TintaSiyasi.id -- Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H., menjelaskan beberapa celah yang berpotensi menjadi jalan terjadinya kriminalisasi terhadap guru.
"Pertama, hukuman fisik. Hukuman fisik yang sifatnya wajar. Misalnya rambutnya panjang, guru cukup memberikan peringatan kepada siswa itu. Diberikan rentang waktu 1 x 24 jam, besok harus cukur," ungkapnya di kanal YouTube Guru Muslim Inspiratif, Sabtu (30/11/2024). Ketika Guru Jadi Tersangka: Orang Tua atau Sistem yang Salah? | Podcast Sepulang Mengajar - Edisi 49.
Dia menjelaskan, jika sebaiknya tindakan/hukuman fisi jangan dilakukan oleh guru yang mengajar siswa tetapi semestinya laporkan ke Tim Tatib (tata tertib). "Saran saya jangan guru yang bersangkutan karena yang guru yang bersangkutan tugasnya hanya mengajar. Oleh karena itu Tim Tatib ini dikasih lah SK (surat kerja) misalnya oleh Kepala Sekolah bahwa dia bertugas menegakkan peraturan sekolah, kemudian tindakan apa yang dilakukan," jelasnya.
Ketika siswa mendaftar sekolah membuat dulu peraturan. Peraturan di sosialisasikan, dan dikasih contoh standar aturan sekolah, kalau melanggar nantinya, akan ada tahapannya, lalu orang tua, dan siswanya tanda tangan yang disebut dengan fakta integritas.
"Gitu aja ribut-ribut kita keluarin aja. Tetapi harus disepakati dulu skor maksimal berapa, siswa itu dia bisa keluar. Rambut panjang ditegur segala macam, enggak mau sampai keluar SP1. Nah sekolah bikin mekanisme seperti di prusahaan, ketika dia melanggar langsung skornya langsung 100. Misalnya berkelahi, ada poinnya di situ makanya disepakati, di tandatangani. Gitu aja guru enggak usah ribut-ribut, sekolah maksa-maksa segala macam cubit enggak usah biarin aja, skor 100 keluar," terangnya.
Kedua, urusan tuduhan seksual. Contohnya ngobrol yang berbau seksual atau yang disebut dengan cat calling. "Contohnya! Baju kamu kok putih banget kayak selimut kasur di rumah saya, pengin deh aku ini nidurinnya. Itu cat calling. Itu dapat dipidakan," ujarnya.
Namun sebaliknya, jika ada siswa berantem di kelas, lalu guru tidak melerai dapat dikatakan lalai dan dapat dipidanakan. "Sama seperti orang main tinju. Si wasit kan enggak pernah mukul meskipun dia kepukul, kalau siswa ribut dalam konteks tidak berantem, guru melakukan tindakan fisik misalnya nampar, itu dipidana boleh. Tindakan ketika siswa itu ribut tetapi tidak berkelahi cukup ketok-ketok papan tulis," tambahnya.
Kemudian, jika menegur siswa sebaiknya tidak disertakan caci maki. "Kemudian ketika mengingatkan hindari caci maki, sebenarnya secara pendidikan enggak enak juga sih, kamu goblok siswa ini kan enggak enak kan, kalau dalam hukum pidana itu masuk kategori pencemaran nama baik, kalau (pasal) 310, 311 itu merendahkan martabat, 310 mencemarkan nama baik, 311 merendahkan martabat, dan di dalam Islam kan enggak boleh juga kan merendahkan martabat," paparnya.
"Oleh karena itu guru juga harus pandai akting marah, kalau akting marah itu kalimatnya masih terkontrol namanya juga akting, tetapi kalau marah beneran itu enggak terkontrol," pungkasnya. [] Alfia Purwanti