Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kejar Pajak, Negara Pemalak Rakyat?

Senin, 30 Desember 2024 | 07:50 WIB Last Updated 2024-12-30T00:50:55Z
TintaSiyasi.id -- Bicara soal pajak saat ini maka tidak akan lepas dari fungsinya sebagai sumber pembiayaan pengeluaran negara. Di Indonesia sendiri, pajak merupakan kontribusi yang harus dilaksanakan oleh masyarakat untuk negara, namun bersifat memaksa.

Belakangan, perbincangan soal pajak makin menyeruak. Belum usai pro dan kontra wacana kenaikan PPN sebanyak 1%, dari 11% menjadi 12%, kini pemerintah membuat kebijakan baru terkait program door to door atau program jemput bola yang dilakukan untuk menagih tunggakan pajak yang dilakukan oleh penunggak pajak kendaraan. Dengan kata lain, para penunggak pajak kendaraan akan dikejar ke rumah.

Dilansir oleh DutaTV.com (08/11/2024), para penunggak pajak kendaraan bakal diburu Tim Pembina Samsat hingga ke rumah. Langkah ini ditempuh untuk mengingatkan pemilik kendaraan agar menunaikan kewajibannya membayar pajak. Hal ini bukan tanpa alasan, menurut catatan Korlantas Polri terdapat 165 juta kendaraan terdaftar, sementara yang memperpanjang STNK lima tahunan tak sampai setengahnya atau sekitar 69 juta unit. Sedangkan 96 juta unit kendaraan pajaknya tak dibayarkan.

Ini tentu menjadi masalah bagi negara. Namun, apakah kebijakan yang ditempuh pemerintah terkait pajak terhadap rakyat ini sudah tepat? Sebab tak bisa dipungkiri, beban rakyat tanpa pajak saja sudah berat, terlebih harus ditambah oleh pajak yang semakin memberatkan.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) secara resmi memperpanjang fasilitas tax holiday hingga 31 Desember 2025 yang bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi asing ke Indonesia di tengah penerapan pajak minimum global 15 persen oleh berbagai negara. Hal tersebut sebagaimana dilansir oleh situs resmi Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (04/11/2024).

Negara Pemeras, Rakyat Tertindas

Jika melihat fakta di atas, kebijakan pengejaran pajak pada rakyat dan adanya kebijakan tax holiday menunjukkan perlakuan yang berbeda dari pemerintah terhadap rakyat biasa dengan pengusaha. Padahal, rakyat hidup susah dengan berbagai potongan pajak yang ada, sementara pengusaha justru banyak mendapat keringanan dari sisi pajak.

Mirisnya lagi, pajak yang seharusnya menjadi modal utama pemasukan negara untuk biaya pembangunan nyatanya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nasib rakyat. Kasus korupsi manipulasi pajak seolah tak ada habisnya, baik di tingkat daerah maupun pusat. Tempo.co (9/12/2024), dalam laman beritanya melansir bahwa selama lima tahun terakhir ini KPK menangani 597 perkara tindak pidana korupsi.

Bagaimanapun, masalah-masalah yang ada saat ini merupakan sebuah keniscayaan dalam negara dengan sistem kapitalis sekuler, sistem yang sengaja memisahkan kehidupan dari aturan agama. Hal ini seharusnya tidak bisa dinormalisasi, mengingat mayoritas masyarakat negeri ini adalah muslim terbesar di dunia.

Para penguasa negeri ini tak menghendaki Islam menjadi asas negara, dan lebih memilih kapitalisme, sekulerisme, dan liberalisme menjadi acuan bernegara. Alhasil, semua aspek kehidupan di negeri ini banyak yang bertentangan dengan syariat Islam. Salah satunya terkait sumber keuangan negara. Sistem kapitalisme menjadikan pajak sebagai pendapatan pokoknya.

Di saat kehidupan masyarakat serba sulit, biaya pendidikan dan kesehatan mahal, tingginya angka pengangguran, dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan, negara terus menindas rakyatnya dengan pajak-pajak yang mencekik. Faktanya, jangankan membayar pajak kendaraan, untuk makan sehari-hari saja rakyat harus berjuang mati-matian.

Padahal, di sisi lain, negeri ini adalah negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Sayangnya, kekayaan tersebut tidak dimanfaatkan sebagai sumber pemasukan negara. Yang ada, negara justru memprivatisasi SDA dan menyerahkannya kepada kapitalis asing dan swasta. Tak heran, mereka bisa berkuasa sepenuhnya terhadap kekayaan yang ada di negeri ini.

Umat Harus Sadar, Islam Sebagai Solusi

Umat sudah selayaknya sadar bahwa pajak yang harus mereka bayar sejatinya hanya menambah beban kehidupan. Selain itu, pemberlakuan pajak pada seluruh warga negara juga bertentangan dengan syariat Islam. Umat harus disadarkan dan dipahamkan bahwa Islam yang mereka anggap hanya sekadar agama individu justru merupakan sebuah ideologi yang memiliki aturan sempurna dan paripurna untuk mengatur seluruh urusan manusia.

Untuk keluar dari beban yang ada dalam sistem kapitalis ini tak lain adalah dengan menggantikannya dengan sistem yang berasal dari Sang Pencipta, yakni sistem Islam. Islam kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah merupakan satu-satunya solusi yang mampu menyelesaikan problematika umat, baik dalam aspek pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan, dan lainnya.

Berbeda dengan negara kapitalis yang mewajibkan pajak kepada setiap rakyatnya, negara Islam atau Khilafah memiliki sumber keuangan yang kuat lagi mandiri. Khilafah memiliki lembaga pengelola keuangan negara yang akan mengelola kas sesuai hukum syara'. Lembaga tersebut adalah baitul maal.

Sumber kas dalam negara Khilafah berasal dari tiga pos, yakni:

1. Pos kepemilikan negara: (seperti ghanimah, usyur, kharaj, jizyah, dan sejenisnya). Alokasi pos ini diperuntukkan untuk membiayai dakwah, jihad, pembangunan infrastruktur negara, kesejahteraan pegawai negara, dan sejenisnya.


2. Pos kepemilikan umum, yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh negara. Hasilnya dikembalikan untuk dinikmati oleh rakyat sebagaimana aturan syariat Islam. Bentuknya bisa berupa jaminan langsung (seperti subsidi) atau tidak langsung untuk kebutuhan dasar (seperti kesehatan, keamanan, dan pendidikan).


3. Pos zakat, baik zakat fitrah, zakat mal, sedekah, infak, maupun wakaf kaum muslim. Pos ini diperuntukkan kepada mereka yang berhak menerima sebagaimana telah ditentukan oleh syariat Islam.



Adapun pajak dalam Islam diberlakukan hanya untuk mengatasi masalah krisis saja (bersifat sementara). Namun, hal ini sangat jarang terjadi mengingat kuatnya sumber keuangan Daulah. Kalaupun terjadi, pajak hanya akan diberlakukan kepada para aghniya (orang kaya), bukan diwajibkan atas seluruh rakyat.

Demikianlah mekanisme sistem Khilafah untuk memberikan kesejahteraan rakyatnya tanpa memungut pajak yang diwajibkan atas warga negaranya. Dengan begitu, rakyat aman dan sejahtera bukanlah sekadar harapan, melainkan sebuah keniscayaan dalam Daulah Khilafah. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I
Pemerhati Sosial dan Media

Opini

×
Berita Terbaru Update