Tintasiyasi.id.com -- Tersangka pelaku penganiayaan DS yang diduga melakukan penganiayaan terhadap mantan pacarnya NK telah dibebaskan oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Magelang dengan mekanisme Restorative Justice, di Aula Kejaksaan Negeri Kabupaten Magelang, pada Senin 2 Desember 2024 (jogja.tribunnews.com/3/12/24).
Restorative Justice adalah upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan tindak pidana ringan, dengan mediasi antara pelaku, korban dan pihak keluarga.
Restorative justice ini keberadaannya menunjukkan kerusakan tatanan kehidupan yang diterapkan ditengah masyarakat.
Muslim hari ini telah kehilangan jatidirinya. Tidak pahamnya kaum Muslim akan tsaqofah Islam menjadikan mereka tidak memiliki keterikatan dengan aturan agamanya. Kondisi ini, tidak lepas dari sistem pendidikan yang diterapkan saat ini.
Kurikulum pendidikan yang diterapkan berkonsep memisahkan agama dari kehidupan, sehingga melahirkan generasi Muslim sekular.
Sekularisme menjadikan kaum Muslim abai terhadap hukum Islam, bahkan tidak peduli dengan aturan yang seharusnya diterapkan dalam kehidupan dan Islam dianggap sebatas mengatur urusan ibadah mahdhah.
Indonesia salah satu negeri Muslim yang menjadikan sistem demokrasi sebagai aturan yang diadopsi dalam menjalankan negara. Wajar jika rakyat berperilaku sesuai kehendak mereka, sebagai perwujudan nilai kebebasan yang dijamin dalam demokrasi yaitu kebebasan berperilaku.
Kebebasan Perilaku ini Gambaran Kerusakan Tengah Umat
Mirisnya ketika terjadi tindakan pelanggaran hukum penerapan sanksi tidak dijalankan dengan tegas. Bahkan sanksi seringkali bersifat transaksional, sehingga permasalahan yang muncul diselesaikan dengan uang.
Muncullah ketidakadilan saat pelaku yang melanggar hukum berasal dari rakyat jelata yang tidak memiliki uang.
Berbeda dengan sistem demokrasi,Islam menawarkan solusi tuntas dan tegas atas setiap permasalahan yang dihadapi manusia.
Sistem Pergaulan Islam
Menetapkan batasan interaksi antara pria dan wanita. Islam melarang interaksi pria dan wanita yang bukan mahram,jika ada hajat,maka harus ada mahram dari pihak perempuan.
Islam melarang bercampur baur antara pria dan wanita di kehidupan umum. Pergaulan yang diperbolehkan seperti aktivitas jual-beli, pendidikan, dan kesehatan.
Untuk memastikan bahwa masyarakat paham adanya aturan ini,negara memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan bagi rakyatnya, yaitu dengan menanamkan aqidah kepada setiap individu rakyat yang dilakukan sejak dini dalam lingkup keluarga dan pendidikan formal di lembaga pendidikan.
Keluarga memiliki peran yang penting dalam penjagaan terhadap keluarganya, dalam rangka mengamalkan perintah Allah untuk menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka sesuai QS At-Tahrim ayat 6.
Masyarakat dalam Islam menjadi kontrol sosial dalam beramar ma’ruf nahi munkar, sehingga masyarakat memiliki kepekaan terhadap kemaksiatan.
Negara sebagai penjaga bagi masyarakat, memastikan masyarakat menjalankan aturan yang telah ditetapkan Allah SWT yang diformalisasikan sebagai aturan yang berlaku dan mengikat seluruh warga negara.
Negara hendaknya memastikan kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah sehingga mencegah terjadinya aktivitas maksiat seperti khalwat maupun ikhtilat.
Islam menetapkan diberlakukannya sanksi yang tegas dan kepada siapa saja yang telah melakukan kemaksiatan, sebagaimana Rasulullah saw pernah bersabda:
"Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya." ( HR Bukhori, Muslim).
Dengan demikian hilang celah bagi siapapun yang melakukan kemaksiatan terbebas dari sanksi,sekecil apapun kemaksiyatan yang dilakukan.
Penerapan sanksi tersebut berfungsi sebagai penebus dosa serta mencegah pelaku lain untuk melakukan kemaksiyatan yang sama. Wallahua'lam bishshawwab.[]
Oleh: Erlis Agustiana
(Aktivis Muslimah)