TintaSiyasi.id -- Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY), mengatakan cara pandang sistem ekonomi kapitalis, memandang pajak sebagai perolehan sumber utama dari pendapatan negara.
"Cara pandang dari sistem ekonomi kapitalis, yang memandang pajak sebagai perolehan sumber utama dari pendapatan negara. Ini terkait dengan filosofi dari keberadaan negara. Itu yang kemudian kita kenal dengan istilah daulah jibayah dan daulah riayah," ungkapnya di kanal YouTube UIY Official, Kamis (5/12/2024), Negara Tanpa Pajak, Mungkinkah?
Ia menjelaskan, dalam teori ekonomi kapitalis, pajak itu penghasilan negara dan faktanya demikian di Indonesia pajak itu sudah mencakup lebih dari 80 persen seluruh pendapatan negara kalau membaca APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Karena itu maka negara dalam hal ini pemerintah pasti akan selalu berupaya untuk meningkatkan perolehan pajak. Bukan hanya perolehan pajak, tetapi juga berusaha mencari sumber pajak baru, dan pembayar pajak baru.
"Akan selalu begitu dan itu kalau dalam konteks profesional mereka yang bertanggung jawab dibidang itu, akan dianggap berprestasi kalau dia berhasil meningkatkan perolehan pajak, meningkatkan pajak baru (sumber pajak baru) dan pembayar pajak baru," terangnya.
Dari sinilah, kata UIY maka bisa memahami kenapa pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan pungutan pajak. Selain itu, juga terus mencari sumber pajak baru dan seterusnya. Karena memang itulah sumber penghasilan atau pendapatan negara yang paling utama. Sebenarnya APBN negara bisa diperoleh tanpa harus menarik pajak dari masyarakat.
"Sebenarnya kalau kita lihat khususnya di Indonesia ada sejumlah ironi pertama, kita melihat bahwa pajak itu selalu diburu kepada seluruh rakyat termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Sementara mereka yang termasuk para pengusaha dengan penghasilan sangat besar, justru menikmati tax holiday (pembebasan pajak). Sementara rakyat itu tax everyday. Kenapa negara itu begitu teganya memungut uang receh sementara uang besarnya itu malah justru dilepas? Inikan sesuatu yang ironi," cetusnya.
Kedua, negara memiliki sumber daya ekonomi utamanya dari sumber daya alam (SDA), seperti batu bara yang di Indonesia termasuk jumlah cadangannya terbesar di dunia disebut-sebut produksi kurang lebih 600 juta ton produksi tiap tahunnya. Akan tetapi jumlah produksi sebesar itu, yang merupakan produksi dari badan usaha milik negata (BUMN) itu kurang lebih hanya sekitar 5 persen (sekitar 30 juta ton). Sementara yang lainnya itu sisanya diproduksi oleh perusahaan-perusahaan tambang besar
"Tambang besar yang sekarang ini yang mendapatkan konsesi dari negara. Lalu kenapa negara memberikan konsesi? ini jadi pertanyaan. Kemudian selalu dibilangnya negara memberikan konsesi kepada mereka untuk dipungut pajak. Tetapi tetap pajak itu hanya sebagian dari yang diperoleh," imbuhnya.
"Sementara rakyat kecil itu diburu dengan pajak-pajak yang sampai jelimet. PPN 12 persen sementara sumber daya ekonomi lebih besar dilepas. Inilah cara pandang dari sistem ekonomi kapitalis. Yang memandang pajak sebagai perolehan sumber utama dari pendapatan negara, dan ini terkait dengan filosofi dari keberadaan negara itu yang kemudian kita kenal dengan istilah daulah jibayah dan daulah riayah," pungkasnya. [] Alfia Purwanti