TintaSiyasi.id -- Al-Khansa binti Amru, ‘Ibu Para Syuhada’. Itulah julukan yang selalu dikenang dalam sejarah peradaban Islam karena keteguhan hatinya yang sangat luar biasa ketika keempat putranya maju ke medan perang dan semuanya gugur sebagai syuhada. Peristiwa itu terjadi pada masa Khilafah Umar bin Khattab, yakni pada Perang Qadisiyah melawan pasukan Persia.
Wanita dengan nama aslinya Tumadir binti Amru bin Al-Harith bin Al-Sharid, lahir pada 575 M di semenanjung Arab, berasal dari suku Bani Sulaym, salah satu suku Arab yang terpandang waktu itu, benar-benar seorang ibu tangguh, yang menyemangati keempat putranya untuk rela mati di jalan Allah.
Bahkan, sebelum mereka berangkat ke medan jihad, Al-Khansa sempat memberikan nasihat yang bikin merinding. "Wahai anak-anakku, kalian sudah memeluk Islam dengan tulus dan berhijrah dengan penuh keimanan. Kalian tahu bahwa janji Allah itu benar. Berjuanglah di jalan Allah dengan sebaik-baiknya, dan kalau kalian gugur, semoga kita dipertemukan kembali di surga."
Tak lama setelah itu, keempat putranya pun maju ke medan perang dan syahid. Saat kabar kematian mereka sampai ke telinga Al-Khansa, beliau malah bersyukur dan penuh keikhlasan serta berharap dipertemuakan dengan keempat putranya di surga. Al-Khansa pun berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan kematian anak-anakku sebagai syuhada. Semoga Allah mengumpulkan aku dengan mereka di surga.”
Ternyata, selain menjadi ‘Ibu Para Syuhada’, Al-Khansa, juga dikenal sebagai penyair ulung dalam sejarah Arab pada abad ketujuh hijriyah. Puisi-puisinya masuk dalam kumpulan karya sastra Arab klasik dan diajarkan di berbagai institusi sastra hingga kini. Karya-karyanya tidak hanya terkenal karena keindahan bahasa, tetapi juga karena penggambaran emosi yang sangat dalam.
Pada masa Jahiliyah, puisinya terkenal karena berisi ungkapan kesedihan dan ratapan atas kematian saudaranya yang dicintainya, Shakhr dan Muawiyah, yang tewas dalam pertempuran suku. Namun, ketika Islam datang Al-Khansa memeluk Islam bersama kaumnya. Ia bertemu Rasulullah ﷺ dan membacakan puisinya. Nabi Muhammad ﷺ menghargai bakat syair Al-Khansa dan bahkan pernah memuji syair-syairnya. Beliau bersabda, "Khansa adalah penyair terbaik di kalangan Arab."
Keislaman istri dari Rawahah bin Abdul Azis As-Sulami ini mengubah fokus puisi-puisinya. Jika pada masa Jahiliyah ia banyak meratapi kehilangan, setelah masuk Islam, puisinya lebih memiliki pesan ketabahan, ketakwaan, dan nilai-nilai moral Islam.
Itulah perjalanan Al-Khansa binti Amru yang meninggal pada 645 Masehi, saat berusia sekitar 70 atau 71 tahun. Beliau dikenang tidak hanya sebagai penyair besar, tetapi juga simbol keberanian, ketabahan, dan pengorbanan dalam Islam yang patut diteladani sepanjang masa oleh para ibu Muslimah.[] Berbagai sumber
Oleh: Siti Aisyah, S.Sos.
Aktivis Muslimah