Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ada Apa di balik Belasan Juta Rakyat Antre Miliki Rumah Layak?

Kamis, 19 Desember 2024 | 20:24 WIB Last Updated 2024-12-19T13:24:20Z

Tintasiyasi.id.com -- Pemerintah sedang menyiapkan insentif untuk sektor perumahan yang diyakini mampu mengakselerasi industri perumahan di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah yang menyampaikan bahwa pengumuman tersebut akan dilakukan minggu depan.

Pekan depan akan diumumkan resmi oleh Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan, pungkasnya pada wartawan Detik.com di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Masih dilansir dari Detik.com, Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo membeberkan rencana pemerintah untuk program penyediaan rumah. Ia menyatakan bahwa hampir 11 juta penduduk sedang mengantre untuk mendapatkan hunian yang layak. 

Hingga saat ini, menurut Hasyim, ada sekitar 27 juta penduduk yang tinggal di rumah tak layak huni.

Kapitalisme dan Problem Hunian Layak dan Merata

Diakui atau tidak, Indonesia saat ini sedang menerapkan sistem ekonomi dan politik kapitalisme. Dalam bukunya The Wealth of Nations (1776), Adam Smith menyatakan bahwa masyarakat kaya adalah masyarakat yang menerapkan aturan pasar bebas dan mengakui hak milik pribadi.

Hal ini disebut liberalisme ekonomi atau kapitalisme. Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang memungkinkan sektor swasta memiliki alat produksi, kepemilikan pribadi atas berbagai barang, dan individu yang mengadakan kontrak dengan pihak lain (kebebasan berkontrak), melakukan kegiatan ekonomi pilihannya sendiri, dan memperoleh keuntungan berdasarkan kepentingannya sendiri.

Jelas bahwa kebebasan individu menempati tempat penting dalam perekonomian kapitalis, sehingga prinsip yang diterapkan bersifat individualistis dan hanya mengutamakan kepentingan individu.

Carla Pol mencantumkan ciri-ciri utama sistem ekonomi kapitalis:

1. Rakyat bebas mempunyai sendiri alat-alat produksi dan barang modal.
2. Masyarakat bebas memilih profesi dan bidang usahanya.
3. Produsen bebas menentukan jumlah produksi.
4. Harga ditetapkan pasar.
5. Campur tangan pemerintah atau negara dibatasi pada hal-hal yang tidak dapat diusahakan oleh swasta dan menjaga tertib hukum.

Lebih lanjut, Carla mengatakan ciri-ciri kapitalisme adalah:
1. Modal yang digunakan secara besar-besaran dalam produksi.
2. Kebebasan relatif besar dalam aktivitas ekonomi.
3. Makin pentingnya peranan perusahaan berbentuk PT.

Sistem ekonomi kapitalis tidak hanya mengakui kepemilikan pribadi atas barang berwujud, namun juga kepemilikan hak atas barang tidak berwujud, seperti kepemilikan kekayaan intelektual, seperti hak cipta dan merek dagang, serta hak-hak lain yang timbul dari kepemilikan saham dalam suatu perusahaan. 

Pengelolaan kekayaan berdasarkan modal, jika perspektif tersebut dimiliki secara bebas dan kompetitif oleh semua warga negara, mengendalikan semua barang yang diproduksi.

Sunaryati Hartono dalam bukunya “Ekonomi Pembangunan Indonesia” menyatakan bahwa kepemilikan pribadi absolut dalam sistem ekonomi kapitalis pada awalnya menjadi motivator utama bagi perkembangan ekonomi negara-negara Eropa.

Namun semboyan kehidupan ekonomi Eropa – kepemilikan pribadi mutlak dan kebebasan berkontrak – terbukti tidak mampu mewujudkan cita-cita “ekonomi bersama yang sejahtera”. Justru yang kaya, para pemilik modal, semakin kaya, sementara kaum buruh dan miskin semakin menderita akibat kekuatan kapitalisme yang tak terkendali.

Dapat dipastikan bahwa sistem kapitalisme ini akan melanggengkan tiga hal, yakni:

1) ketidakmerataan pembagian pendapatan penduduk.
2) ketidakstabilan perekonomian.
3) konsentrasi kekuatan ekonomi hanya terpusat pada sekelompok kecil rakyat yang memungkinkan terjadinya monopoli

Dalam sistem kapitalisme, di mana konsep kepemilikan adalah bebas alias siapa pun boleh memiliki berbagai komoditas asalkan memiliki uang, maka sistem ini memberlakukan hukum rimba “siapa kuat, maka dia pemenangnya” atau “siapa punya uang, maka dia pemiliknya.”

