Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Lagi-Lagi Fokus pada Kenaikan Pajak

Minggu, 29 Desember 2024 | 14:14 WIB Last Updated 2024-12-29T07:14:30Z

Tintasiyasi.id.com -- Solusi yang selalu diandalkan oleh pemerintah di negeri ini dalam upaya menyelesaikan carut marutnya perekonomian, lagi-lagi hanya fokus pada kenaikan pajak. Padahal, sangat jelas penetapan kenaikan pajak tersebut justru semakin mencekik rakyat yang secara syariat Islam juga menolak tindakan demikian. 

Mengapa Islam menolak praktik penetapan pajak? karena pada dasarnya dalam Islam tidak ada pemungutan pajak yang diberlakukan pada perumahan, kendaraan bahkan makanan. 

Selama Rasulullah Saw menjalankan kenegaraannya, tidak ada satu riwayat pun yang menjelaskan hal demikian. Justru yang ada, ketika praktik pemungutan pajak ini dilakukan dan sampai ke telinga Rasulullah Saw, serta merta Rasul melarangnya, sebagaimana sabdanya :

"Tidak masuk surga pemungut cukai.” (HR Ahmad dan disahihkan oleh Al-Hakim).

Bukankah pada masa Rasulullah Saw ada istilah pajak yang disamakan dalam sebutan "dharibah"? lagi-lagi jika ada seorang muslim yang berusaha mencari pembenaran bahwa Islam juga menerapkan pungutan pajak dengan istilah dharibah adalah kesimpulan yang tidak tepat dan bagian dari kedangkalan berfikir ketika hal itu tetap saja dilakukan. 

Bagaimanapun pungutan pajak yang ditetapkan pada sistem kapitalis hari ini tidak sama dengan dharibah dalam ajaran Islam. Dalam ajaran Islam, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al-Amwal fi Daulati Al-Khilafah dharibah dipungut saat kas negara pada Baitul mal dalam keadaan kosong untuk membiayai kebutuhan yang sifatnya mendesak dan urgen. 

Semisal saat peperangan, bencana alam atau hal yang lainnya sehingga butuh oleh negara untuk segera memberikan sejumlah anggaran. Akan tetapi pungutan ini sifatnya tidak rutin dan hanya ditaklifkan pada orang-orang yang kaya di tengah-tengah masyarakat. 

Sekai lagi, syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw mengajarkan untuk menolak penerapan pajak yang memaksa rakyat untuk membayarkan dengan rutin dan sebagai bagian dari pemasukan kas negara.

Karena Islam telah jelas bagian dan post-post pemasukan negara bukan diambil dari pajak melainkan dari pengelolaan sumber daya alam yang melimpah ruah kemudian dikelola dengan baik sebagaimana harusnya untuk bisa dimanfaatkan oleh negara demi kemaslahatan umat. Bahkan selain itu ada juga dari fa'i, kharaz, jizyah itu semua sebagai pemasukan negara yang sifatnya tetap. 

Maka ketika negeri ini menjadikan kenaikan pajak adalah sebagai jalan keluar dari carut marutnya perekonomian dengan alasan membantu pemasukan negara dan mengurangi utang luar negeri, sekali lagi ada ribuan rakyat yang terzalimi dengan kebijakan yang sangat mencekik ini.

Kita tahu, mulai 1 Januari 2025 sesuai disahkan regulasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% barang-barang yang akan dikenakan PPN 12 persen tersebut antara lain beras premium, daging premium, buah premium, jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan premium, dan pelanggan listrik dengan daya 3500-6600 VA.

Itu semua adalah kebutuhan dasar rakyat, jika negara sudah tak mampu lagi memberikan pelayanan yang terbaik untuk umatnya, masihkah kita berharap pada penerapan aturan yang zalim ini? Mau sampai kapan kezaliman ini terus terjadi?

Bukankah sudah seharusnya umat muslim kembali pada syariat-Nya dengan menjadikan Rasulullah Saw teladan utama dalam menyelesaikan berbagai persoalan umat, hanya dengan Islam saja kezaliman ini insyaallah akan Allah angkat dan digantikan dengan keadilan jika syariat Islam kaffah benar-benar kita amalkan dalam kehidupan. Wallahu'alam Bishshawwab.[]

Oleh: Asma Ridha 
(Praktisi Pendidikan)

Opini

×
Berita Terbaru Update