Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Bencana Kerap Terjadi, Akibat Ulah Siapa?

Senin, 16 Desember 2024 | 07:30 WIB Last Updated 2024-12-16T00:30:59Z

TintaSiyasi.id -- Hampir setiap hari, beragam bencana terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Seperti banjir bandang, angin kencang, tanah longsor hingga pergerakan tanah yang terjadi di Kabupaten Sukabumi. Ada total 328 titik bencana yang terjadi di 39 kecamatan dan mengakibatkan 10 orang tewas dan 2 orang lainnya dinyatakan hilang. Ada sekitar 892 kepala keluarga (KK) atau 2.871 jiwa mengungsi, sedangkan 3.156 KK atau 4.899 jiwa terdampak secara langsung. (detikJabar.com, 8/12/2024)

Jika dianalisa, penyebab bencana alam banjir di Sukabumi di antaranya karena letak geografisnya yang berada di wilayah dengan aktivitas tektonik yang tinggi dan memiliki topografi yang beragam. Selain itu, adanya aktivitas deforestasi untuk lahan pertanian dan permukiman menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai penahan air dan pengikat tanah. Hal ini semakin diperparah oleh kondisi curah hujan yang tidak menentu akibat perubahan iklim. Terlebih aspek yang perlu diperhatikan adalah kurangnya infrastruktur mitigasi, sistem peringatan dini dan juga infrastruktur penanggulangan bencana yang masih belum optimal.

Mitigasi banjir diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi risiko yang akan timbul akibat bencana banjir. Hal ini dilakukan sebelum, saat, dan sesudah terjadinya bencana. Mitigasi bencana banjir juga memperhatikan aspek pembangunan fisik (struktural) dan peningkatan kemampuan masyarakat untuk menghadapi bencana (nonstruktural).

Mitigasi sebelum bencana dapat dilakukan dengan melakukan pembangunan yang bisa mencegah meluasnya bencana banjir. Misalnya dengan melarang adanya pembangunan permukiman di wilayah yang rawan banjir. Selain itu, juga bisa dengan melakukan revitalisasi sungai, yaitu mengeruk sedimen sehingga daya tampung sungai bisa optimal.

Sebelum bencana, hendaknya masyarakat juga mendapatkan informasi yang cukup, bukan hanya terkait akan datangnya bencana banjir dan bencana lain yang mengikuti (seperti longsor), tetapi juga upaya yang bisa dilakukan masyarakat untuk meminimalkan risiko. Seperti jalur evakuasi, barang-barang yang terkategori penting, cara evakuasi terhadap kalangan yang lemah fisik (seperti balita, lansia, dan orang sakit), dan lain-lain.

Mitigasi yang dilakukan saat bencana, di antaranya adalah adanya informasi tempat pengungsian, kapan harus mengungsi, bagaimana cara menuju tempat pengungsian, dan barang apa saja yang perlu dibawa. Sedangkan mitigasi setelah bencana dilakukan untuk mengembalikan warga ke rumah masing-masing (seperti membersihkan dan memperbaiki rumah), pemerintah setempat juga membersihkan dan memperbaiki gedung-gedung, dan berbagai sarana publik, dan lainnya. 

Dengan demikian, adanya mitigasi yang profesional dan bersungguh-sungguh, berbagai risiko yang terkait bencana bisa diminimalisir. Mencegah adanya korban jiwa, dan meminimalisir dampak banjir sehingga tidak meluas. Penyelesaian dampak bencana juga bisa lebih cepat sehingga pengungsian yang dilakukan oleh warga tidak membutuhkan waktu yang lama. Perekonomian dan aktivitas warga pun bisa segera kembali normal sehingga berdampak pada cepat pulihnya perekonomian.

Semua ini sangat niscaya dilakukan jika ditopang dengan sistem keuangan Islam yang sangat kuat. Sumber-sumber pemasukan negara bisa diperoleh dari kepemilikan umum, seperti hasil pengelolaan SDA yang secara syar’i wajib masuk ke kas negara (Baitul Mal). Dengan demikian, keuangan negara tidak akan menjadi penghambat yang serius bagi mitigasi bencana. Atau bahkan menjadi alasan bagi aktor negara asing maupun lembaga swasta untuk membangun pengaruh politik melalui tawaran utang dan bantuan.

Kondisi ideal seperti ini akan sulit diwujudkan dalam sistem hari ini. Paradigma demokrasi kapitalisme sekuler neoliberal telah menjadikan kepemimpinan tegak di atas kepentingan pemilik modal, bukan pada tuntunan agama (Islam).

Dalam Islam, mitigasi tentu menjadi tanggung jawab penuh penguasa karena menyangkut fungsi kepemimpinannya sebagai pengurus (raa'in) dan pelindung (junnah) bagi umat, yang akan dipertanggungjawabkan kelak hingga di akhirat.

Dalam hal ini, pemimpin Islam akan membuat berbagai kebijakan-kebijakan khusus, mulai dari penataan lingkungan dikaitkan dengan strategi politik ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan per individu, juga sistem keuangan, pertanahan hingga sanksi untuk mencegah pelanggaran.

Sudah saatnya umat bersegera mewujudkan kepemimpinan Islam. Dimulai dengan aktivitas dakwah pemikiran yang bertarget memahamkan umat dengan akidah dan hukum-hukum Islam dengan pemahaman yang benar dan komprehensif. Hingga tergambar pada diri umat bahwa Islam adalah solusi seluruh problem kehidupan, sekaligus jalan keselamatan serta jalan untuk mendapatkan ridha-Nya. []


Nur Syamsiyah, M.E.
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update