Tintasiyasi.id.com -- Dinasti Assad yang berkuasa selama lebih dari 50 tahun di Suriah, berujung tumbang pada 8 Desember 2024 oleh kelompok oposisi Hai'ah Tahrir al-Sham (HTS). Dilansir dari laman cnnindonesia.com (11/12), HTS menjatuhkan rezim Bashar al-Assad yang telah berkuasa selama 24 tahun setelah melancarkan perlawanan sejak 27 November lalu.
Kelompok oposisi tersebut memulai serangan dengan operasi bernama "Pencegah Agresi". Kemudian pada 1 Desember 2024 disusul oleh tentara nasional suriah atau Syrian National Army (SNA) dengan operasi bernama "Fajar Kebebasan (dunia.espos.id, 8/12).
Jatuhnya rezim represif oleh para Mujahidin yang Mukhlis ini tentu merupakan angin segar dan disambut suka cita oleh umat Islam Suriah serta merupakan suatu hal yang patut disyukuri. Bagaimana tidak, rezim Asaad ini telah mewarisi kekejaman sebelumnya, Hafiz al-Assad, yang tak lain merupakan ayahnya.
Bashar bersikap represif karena khawatir akan kehilangan kekuasaannya, dia melawan rakyatnya sendiri yang menginginkan perubahan imbas Arab Spring pada 2011. Akibatnya pecahlah konflik Suriah pada tahun tersebut, menewaskan lebih dari 50 ribu umat Islam Suriah, serta jutaan lainnya menjadi pengungsi, terlantar dan terpaksa keluar dari Suriah.
Dalam serangannya, rezim Bashar juga berani menggunakan senjata kimia terhadap warga sipilnya hingga diperkirakan ribuan orang tewas. Tidak hanya itu, sebagaimana laporan dari kelompok hak asasi manusia, Human Rights Watch dan Amnesty International, menyampaikan bahwa rezim diktator tersebut melakukan penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang serta menggunakan teknik penyiksaan yang tidak manusiawi, diantaranya pemukulan, pelecehan seksual atau kekerasan seksual lainnya, kelaparan yang disengaja, pemenjaraan, penghilangan paksa, dan teknik yang brutal lainnya.
Penjara Saydnaya merupakan saksi bisu sekaligus simbol pelanggaran hak asasi manusia (HAM), hingga terkenal dengan julukan "Rumah Jagal Manusia", menggambarkan bagaimana kejamnya rezim Assad. Bebasnya para tahanan oleh pihak oposisi juga telah menunjukkan dengan jelas bagaimana jejak kekejaman Bashar.
Meski runtuhnya rezim Assad ini adalah suatu hal yang menggembirakan dan patut disyukuri namun, perlu diingat bahwa perjuangan kaum muslimin dan para Mujahidin belum benar-benar usai. Barat dan para sekutunya sudah tentu turut berpartisipasi dalam perubahan ini, mereka tidak akan pernah diam menyaksikan terjadinya perubahan menuju kemenangan yang hakiki.
Sudah tentu negara-negara Kafir imperialisme dengan bantuan kaki tangannya seperti negara-negara Arab termasuk Turki serta Israel, memanfaatkan perubahan ini sesuai dengan kepentingannya. Oleh karena itu maka umat muslim jangan mudah tertipu dengan sikap Amerika yang seolah simpati dengan mendukung perubahan di Suriah. Harus selalu diingat bahwa rezim Assad tidak akan mampu bertahan lebih dari lima puluh tahun jika bukan restu dan dukungan dari Barat.
Hal ini bisa dilihat dan dipelajari dari intervensi Amerika dan sekutunya yang memanipulasi perubahan di Sudan, Libya, Mesir, dan Tunisia. Amerika tetap memastikan demokrasi sekuler tetap tertancap dalam pemerintahannya, mengeksploitasi kekayaan alamnya, memelihara konflik di dalamnya dan, atas nama melawan terorisme, mereka memerangi para pejuang Islam.
Dengan demikian, sesungguhnya revolusi yang diridhoi oleh Allah SWT adalah dengan meruntuhkan sistem sekuler dari akarnya hingga simbol-simbolnya. Lalu menggantinya dengan akidah Islam, bukan dengan rekayasa kafir penjajah. Maka sejatinya perjuangan masih terus dilakukan hingga tercapainya tujuan yang diridhoi Allah SWT, meninggikan kalimatNya dan menerapkan syari'atNya secara kaffah baik dalam masyarakat maupun pemerintahan.
Revolusi yang tidak menyeluruh, tidak akan mendatangkan kebangkitan dan kebebasan, justru mendatangkan kehancuran dan kebinasaan. Sebagaimana yang terjadi pasca tragedi revolusi di Tunisia, Yaman, Libya, dan Mesir. Maka rakyat Suriah, seluruhnya termasuk para Mujahidin wajib menolak dan menghentikan intervensi serta tawaran-tawaran Amerika dan para sekutunya, termasuk antek-anteknya di Timur Tengah yang menjadi dalang dari seluruh masalah yang terjadi selama ini.
Sudah saatnya kaum muslimin bersatu dan menghilangkan perbedaan serta terus berjuang menegakkan syari'at Allah SWT di bawah pemerintahan Islam secara totalitas, berdasarkan konstitusi Negara Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan manhaj kenabian. Dengan pertolongan dan izin Allah SWT, melalui kekuatan yang dimiliki para Mujahidin yang ikhlas, pemerintahan Islam di bawah Khilafah Rasyidah akan kembali tegak memberikan kemenangan dan kemuliaan yang sejati bagi seluruh umat Islam dan dunia.
Sebagaimana bisyarah Rasulullah Muhammad SAW dalam hadits riwayat Ahmad (aktualitas.id, 20/02/24),
"Nubuwwah (utusan Allah) ada pada kalian sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian khalifah diatas manhaj nubuwwah sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian kerajaan yang menggigit sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian, kerajaan yang diktator sampai Allah kehendaki, hingga dihilangkan ketika Dia menghendakinya. Kemudian Khalifah di atas Manhaj Nubuwwah. Kemudian beliau diam."
Oleh: Astriani Nur Fatikasari, S.Pd.
(Aktivis Muslimah)