Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Euforia Revolusi Suriah Sesungguhnya Dikendalikan oleh Amerika

Sabtu, 21 Desember 2024 | 11:20 WIB Last Updated 2024-12-21T04:21:09Z
TintaSiyasi.id -- Merespons euforia revolusi di Suriah, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Ahmad Sastra, mengatakan, sesungguhnya peristiwa ini dikendalikan oleh Turki dan Amerika Serikat (AS) dengan tujuan mendorong solusi politik baru di Suriah.

"Di tengah euforia revolusi Suriah, ada hal penting bahwa sesungguhnya peristiwa ini dikendalikan oleh Turki dan AS dengan tujuan mendorong solusi politik baru di Suriah," ungkapnya dalam keterangan yang diterima TintaSiyasi, Kamis (19/12/2024).

Ia menduga, kemungkinan besar, Amerika dan Turki menginginkan pembentukan sistem pemerintahan koalisi di Suriah dengan beberapa wilayah memiliki otonomi khusus, seperti model Kurdistan Irak. Inilah mengapa, revolusi itu nampak begitu mudah dalam waktu yang sangat singkat.

Kemudian, ia menjelaskan bahwa rakyat Suriah yang telah lama menderita akibat rezim Assad turut bergabung, melampaui batas-batas zona yang direncanakan hingga akhirnya mencapai Damaskus. Tentara Suriah, yang juga tidak puas dengan Assad, menunjukkan perlawanan minimal, menyebabkan rentetan kekalahan rezim dalam waktu singkat.

"Iran dan Rusia, keduanya terkejut dengan perkembangan ini. Rusia memperkuat keamanan di pangkalan militer mereka di Khmeimim dan Tartus, sementara Iran berupaya mendamaikan situasi dengan Turki melalui jalur diplomasi. Sedangkun Turki, sambungnya, awalnya menginginkan penyelesaian politik dengan Assad, tetapi karena Assad terus menunda, Turki menggerakkan faksi-faksi oposisi dengan persetujuan Amerika Serikat," terangnya.

Amerika mendukung proses politik yang akan menghasilkan solusi damai sesuai Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254. Sementara itu, Zionis mengawasi perkembangan ini dengan cermat, terutama terkait potensi peningkatan pengaruh Iran di Suriah. Dengan demikian, revolusi Suriah yang menumbangkan rezim bengis Assad sesungguhnya telah didesain oleh Turki dan Amerika. Mudah ditebak, bahwa pemerintah yang akan berdiri pasca revolusi adalah pemerintah sekuler yang pro Amerika.

Oleh karenanya, apa yang terjadi dan sedang terjadi di Suriah saat ini, dalam hal pertumpahan darah, rumah-rumah yang dibongkar, dan keluarga-keluarga yang mengungsi, merupakan suatu hal yang menyakitkan, apalagi sejak adanya solusi politik dan fase baru yang tidak jauh dari solusi sekuler.

Solusi Khilafah

Ia menjelaskan, sistem sipil yang ada di negara-negara Muslim setelah orang-orang kafir kolonialis dan agen-agen mereka mampu menghilangkan sistem pemerintahan dalam Islam (khilafah) seratus tahun yang lalu. Kemudian bangsa-bangsa bertengkar karena Muslim hari ini seperti para pemakan yang bertengkar karena mangkuknya, namun bangsa ini akan kembali dengan penuh kasih sayang dan kemurahan hati seperti semula, dan khilafah akan kembali.

"Tetapi sunah Allah menghendaki agar para malaikat dari surga tidak turun ke atas kita dan mendirikan kekhalifahan bagi kita ketika kita sedang duduk, melainkan di tangan orang-orang yang beriman kepada Tuhannya dan memberi mereka petunjuk. Dan kami tidak merindukan orang-orang seperti itu, baik mereka yang berada di tentara atau di oposisi," paparnya.

Sekalipun jumlah mereka sedikit terutama karena mereka yang telah mengikuti peristiwa tersebut selama sepuluh hari melihat bahwa para penentang rezim bukanlah satu-satunya yang memulai konfrontasi dengan rezim ini, seperti para pengikut Türkiye dan Amerika berada di balik pencapaian tersebut.

Ia menegaskan, oleh sebab itu, bagi umat Islam, seruan untuk menegakkan khilafah Islam adalah sebuah keharusan dan harus terus digaungkan. Di tengah euforia, harus tetap ada momentum seruan agar di Suriah tegak khilafah Islam, bukan negara sekuler yang dikendalikan oleh Amerika. Syarat tegaknya khilafah adalah saat menerapkan Islam secara kaffah dan keamanan negara di tengah kaum muslimin.

Sehingga, umat Islam harus terus berjuang untuk menggagalkan solusi sekuler ini dan menegakkan kembali pemerintahan Islam. Umat Islam harus yakin akan firman Alah Swt dalam surah As-Saff ayat 13 yang artinya, "Pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang beriman.

"Berkaca dari sejarah, penaklukan Suriah oleh Muslim terjadi pada paruh pertama abad ke-7, di mana wilayah ini sudah dikenal sebelumnya dengan nama lain seperti Bilad al-Sham, Levant, atau Suriah Raya. Sebenarnya pasukan Islam sudah berada di perbatasan selatan beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad meninggal dunia tahun 632 M, seperti terjadinya Pertempuran Mu'tah pada tahun 629 M, akan tetapi penaklukan sesungguhnya baru dimulai pada tahun 634 M di bawah perintah Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, dengan Khalid bin Walid sebagai panglima utamanya," paparnya.

Ia menambahkan, wilayah pertama yang berhasil ditaklukkan adalah Damaskus pada tahun 635 M, dan Yerusalem pada tahun 637 M. dipimpin oleh panglima Khalid bin Walid pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Pada saat menyerahnya Damaskus ke tangan Islam, penduduk dijamin keamanannya (harta, nyawa, bahkan gereja) dengan syarat mereka mau membayar upeti atau jizyah.

"Khalifah Umar membagi Suriah menjadi 4 distrik besar yaitu Damaskus, Hims, Yordania, dan Palestina (kemudian ditambah lagi distrik Qinnasrin). Ia juga memerintahkan kepada seluruh tentara Islam agar tetap tinggal dalam barak-barak militer, sehingga kehidupan masyarakat lokal tidak terganggu dan tetap berjalan seperti biasa," terangnya.

Kemudian, banyak suku-suku Arab yang sudah lama menetap di Suriah akhirnya beralih ke Islam dan juga suku Ghassan. Khalifah juga menerapkan toleransi beragama sehingga memberi citra positif bagi pemeluk agama Kristen Nestorian, Kristen Jacobite dan Yahudi di mana pada masa kekuasaan Romawi mereka dianiaya.

Hal inilah yang dianggap sebagai hal terpenting dari suksesnya pemerintah Islam menata wilayah mereka disamping pemerintah juga menghindari pemungutan jizyah secara berlebihan apalagi disertai pemaksaan. Zakat dikenakan kepada petani hanya sesuai dengan hasil panennya, jizyah diambil dari penduduk yang masih kafir sebagai imbalan atas jaminan perlindungan pemerintah dan pembebasan dari wajib militer.

"Semoga revolusi Suriah saat ini memicu kaum muslimin di dunia untuk bersatu menegakkan khilafah yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah dan memiliki kemandirian, tanpa harus mengemis dan meminta bantuan dari negara-negara kafir penjajah," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update