tintasiyasi.id.com -- Pemerintah telah mengesahkan program jaminan kesehatan nasional (JKN). Namun program ini tidak hanya cuma-cuma diberikan kepada masyarakat, malah muncul saran agar iuran dinaikkan dari sebelumnya.
Berdasarkan perhitungan terbaru iuran BPJS naik hingga 10%, namun itu pun tak cukup karena masih berpotensi menyebabkan defisit dana jaminan social. Jika di kaji hal ini disebabkan karena beban jaminan kesehatan yang lebih tinggi dari penerimanya.
Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan Rizzky Anugrah menjelaskan " Jika berkaca dari kondisi rasio, klaim tahun 2024 yang sudah mencapai 109,62%, seperti nya kenaikan iuran sebesar 10% tidak mencukupi guna menutupi kebutuhan biaya layanan kesehatan dan berpotensi akan terjadi defisit hingga gagal bayar" kata Rizzky kepada Bisnis, Jum'at (6/12/2024).
Ironisnya kenaikan iuran tersebut tidak ideal dengan ketersediaan dokter dan nakes yang ada. Di Kalimantan Tengah (Kalteng) misalnya terdata jumlah penduduk nya sekitar 2,7 juta jiwa sehingga memerlukan 2,700 dokter, namun faktanya saat ini dokter yang ada hanya 800 orang. Tentu jumlah ini masih sangat sedikit, jika dibandingkan dengan rasio yang baru, setiap seribu penduduk memerlukan satu orang dokter.
Pada dasarnya kesehatan adalah hak fundamental setiap manusia oleh karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan dan jaminan terhadap kesehatan.
Di dalam undang-undang pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia (HAM). Di Indonesia hal ini sudah jelas tercantum dalam UUD 1945, yaitu pasal 28 H dan pasal 34 ayat (3) , yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan dan negara wajib menyediakan nya.
Namun faktanya ini hanya sebuah kalimat yang tidak dapat di pertanggung jawabkan datanya secara nyata. Pengabaian hak atas kesehatan masyarakat berupa pengingkaran terhadap perlindungan dan penyediaan pelayanan kesehatan masyarakat yang layak dan memadai merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.
Kesehatan berkaitan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Untuk memenuhi hak atas kesehatan, pemerintah wajib menyediakan sarana dan fasilitas kesehatan yang layak serta mudah untuk diakses oleh masyarakat.
Inilah sistem kapitalis, apapun bidangnya sudut pandangnya adalah tetap bisnis menjadikan watak pelakunya rakus dan tamak . Tidak terkecuali dalam bidang kesehatan. Sejak kemunculan nya kesemrawutan BPJS kesehatan tidak pernah hilang. Mulai dari ruwet nya administrasi, ribetnya prosedur pelayanan, hingga terlantar nya pasien lantaran di tolak rumah sakit, termasuk masalah yang sering timbul.
Peristiwa ini seolah sudah menjadi pemandangan umum di rumah sakit milik pemerintah, padahal masyarakat berharap banyak dengan sejumlah premi yang dibayarkan tiap bulan.
Semua ini akibat menggunakan paradigma kapitalisme. Di dalam sistem kapitalisme kesehatan adalah bisnis yang sangat menjanjikan sebab kesehatan adalah kebutuhan dasar bagi setiap individu jadi peluang profit nya sangat menguntungkan. Sehingga menjadikan mereka sesuka hati dalam menentukan kebijakan demi meraih keuntungan yang sebesar - besarnya.
Lain halnya dengan paradigma dalam Islam. Dalam Islam kesehatan adalah kebutuhan asasi masyarakat yang tidak boleh dikapitalisasi atau dijadikan ladang bisnis. Sebab negara adalah penyelenggara dan penanggung jawab dalam menyediakan sistem, layanan dan fasilitas kesehatan. Tidak ada pungutan dalam pemenuhan kebutuhan ini, bahkan negara harus memberikan nya secara gratis kepada seluruh lapisan masyarakat.
Sungguh hal ini sejatinya telah sesuai dengan undang-undang dan pasal yang telah tertera di atas, namun karena saat ini masih dalam sistem kapitalis sehingga penerapan nya tidak sesuai dengan kenyataan.
Saatnya kita kembali ke dalam sistem Islam,sebab hanya sistem Islam yang mampu memenuhi hak - hak semua manusia dan hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan dalam segala lapisan kebutuhan hajat hidup manusia sehingga tercipta Islam Rahmatan Lil’alamin.
Wallahu a'lam Bishshowwab.[]
Oleh: Nur Afrida
(Aktivis Muslimah)