TintaSiyasi.id -- Pada tahun 2025 yang akan datang, akan dimulai rencana dan rehabilitasi sekolah dengan tujuan agar anak-anak Indonesia bisa bersekolah dengan lebih layak.
Kementerian Pekerjaan Umum (PU), dalam rangka mendukung Asta Citra Pemerintahan Prabowo-Gibran, akan mengucurkan anggaran sebesar 19,5 triliun. Dana tersebut akan disalurkan ke sekolah-sekolah secara langsung dalam bentuk transfer tunai sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh guru, siswa, dan masyarakat setempat. (Antaranews.com, 26/11/2024)
Sehingga bisa dikatakan, di negeri kita Indonesia sedang mengalami darurat gedung sekolah, karena masih begitu banyak bangunan sekolah yang tidak layak huni. Bahkan ada beberapa bangunan yang kondisinya sangat memprihatinkan, mulai dari plafon yang rusak, atap yang hampir roboh, hingga kayu-kayu yang menggantung di atas.
Salah satu penyebab rusaknya bangunan tersebut bisa dimulai dari buruknya perencanaan, usianya yang sudah tua, kemudian bencana alam. Namun, dengan kondisi seperti ini, sekolah-sekolah tersebut masih tetap digunakan dalam proses belajar-mengajar.
Padahal, dalam proses belajar-mengajar, bangunan sekolah termasuk bagian penting dan harus memadai agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar dan nyaman.
Ini menunjukkan bahwa negara kurang peduli terhadap keberlangsungan pendidikan, mulai dari keselamatan siswa, kenyamanan belajar, hingga kegiatan belajar-mengajar. Negara seakan-akan sudah lepas dari tanggung jawabnya.
Selama ini, pemerintah sudah membuat program rehabilitasi atau renovasi bangunan sekolah untuk meningkatkan sarana dan prasarana. Namun, rencana tersebut sampai saat ini belum mampu mengatasi problem gedung yang rusak.
Ini adalah bukti bahwa para penguasa telah abai dalam menjalankan peran utamanya, yaitu sebagai pengurus umat. Namun, hal ini adalah sesuatu yang wajar selama yang diterapkan dalam kehidupan kita masih sistem kapitalisme.
Dalam sistem kapitalisme, urusan kehidupan dan urusan agama harus dipisahkan. Sehingga, akan terbentuklah pemimpin yang tolak ukur kehidupannya adalah manfaat semata, dan kebijakan-kebijakan yang dibuat akan melahirkan kebijakan yang batil dan membawa kesengsaraan dalam kehidupan umat.
Sangat jauh berbeda dengan sistem pendidikan dalam Islam. Untuk menghasilkan generasi yang berkualitas, Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu perkara yang penting, dan negara akan bertanggung jawab sepenuhnya, mulai dari menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas, aman, dan nyaman.
Dengan sistem ekonomi Islam, negara akan mampu membiayai fasilitas pendidikan sehingga akan terwujud bangunan sekolah yang kokoh, aman, dan memadai. Sumber pemasukan negara akan diambil dari Baitul Mal yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fa'i, kharaj, dan kepemilikan umum serta dana zakat. Adapun anggaran untuk pendidikan akan diambil dari fa'i, kharaj, dan kepemilikan umum. Negara akan mendapatkan pemasukan yang berlimpah hanya dari kepemilikan umum yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam, mulai dari lautan, tambang, dan hutan, serta masih banyak lagi.
Dengan adanya fasilitas yang menunjang dalam proses belajar-mengajar, akan mempermudah transfer ilmu antara guru dan murid. Dalam sistem Islam, negara tidak boleh mengambil uang sepeser pun dari rakyatnya untuk kebutuhan pendidikan. Ini semua dapat terwujud ketika sistem Islam diterapkan secara kaffah di tengah-tengah kehidupan kita. Wallahualam bi shawab.
Oleh: Siti Nur Afiah
Pegiat Literasi