TintaSiyasi.id -- Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto, mengatakan, demokrasi memberikan jalan sempit bagi Islam.
"Demokrasi memberikan jalan sempit bagi Islam. Islam yang tipis-tipis masih bisa tetapi tidak usah tampak Islam yang sedikit kental atau tebal. Maka demokrasi seperti menutup," ungkapnya di kanal YouTube UIY Official, Rabu (11/12/2024), Tudingan Jangan Hanya Jadi Penonton Dalam Politik, Ini Jawaban Ustaz Ismail Yusanto.
Ia menjelaskan, bahwa demokrasi sebagai jalan yang paling rasional (dalam bernegara) tetapi ingat bahwa faktanya, jalan demokrasi itu adalah jalan sempit yang tidak memberikan ruang lebar bagi Islam.
"Sebagaimana bisa kita lihat apa yang terjadi di Aljazair FIS menang pemilu sangat telak lebih dari 80 persen tetapi dibatalkan kemenangan bahkan ditetapkan sebagai partai terlarang. Dimana demokrasi? Padahal dia sudah mengikuti jalan yang sudah ditetapkan," ungkapnya.
Hal serupa juga terjadi pada Ikhwanul muslimin di Mesir, bahkan Muhammad Mursi yang menjabat sekian lama, belum lama digulingkan atas dukungan Barat. Barat sampai sekarang tidak pernah jangan lagi menyebut sebagai kudeta padahal dia (Mursi) menang secara demokratis karena tudingannya ini terlalu Islam," tambahnya.
Kepemimpinan dalam Islam
Ia mengatakan, baru kali ini umat Islam hidup tanpa imam atau khalifah. Sebelumnya selalu ada. Para sahabat dulu bersepakat atau ijma' untuk menunda penguburan jenazah Nabi sampai 3 hari 2 malam untuk sampai terpilihnya pengganti nabi, khalifah Rasulillah dialah Abu Bakar.
"Dari sini bisa kita lihat betapa pentingnya kepemimpinan dan hari ini tidak ada, karena itulah memang kita tidak punya presiden (khalifah) bagaimana memunculkan kembali pemimpin di tengah-tengah kelangkaan kepemimpinan (kepemimpinan Islam) sudah sekian lama," terangnya.
Kekuasaan dalam Islam
Ia menceritakan, Nabi mendatangi lebih dari 15 kabilah, untuk mengajak mereka kepada Islam dan untuk memberikan nusroh (pertolongan) kepada Nabi, untuk didapatnya kekuasaan bagi tegaknya Islam, itu dilakukan Nabi berulang-ulang, beliau datang kepada satu kabilah, ditolak datang lagi dan seterusnya.
Ini menunjukkan bahwa ini perkara yang sangat penting. Kalau tidak penting, Nabi tidak akan pernah melakukannya berulang-ulang, dan itu juga merupakan bagian dari ketentuan yang ditetapkan oleh Allah bukan sekadar oleh karena keadaan.
"Jadi apa yang dilakukan berulang-ulang itu menunjukkan ini adalah sesuatu yang penting karena itulah kita pahami sebagai tharikah perjuangan nabi atau dakwah nabi, nah karena itu penting bagi kita untuk tadi saya sebut dua faktor, pertama kesadaran umat," sambungnya.
Kedua, dukungan dari ahlul kuah, mereka yang memiliki kekuatan dan mereka yang memiliki kekuasaan, dakwah itu harus menyentuh mereka (penguasa) sehingga, memiliki kesadaran Islam sehingga ketika bertemu dengan kesadaran yang ada berkembang di masyarakat maka dua kekuatan itu akan memungkinkan terjadinya perubahan.
Oleh karenanya kekuasaan itu mutlak diperlukan untuk menerapkan syariat Islam, subjek dari syariat Islam individu, kelompok, dan negara. Dan negara kapan bisa melakukan penerapan syariat Islam ketika negara itu didirikan atau ditegakkan untuk menerapkan syariat disitulah pentingnya kekuasaan.
"Memang kekuasaan dalam konteks konstituasional formal itu didapatkan dari pemilu tetapi kita juga harus menyadari bahwa pemilu yang ada itu tidak pernah di desain untuk terjadinya sebuah perubahan besar apalagi kemudian didalam perubahan besar dimungkinkan terjadinya penerapan syariat secara kaffah," pungkasnya. [] Alfia Purwanti