Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Eksploitasi Pelajar di Balik Program PKL

Senin, 30 Desember 2024 | 13:37 WIB Last Updated 2024-12-30T06:37:16Z

TintaSiyasi.id -- Siapa sangka, program magang yang seharusnya menjadi jembatan emas bagi pelajar untuk memasuki dunia kerja, justru menjadi pintu masuk eksploitasi? Bayangkan, para siswa SMK dan mahasiswa yang berniat mendapatkan pengalaman bekerja untuk meningkatkan kompetensi mereka, malah terjebak dalam lingkaran setan beban kerja berlebihan, tanpa upah, dan tanpa jaminan keselamatan kerja maupun kesehatan. Inilah kenyataan pahit yang dialami ribuan pelajar di Indonesia saat ini.

Program magang atau Program Praktik Kerja Lapangan (PKL), yang dirancang sebagai sarana untuk menghubungkan dunia pendidikan dengan industri, telah disalahgunakan oleh sebagian perusahaan. Dalam mengejar keuntungan maksimal, perusahaan-perusahaan ini mengeksploitasi tenaga kerja murah dari para pelajar. Beban kerja yang melebihi batas, jam kerja yang tidak manusiawi, bahkan tanpa adanya jaminan sosial, menjadi pemandangan sehari-hari bagi banyak peserta magang.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sejumlah kasus berbagai perusahaan yang memanfaatkan program ini untuk mengeksploitasi tenaga kerja anak. Sebagaimana diberitakan Tempo.co (9/10/2024), salah satu contohnya adalah kasus di sebuah hotel berbintang di Bekasi pada tahun 2022, yang memaksa siswa SMK bekerja melebihi batas waktu yang wajar, bahkan hingga 13-15 jam sehari. Kondisi ini jelas melanggar hak-hak anak dam bertentangan dengan tujuan utama PKL.

Data KPAI juga menunjukkan peningkatan signifikan kasus trafficking dan eksploitasi anak dalam beberapa tahun terakhir. Modus eksploitasi pun semakin beragam, mulai dari eksploitasi seksual yang melibatkan rekrutmen teman sebaya hingga eksploitasi ekonomi melalui program magang palsu.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Realitasnya kasus-kasus tersebut adalah sebagian kecil dari dampak sistem kapitalisme yang mendasari dunia industri saat ini. Dalam sistem kapitalisme, fokus utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, sering kali tanpa memperhatikan dampak sosial yang ditimbulkannya.

Program magang atau PKL yang pada dasarnya bertujuan baik -yaitu untuk memberikan kesempatan kepada siswa SMK dan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman nyata di dunia kerja- tetapi sering kali berubah menjadi sarana eksploitasi. Perusahaan memanfaatkan status peserta magang yang belum sepenuhnya memahami hak-haknya, serta ketergantungan sekolah atau universitas yang ingin membangun kerja sama dengan perusahaan untuk meluluskan siswanya.

Tidak heran jika keresahan muncul dari berbagai pihak, baik orang tua, guru, maupun pelajar dan mahasiswa sendiri. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme yang berlaku saat ini, solusi yang diberikan sering kali tidak memadai. Meski ada regulasi yang mengatur program magang dan PKL, penerapannya masih jauh dari harapan, dan pelanggaran kerap terjadi tanpa sanksi yang tegas.

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam menawarkan solusi komprehensif. Menurut Islam, negara bertanggung jawab penuh dalam menyelenggarakan pendidikan.

Dalam Islam, pendidikan tidak sekadar dimaknai sebagai sarana untuk menciptakan tenaga kerja siap pakai, melainkan sebagai sarana pembentukan individu yang berkepribadian Islam, unggul, dan berjiwa pemimpin. Negara akan berperan aktif dalam menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, termasuk fasilitas yang benar-benar dirancang untuk kepentingan peserta didik, bukan untuk kepentingan pihak ketiga.

Sistem ekonomi Islam juga memberikan panduan yang jelas dalam mengatur keuangan negara. Sumber daya yang dimiliki negara digunakan sepenuhnya untuk kemaslahatan rakyat, termasuk dalam membiayai pendidikan tanpa harus bergantung pada perusahaan atau pihak lain. Jika pun negara perlu bekerja sama dengan pihak swasta dalam penyelenggaraan program magang, hal itu dilakukan dengan sangat hati-hati dan dengan pengawasan ketat, sehingga tidak ada ruang bagi perusahaan untuk menyalahgunakan program tersebut.

Negara perlu memahami, setiap pelajar memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan, inovator, dan pemimpin masa depan. Namun, tanpa dukungan dan perlindungan yang tepat, bakat-bakat tersebut justru terancam tenggelam dalam roda kapitalisme yang hanya mengejar keuntungan.[]


Oleh: Rahma
Praktisi Pendidikan

Opini

×
Berita Terbaru Update