Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hukum Mengantarkan Orderan Barang yang Diketahui Paket Natal Antara Sesama Nasrani

Rabu, 25 Desember 2024 | 10:28 WIB Last Updated 2024-12-25T03:28:06Z

Tintasiyasi.ID -- Menjawab pertanyaan tentang hukum mengantarkan orderan antar barang yang diketahui barang itu adalah paket yang berisi hadiah untuk merayakan Hari Natal di antara sesama Nasrani, dan bagaimana hukum dari pendapatan itu jika memang sudah terlanjur menerima orderan tersebut, karena tidak bisa ditolak oleh sistem (sistem ojol), maka Ahli Fikih Islam K.H. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si. tegas menjawab bahwa hukumnya haram dan pendapatan dari pekerjaan tersebut juga haram.

 

“Haram hukumnya bagi driver ojek online (ojol) Muslim –sekali lagi driver-nya Muslim– untuk mengantarkan makanan dan minuman haram ke pelanggan, misalnya khamar (minuman keras), babi, darah, bangkai, dan sebagainya. Termasuk juga dalam hal ini adalah pekerjaan driver ojol Muslim itu mengantar paket hadiah Natal antara sesama pelanggan Nasrani,” tegas Kiai Shiddiq di laman www.shiddiqaljawi.com, Selasa (24/12/2024)

 

Ada 3 (tiga) alasan/sebab keharaman bagi Muslim yang menjadi driver ojol untuk melakukan penghantaran tersebut, yaitu sebagai berikut:

 

Pertama, pekerjaan driver ojol Muslim mengantarkan makanan dan minuman yang haram kepada pelanggan tersebut, merupakan pertolongan (bantuan) dari seorang Muslim kepada pelanggan itu untuk melakukan perbuatan yang haram. “Padahal Allah Swt. sudah melarang seorang Muslim untuk memberi pertolongan kepada orang lain untuk berbuat dosa atau atau melakukan permusuhan, sesuai firman Allah Swt.:

 

وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

 

Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. (QS Al-Mā`idah: 2)

 

Kaidah Fikih –yang di-istinbāth (digali) dari ayat tersebut oleh Imam Ibnu Taimiyah (w. 728/1328)– menyebutkan:

 

اَلْإِعَانَةُ عَلىَ الْحَرَامِ حَرَامٌ

 

Al-I’ānatu ‘alā al-harāmi harām[un]. Artinya, “Memberi pertolongan untuk melakukan perbuatan yang haram, hukumnya haram.” (Ibnu Taimiyah, Al-Fatāwā Al-Kubrā, Juz VI, hlm. 313).

 

Kedua, pekerjaan driver Muslim itu sendiri, yaitu mengantarkan makanan dan minuman haram ke pelanggan, merupakan pekerjaan yang haram ditinjau dari segi objek akad (al-ma’qūd ‘alayhi) dalam akad ijarah (bekerja dengan upah) itu sendiri, terlepas dari pelanggannya, apakah pelanggan itu Muslim maupun non-Muslim.

 

“Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani, seorang Muslim, sekali seorang Muslim, yang bekerja mengantarkan babi sebagai makanan yang haram dimakan, atau mengantarkan khamar sebagai minuman yang haram diminum, berarti sudah melakukan pekerjaan yang haram bagi seorang Muslim,” nukilnya dari kitab Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām Al-Iqtishādi fī Al-Islām, hlm. 93.

 

Ia menerangkan, Imam Taqiyuddin An-Nabhani (w. 1398/1977) menyebutkan kaidah Fikih:

 

لاَ تَجُوْزُ إِجَارَةُ اْلأَجِيْرِ فِيْماَ مَنْفَعَتُهُ مُحَرَّمَةٌ

 

Lā tajūzū ijārat al-ajīr fīmā manfa’atuhu muharramah. Artinya: “Tidak boleh melakukan akad ijarah [bekerja dengan upah] dengan seorang pekerja pada segala manfaat/jasa yang telah diharamkan. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām Al-Iqtishādi fī Al-Islām, hlm. 93).

