Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hujan, Berkah atau Musibah?

Senin, 23 Desember 2024 | 04:00 WIB Last Updated 2024-12-22T21:00:29Z

TintaSiyasi.id -- Saya tidak sependapat dengan narasi yang mengatakan bahwa hujan merupakan salah satu sumber penyebab terjadinya bencana banjir. Memang benar, curah hujan yang tinggi kerap kali menjadi kambing hitam. Sebagaimana yang dialami ratusan warga Sukabumi yang rumahnya luluh lantah diterjang banjir, usai meluapnya Sungai Cimandiri, di Kampung Mariuk, Desa Cidadap. 

Namun bukankah seharusnya hujan yang Allah turunkan merupakan berkah bagi seluruh makhluk di muka bumi? Sebagaimana tercantum dalam TQS. Qaf ayat 9, "Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pepohonan yang rindang dan biji-biji yang dapat dipanen". Ayat ini menjelaskan bahwa air hujan yang Allah turunkan ke muka bumi ini, akan membawa manfaat bagi kehidupan umat manusia. 

Dan sudah menjadi hukum alam, air akan selalu mengalir dari tempat tinggi menuju tempat yang lebih rendah. Bahkan sejak jaman nabi Adam hingga detik ini air hujan akan selalu mengalir ke dataran rendah. Artinya yang harus dilakukan adalah mengelola air tersebut sehingga tidak menimbulkan bencana.

Fenomena banjir yang kerap terjadi berulang kali menunjukkan kegagalan pemangku kebijakan dalam merencanakan tata kelola ruang. Seharusnya, pemangku kebijakan memperhatikan Analisis dampak lingkungan atau sering disebut (AMDAL) dalam pengelolaan tata ruang. Sehingga akan tercipta keseimbangan ekologis. Dataran tinggi harus difungsikan sebagai daerah resapan air, sehingga curah hujan akan terserap dan tidak membanjiri dataran rendah. Daerah sekitar aliran sungai harus bersih dari pemukiman, karena salah satu fungsinya adalah sebagai pengendali banjir, erosi, dan sedimentasi.

Jelas sudah bahwa bencana yang terjadi saat ini tidak semata-mata terjadi karena faktor alam, melainkan karena ulah tangan manusia. Kerusakan lingkungan yang terjadi menyebabkan daerah resapan air berkurang, sehingga curah hujan yang turun tidak mampu diserap oleh alam. Bantaran sungai dan daerah persawahan, berubah menjadi kawasan padat penduduk yang rawan tergenang banjir. 

Ketamakan para pemangku kebijakan dalam mengelola alam, telah menimbulkan kerusakan alam dan mengundang bencana. Hal ini merupakan keniscayaan dalam sistem kapitalisme sekuler. Di mana mengumpulkan materi merupakan tujuan hidup para pengembannya dengan menghalalkan segala cara, termasuk merusak alam.

Sudah saatnya manusia bermuhasabah diri, bertobat dan kembali pada Islam sebagai satu-satunya aturan hidup yang mampu membawa rahmat bagi seluruh alam. Hanya Islam yang mampu mengelola semua sumber alam termasuk air dan mengelolanya untuk sebaik-baiknya kemakmuran bagi seluruh alam. Serta menjaga keseimbangan alam dan memperbaiki semua kerusakan yang terjadi di muka bumi. Wallahu a'lam bishshawab. []


Vini Setiyawati
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update