Dengan konsep kepemilikan ala kapitalisme yang mengagungkan kebebasan kepemilikan asalkan memiliki uang, maka wajar jika hari ini semua hal termasuk properti dan perumahan tidak bisa bebas dimiliki oleh rakyat sebab kemampuan setiap individu untuk memiliki tanah dan bangunan terbatas dan tidak merata. Individu yang “lemah” dibiarkan bertarung dengan individu “kuat” dalam rangka memperoleh hunian yang layak huni.

Maka wajar jika jutaan orang tidak mampu memiliki hunian layak, bukan karena mereka tidak bekerja keras. Letak permasalahannya adalah pada pemberian “rate” harga yang tidak terjangkau akibat sistem pemberian harga yang berdasarkan sistem ekonomi kapitalisme.

Konsep ini melandasi teori supply and demand di mana jika permintaan tinggi maka harga pun ikut tinggi. Dengan mekanisme free market alias pasar bebas, pemilik tanah atau pemilik properti yang notabene adalah pihak swasta, akan berpikir bagaimana memperoleh untung sebesar-besarnya.

Tidak ada pertimbangan lain selain pertimbangan untung atau laba yang besar dengan modal sesedikit mungkin. Di sinilah letak problematika hunian perumahan dalam sistem kapitalisme, yaitu bermasalah dari sisi paradigma bernegara di mana negara sebatas menjadi regulator untuk masalah mendasar bagi rakyat.

Rakyat dibiarkan bergulat dengan harga yang serba naik untuk kebutuhan pokok termasuk sandang dan pangan. Belum lagi wacana naiknya PPN sebesar 12% ke depan tentunya akan semakin mempersulit masyarakat memiliki rumah layak huni. Lha wong buat makan saja sulit, bagaimana sanggup membeli rumah yang harganya meroket?

Bisa dikatakan, skema pemerintah untuk merealisasikan insentif perumahan ini akan gagal jika masih menggunakan paradigma bernegara kapitalisme. Hal ini disebabkan negara memposisikan diri sebagai “pedagang” yang sedang berjual beli dengan masyarakat, sementara masyarakat sekarang mengalami tren penurunan daya beli karena melihat proyeksi roda perekonomian yang kian sulit dengan naiknya semua harga kebutuhan.

Masyarakat akan “mengencangkan ikat pinggang” atas kebutuhan-kebutuhan yang sekiranya bisa ditunda, termasuk salah satunya membeli rumah layak huni yang sedang dicanangkan pemerintah ini.

Kalau pun pemerintah membuka skema KPR seperti yang sudah-sudah, di mana masyarakat diharapkan mencicil pembelian perumahannya, maka skema ini juga akan mengalami nasib yang sama karena kondisi masyarakat sebagai konsumen masih tetap sama, yaitu dalam tekanan perekonomian kapitalisme.

Meskipun narasi yang digunakan oleh para pejabat seolah menggambarkan negara sedang bekerja secara serius demi kepentingan masyarakat, nyatanya lagi-lagi, rakyat yang akan dirugikan, dan negara hanya berperan sebagai pedagang yang mencari keuntungan alias kapitalisasi perumahan demi keuntungan pihak yang terlibat proyek pembangunan perumahan tersebut.

Islam dan Konsep Hunian Layak

Islam memiliki mekanisme yang komprehensif dalam memberikan jaminan kepada rakyatnya akan hunian yang layak. Berbeda dengan kapitalisme yang menjadikan negara sebagai wakil dari kepentingan pengusaha, sistem Islam mengharuskan negara untuk mengutamakan kepentingan rakyat.

Negara atau khilafah dalam sistem Islam memastikan kebutuhan masyarakat akan perumahan yang aman, nyaman, dan sesuai syariah terpenuhi. Hal ini terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain:

Pertama, khilafah menerapkan kebijakan politik perumahan Islam, yakni seperangkat hukum Islam dan peraturan administratif yang mencakup penggunaan penelitian dan teknologi terkini. Hal ini merupakan bagian integral dari penerapan seluruh sistem kehidupan Islam.

Kehadiran penguasa sebagai penegak syariat yang kaffah menjadikan khalifah berkarakter peduli dan bertanggung jawab terhadap segala urusan rakyat.
Rasulullah melihat bahwa khalifah tidak saja mempunyai kedudukan sebagai pengatur, namun bertanggung jawab atas urusan umat sebagai penguasa (ra'in).

