma kemudian menjelaskan satu persatu profil pemimpin yang ditetapkan sesuai syariat Islam," jelasnya.
Pembicara lain, Ustazah Iffah Ainur Rochmah menjelaskan bahwa saat ini relasi atau hubungan antara pemimpin dengan rakyat bukanlah hubungan yang harmonis. Sebab, kebijakan pemimpin justru menyengsarakan rakyat. Begitu pula undang-undang yang merugikan rakyat, seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba dan lain-lain.
Terkait relasi ini lanjut Iffah, dalam kitab Asy- Syakhsiyah Islamiyah karya Syekh Taqiyyudin An-Nabhani dijelaskan bahwa Allah Swt. dan Rasul-Nya memerintahkan kepada pemimpin melingkupi rakyat dengan kehidupan politik dan nasehat. Allah mewajibkan pemimpin hanya memimpin dan mengeluarkan kebijakan berdasarkan Islam saja tanpa didampingi oleh hukum-hukum atau aturan dari pemikiran selain Islam.
Dia mengungkapkan, dulu ketika khilafah tegak, rakyat dilingkupi dengan nasihat. Kalimat pertama khalifah dalam khutbahnya adalah kalimat agar kehidupan politik penuh dengan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah Swt. Relasi penguasa dengan rakyat lainnya adalah larangan menyentuh harta milik umum. Harta tersebut harus dikelola berdasarkan syariat Islam.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa hukum syariat memerintahkan kepada penguasa untuk memerintah rakyat hanya dengan Islam saja. Kebijakan yang bersumber dari Islam pasti akan mampu menyelesaikan problem-problem manusia karena bersumber dari Allah yang menciptakan manusia. Hubungan ideal penguasa dengan rakyat berdasarkan syariat Islam ini telah memberikan ruang kepada rakyat untuk mendampingi pelaksanaan hukum-hukum syariat, yakni melakukan muhasabah kepada penguasa atas dorongan takwa.
"Tidak mungkin pemimpin yang punya relasi atau hubungan harmonis dengan rakyat atau dengan umat tadi lahir dari rahim sistem sekuler demokrasi hari ini," tandasnya.[] Nabila Zidane