Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Begini Cara Menyelesaikan Masalah Burnout…

Kamis, 12 Desember 2024 | 12:01 WIB Last Updated 2024-12-12T05:01:32Z


Tintasiyasi.ID -- Pemerhati Keluarga dan Generasi Ustazah Dedeh Wahidah Achmad menjelaskan cara penyelesaian masalah burnout

"Cara menyelesaikan masalah burnout adalah memahami hakikat aktivitas kita," tuturnya dalam rubrik Family Zone: Mengatasi Masalah Burnout di YouTube Muslimah Media Hub, Selasa (03/12/2024).

Memahami hakikat aktivitas ada tiga tahap, “Pertama, realitas aktivitas tidak sesuai dengan kapasitas. Memang pekerjaan atau aktivitas tersebut realitasnya berat, terlalu banyak, atau tidak sesuai dengan kapasitas kita. Misalnya, kalau kita ngisi kajian itu mungkin hanya tiga kali, jika waktu itu ada lima kali dengan perjalanan dan waktu yang berurutan, kita akan merasa berat dan lelah," ujarnya. 

Kedua, kurang menerapkan manajemen dan rencana. "Kita tidak pernah membuat timeline. Bagaimana sesuatu dilakukan tepat waktu, akhirnya kita menunda-nunda. Pekerjaan yang sebenarnya sederhana akhirnya dilakukan tergesa-gesa, sehingga hasilnya tidak optimal, bahkan mungkin gagal karena waktu tidak cukup,” ujarnya.

Lanjutnya, andai dibuat acara yang matang, Insyaallah pekerjaan tersebut dalam kapasitas dan akan bisa. “Melaksanakan dengan nyaman dengan hasil yang baik, bukan dengan kelelahan dan perasaan berat," jelasnya. 

Ketiga, dari awal sudah merasa tidak bisa. “Orang ketika diberi amanah kemudian ia langsung mengatakan tidak bisa sebelum memahami pekerjaan itu. Allah itu sesuai dengan prasangka hambanya. Sesederhana apa pun pekerjaan kalau dihadapi dengan mindset pemikiran bahwa saya tidak bisa, maka tidak bisa itulah yang akan di depan pikiran, sehingga kemampuan kita tidak bisa dioptimalkan. Karena kita sudah kalah secara psikologis, secara kejiwaan kita sudah lemah,” bebernya. 

"Komunikasikan pekerjaan tersebut dengan yang punya kewenangannya, kalau terlalu banyak, terlalu berat, tidak sesuai dengan kapasitas kita. Contoh, kita ditunjuk menjadi penanggung jawab acara, padahal kita tidak memiliki kemampuan di bidang itu, kalau tetap kita melakukannya, hasilnya tidak optimal,” sarannya. 

Ia mengingatkan bahwa amanah itu akan menjadi penyesalan di akhirnya, karena dia tidak melakukan pekerjaan itu. “Bukan karena tidak mau, tetapi karena tidak mampu. Dia tidak tepat dengan pekerjaan itu, sehingga jika dikomunikasikan dengan yang memiliki kewenangan mungkin akan dievaluasi," imbuhnya. 

“Selanjutnya adalah mencari orang untuk mendengarkan kita. Ketika punya masalah, kita menelannya seorang diri. Boleh jadi kita akan merasa paling menderita sedunia. Orang tidak peduli dengan kita, itu wajar. Namun ketika kita memiliki orang-orang yang peduli dengan kita, ketika ada beban berat kita cerita, kita curhat kepada mereka, boleh jadi mereka akan memberikan pandangan bahkan mungkin solusi dan membantu kita,” ungkapnya. 

"Kemudian kita juga harus muhasabah atau evaluasi diri. Ketika mengevaluasi dan merenungkan diri, kenapa tadi sampai seperti itu, apakah ini memang ujian. Dari hasil muhasabah itu kita akan terkoneksi dengan Allah bahwa hidup ini memang untuk menjalankan peran, menjalankan takdir Allah, sehingga kita tetap akan punya keyakinan bahwa ketika Allah berikan sebuah ujian dan amanah. Allah tidak memberikan beban pada jiwa kecuali sesuai dengan kemampuanya," ujarnya. 

Dengan muhasabah, maka akan termotivasi dan sadar kembali bahwa manusia itu milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. “Allah akan membersamai kita. Sehingga, apa pun masalahnya yang menimpa dalam hidup ini, Allah tidak akan menyia-nyiakan kita, selama kita senantiasa terkait dengan hukum Allah,” yakinnya. 

"Setelah muhasabah kita butuh istirahat. Ketika beban hidup ini terlalu besar, wajar kalau kita diambang batas kelelahan yang luar biasa, sampai burnout. Tubuh pun ada haknya. Kadang kita perlu makan, butuh istirahat untuk refressing. Rehat dalam hidup ini harus proporsional. Kapan kita harus melaksanakan hak-hak tersebut," terangnya. 

Ia menuturkan, hak pertama adalah hak kepada pencipta, kemudian hak untuk keluarga, sehingga boleh jadi kelelahan itu akan terjadi dan berkepanjangan. “Karena ada hak-hak yang tidak diberikan sesuai dengan haknya. Ada hak yang terzalimi. Boleh jadi hak tubuh kita tidak diberikan istirahat. Syariat menetapkan bahwa kita harus memberikan hak sesuai dengan ketentuannya, itulah yang namanya adil,” urainya.

"Semoga apa pun yang terjadi pada diri kita, apakah beban di dalam keluarga sebagai ibu dan istri, atau yang punya pekerjaan di dunia luar, atau yang diberi amanah di dalam dakwah sebagai aktivis dakwah, tidak berujung kepada kelelahan yang berkepanjangan dan berlebihan. Tidak burnout, tapi kita menjalaninya dengan happy dan suka cita penuh keridaan. Yakin bahwa ujungnya pahala di sisi Allah, surga menanti," pungkasnya.[] Rina

Opini

×
Berita Terbaru Update