“Haram hukumnya bagi driver ojek online (ojol) Muslim
–sekali lagi driver-nya Muslim– untuk mengantarkan makanan dan minuman
haram ke pelanggan, misalnya khamar (minuman keras), babi, darah, bangkai, dan
sebagainya. Termasuk juga dalam hal ini adalah pekerjaan driver ojol Muslim
itu mengantar paket hadiah Natal antara sesama pelanggan Nasrani,” tegas Kiai
Shiddiq di laman www.shiddiqaljawi.com,
Selasa (24/12/2024)
Ada 3 (tiga) alasan/sebab keharaman bagi Muslim yang menjadi driver
ojol untuk melakukan penghantaran tersebut, yaitu sebagai berikut:
Pertama, pekerjaan driver ojol Muslim mengantarkan makanan dan minuman
yang haram kepada pelanggan tersebut, merupakan pertolongan (bantuan) dari
seorang Muslim kepada pelanggan itu untuk melakukan perbuatan yang haram. “Padahal
Allah Swt. sudah melarang seorang Muslim untuk memberi pertolongan kepada orang
lain untuk berbuat dosa atau atau melakukan permusuhan, sesuai firman Allah Swt.:
وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan. (QS
Al-Mā`idah: 2)
Kaidah Fikih –yang di-istinbāth (digali) dari ayat
tersebut oleh Imam Ibnu Taimiyah (w. 728/1328)– menyebutkan:
اَلْإِعَانَةُ عَلىَ الْحَرَامِ حَرَامٌ
Al-I’ānatu ‘alā al-harāmi harām[un]. Artinya, “Memberi pertolongan untuk
melakukan perbuatan yang haram, hukumnya haram.” (Ibnu Taimiyah, Al-Fatāwā
Al-Kubrā, Juz VI, hlm. 313).
Kedua, pekerjaan driver Muslim itu sendiri, yaitu mengantarkan makanan
dan minuman haram ke pelanggan, merupakan pekerjaan yang haram ditinjau dari
segi objek akad (al-ma’qūd ‘alayhi) dalam akad ijarah (bekerja dengan
upah) itu sendiri, terlepas dari pelanggannya, apakah pelanggan itu Muslim
maupun non-Muslim.
“Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani, seorang Muslim, sekali
seorang Muslim, yang bekerja mengantarkan babi sebagai makanan yang haram
dimakan, atau mengantarkan khamar sebagai minuman yang haram diminum, berarti
sudah melakukan pekerjaan yang haram bagi seorang Muslim,” nukilnya dari kitab
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām Al-Iqtishādi fī Al-Islām, hlm. 93.
Ia menerangkan, Imam Taqiyuddin An-Nabhani (w. 1398/1977)
menyebutkan kaidah Fikih:
لاَ تَجُوْزُ إِجَارَةُ اْلأَجِيْرِ فِيْماَ مَنْفَعَتُهُ مُحَرَّمَةٌ
Lā tajūzū ijārat al-ajīr fīmā manfa’atuhu muharramah. Artinya: “Tidak boleh melakukan akad
ijarah [bekerja dengan upah] dengan seorang pekerja pada segala manfaat/jasa
yang telah diharamkan. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām Al-Iqtishādi fī
Al-Islām, hlm. 93).
Kaidah Fikih dengan makna yang sama, lanjutnya, sudah pernah
juga dikemukan sebelumnya oleh Imam Al-Sarakhsī (w. 483/1090) penulis kitab Fikih
Al-Mabsūth dengan redaksi:
اَلْإِسْتِئْجاَرُ عَلىَ الْمَعْصِيَةِ لاَ تَجُوْزُ
Al-isti`jār alā’ al-ma’shiyati lā tajūzu. Artinya: “Mempekerjakan pekerja
untuk melakukan perbuatan maksiat, tidak boleh.” (Imam Al-Sarakhsī, Al-Mabsūth,
Juz XV, hlm. 43).
Lanjut dikatakan, Imam Nawawi (w. 676/1277) dalam kitabnya Al-Muhadzdzab,
juga pernah mengemukakan kaidah Fikih yang semakna dengan redaksi:
لاَ تَجْوْزُ اْلإِجَارَةُ عَلىَ الْمَنَافِعِ الْمُحَرَّمَةِ
Lā tajūzu al-ijāratu ‘alā al-manāfi’ al-muharramah. Artinya: “Tidak boleh akad ijarah
pada segala bentuk manfaat [jasa] yang diharamkan syariat.” (Imam Nawawi, Al-Majmū’
Syarah Al-Muhadzdzab, Juz XV, hlm. 251).
Ketiga, pekerjaan driver ojol tersebut adalah perantaraan (al-wasīlah)
yang akan membawa kepada yang haram, yaitu perbuatan pelanggan untuk memakan
makanan atau minuman yang haram. Padahal segala sesuatu yang menjadi
perantaraan (al-wasīlah) kepada yang haram, hukumnya juga haram, sesuai
kaidah Fikih:
اَلْوَسِيْلَةُ إِلىَ الْحَرَامِ حَرَامٌ
Al-wasīlatu ilā al-harāmi harām[un], yang artinya : “Segala perantaraan (al-wasīlah)
kepada yang haram, hukumnya haram juga.” (Muhammad Shidqi Al-Burnu, Mausū’ah
Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah, Juz VIII, hlm. 775).
“Kesimpulannya, berdasarkan 3 (tiga) alasan di atas, jelaslah
bahwa haram hukumnya bagi driver ojol Muslim (sekali lagi driver-nya
Muslim) untuk mengantarkan makanan dan minuman haram ke pelanggan, seperti khamar
(minuman keras), babi, bangkai, darah, dan sebagainya, baik pelanggannya Muslim
maupun non-Muslim (kafir), seperti orang Nasrani, Yahudi, dan sebagainya.
Termasuk dalam hal ini haram juga pekerjaan driver ojol Muslim tersebut
mengantar paket Natal antara sesama pelanggan yang beragama Kristen (Nasrani),”
bebernya menyimpulkan.
Adapun pertanyaan kedua, “Bagaimana hukumnya pendapatan driver
ojol itu jika memang sudah terlanjur menerima orderannya, karena tidak bisa
ditolak oleh sistem (sistem ojol), maka jawabannya adalah pendapatan dari
orderan tersebut hukumnya tetap haram.”
“Jika sudah terlanjur masuk ke rekening, maka kira-kirakan
saja berapa rupiah pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan orderan itu, lalu
infakkan uang itu kepada orang lain, misalnya kepada kaum fakir dan miskin.
Namun jangan diberikan secara terbuka dengan niat sedekah, karena Allah Swt.
tidak menerima sedekah dari harta yang haram. Jadi niatnya bukan niat
bersedekah, melainkan niat membersihkan diri dari harta haram. Dan berikanlah
secara diam-diam, karena uang haram itu aib. Misalnya masukkan uangnya ke dalam
amplop dan masukkan amplop itu ke celah pintu rumah bagian bawah, tanpa
diketahui si pemilik rumah. Wallahu a’lam.[] Rere