“Imam (Khalifah/Kepala Negara) adalah pemelihara umat dan dialah yang bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya” (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah Saw memberi contoh pada awal perjalanan Hijrah dari Mekkah ke Madinah, didukung oleh para mu'awinnya. Karena mereka berhijrah tanpa harta apapun, maka mereka mengurus kediaman kaum Muhajirin di Madinah.

Demikian pula, pada masa kekhalifahan Islam, khalifah menjalankan kendali sebanyak mungkin atas perencanaan kota, termasuk pengelolaan real estat perumahan agar perumahan yang layak bisa dihuni oleh siapa saja yang membutuhkan.

Tidak seperti hari ini di mana banyak rumah kosong yang tersebar di berbagai kota besar maupun kota kecil di Indonesia dan sengaja dibiarkan terbengkalai, khalifah akan mendata setiap rumah kosong yang masih layak huni dan tidak akan dihuni oleh pemiliknya dalam waktu lama untuk diberikan kepada rakyat yang membutuhkan.

Sebagaimana konsep pengelolaan lahan di mana apabila suatu lahan produktif tidak diri’ayah oleh pemiliknya selama lebih dari 3 tahun, maka negara Islam akan mengambil alih lahan tersebut dan diberikan kepada warga negara yang berminat mengurus lahan tersebut agar produktif.

Kedua, Khalifah memastikan rumah yang dibangun harus layak huni, nyaman, dan sesuai syariah. Islam mengajarkan semua orang tua untuk memisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan perempuan ketika mereka sudah dewasa.

Rasulullah bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat pada usia tujuh tahun, dan jika pada usia sepuluh tahun mereka masih tidak mau shalat, maka pukullah mereka dan tariklah mereka dari tempat tidurnya.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim).

Ajaran lainnya adalah meminta keluarga mengetuk kamar orang tua sebanyak tiga kali jika ingin masuk, yaitu setelah shalat magrib, sebelum matahari terbit, dan pada waktu istirahat siang hari (lihat QS An-Nur [24]: 58). 

Artinya, rumah yang bernuansa syariat harus mempunyai ruangan untuk orang tua, putra dan putri, serta ruangan untuk tamu, karena Islam memerintahkan umat beriman untuk menghormati tamu. Tentunya dibutuhkan rumah yang cukup luas untuk bisa memenuhi taklif syari ini dan negara memiliki peran besar atas terjaminnya setiap keluarga memiliki hunian yang syari.

Ketiga, Khilafah memastikan harga properti perumahan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Perumahan sendiri merupakan kebutuhan pokok manusia, dan telah ditetapkan sistem jaminan untuk mewujudkannya berdasarkan pengelola perumahan.

Berfungsinya negara dan sistem kehidupan Islam yang ada mendukung sepenuhnya fungsi dan tugas individu. Pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat berpenghasilan rendah melalui sistem pendukung dan pinjaman tanpa bunga.

Bahkan, pemerintah bisa menyediakan rumah bagi masyarakat miskin yang tidak mampu. Artinya, setiap individu merasa kebutuhan akan tempat tinggalnya benar-benar terpenuhi.
Keempat, Khilafah menerima dana pengelolaan perumahan dari kas negara (Baitulmal).

Ketika perbendaharaan kosong dan banyak orang masih belum memiliki rumah, negara bisa memungut pajak dari orang kaya. Namun, hal ini bersifat sementara dan retribusi akan berhenti setelah kebutuhan Anda terpenuhi.

Negara tidak meminjam uang dari obligasi luar negeri dikarenakan keharamannya (mengandung riba), tapi juga menimbulkan kerugian besar. Sebagaimana yang kita ketahui, utang luar negeri merupakan alat negara-negara kapitalis untuk menjajah negara-negara miskin secara ekonomi. 

Khilafah juga akan memastikan seluruh sumber daya pembangunan perumahan dimanfaatkan secara optimal untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan perumahan setiap individu masyarakat.

Sejarah peradaban Islam mencatat bahwa terwujudnya kesejahteraan umum khilafah, termasuk pembangunan kawasan pemukiman dan perkotaan, berada pada puncak kebaikan. Inilah penerapan hukum Islam dalam pengaturan perumahan dan permukiman oleh negara atau kekhalifahan dalam sistem Islam. 

Inilah satu-satunya jawaban terhadap permasalahan perumahan saat ini. Adapun keyakinan, keabsahan konsep, dan bukti penerapannya dalam sejarah peradaban Islam, semuanya mengarah pada satu kesimpulan yaitu hanya khilafah yang mampu menciptakan lingkungan hidup yang aman, nyaman, dan sesuai syariah bagi generasi. Wallahu’alam Bishshowwab.[]

Oleh: Prayudisti Shinta P
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update