 

Kaidah Fikih dengan makna yang sama, lanjutnya, sudah pernah juga dikemukan sebelumnya oleh Imam Al-Sarakhsī (w. 483/1090) penulis kitab Fikih Al-Mabsūth dengan redaksi:

 

اَلْإِسْتِئْجاَرُ عَلىَ الْمَعْصِيَةِ لاَ تَجُوْزُ

 

Al-isti`jār alā’ al-ma’shiyati lā tajūzu. Artinya: “Mempekerjakan pekerja untuk melakukan perbuatan maksiat, tidak boleh.” (Imam Al-Sarakhsī, Al-Mabsūth, Juz XV, hlm. 43).

 

Lanjut dikatakan, Imam Nawawi (w. 676/1277) dalam kitabnya Al-Muhadzdzab, juga pernah mengemukakan kaidah Fikih yang semakna dengan redaksi:

 

لاَ تَجْوْزُ اْلإِجَارَةُ عَلىَ الْمَنَافِعِ الْمُحَرَّمَةِ

 

Lā tajūzu al-ijāratu ‘alā al-manāfi’ al-muharramah. Artinya: “Tidak boleh akad ijarah pada segala bentuk manfaat [jasa] yang diharamkan syariat.” (Imam Nawawi, Al-Majmū’ Syarah Al-Muhadzdzab, Juz XV, hlm. 251).

 

Ketiga, pekerjaan driver ojol tersebut adalah perantaraan (al-wasīlah) yang akan membawa kepada yang haram, yaitu perbuatan pelanggan untuk memakan makanan atau minuman yang haram. Padahal segala sesuatu yang menjadi perantaraan (al-wasīlah) kepada yang haram, hukumnya juga haram, sesuai kaidah Fikih:

 

اَلْوَسِيْلَةُ إِلىَ الْحَرَامِ حَرَامٌ

 

Al-wasīlatu ilā al-harāmi harām[un], yang artinya : “Segala perantaraan (al-wasīlah) kepada yang haram, hukumnya haram juga.” (Muhammad Shidqi Al-Burnu, Mausū’ah Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah, Juz VIII, hlm. 775).

 

“Kesimpulannya, berdasarkan 3 (tiga) alasan di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi driver ojol Muslim (sekali lagi driver-nya Muslim) untuk mengantarkan makanan dan minuman haram ke pelanggan, seperti khamar (minuman keras), babi, bangkai, darah, dan sebagainya, baik pelanggannya Muslim maupun non-Muslim (kafir), seperti orang Nasrani, Yahudi, dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini haram juga pekerjaan driver ojol Muslim tersebut mengantar paket Natal antara sesama pelanggan yang beragama Kristen (Nasrani),” bebernya menyimpulkan.

 

Adapun pertanyaan kedua, “Bagaimana hukumnya pendapatan driver ojol itu jika memang sudah terlanjur menerima orderannya, karena tidak bisa ditolak oleh sistem (sistem ojol), maka jawabannya adalah pendapatan dari orderan tersebut hukumnya tetap haram.”

 

“Jika sudah terlanjur masuk ke rekening, maka kira-kirakan saja berapa rupiah pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan orderan itu, lalu infakkan uang itu kepada orang lain, misalnya kepada kaum fakir dan miskin. Namun jangan diberikan secara terbuka dengan niat sedekah, karena Allah Swt. tidak menerima sedekah dari harta yang haram. Jadi niatnya bukan niat bersedekah, melainkan niat membersihkan diri dari harta haram. Dan berikanlah secara diam-diam, karena uang haram itu aib. Misalnya masukkan uangnya ke dalam amplop dan masukkan amplop itu ke celah pintu rumah bagian bawah, tanpa diketahui si pemilik rumah. Wallahu a’lam.[] Rere

 

 

Opini

×
Berita Terbaru Update