TintaSiyasi.id-- Wahai anak Adam! Jadilah orang yang qanaah, maka engkau akan merasa cukup. Tinggalkan rasa dengki, pasti engkau bahagia. Hindarilah yang haram, pasti engkau ikhlas dalam beragama.
Pesan ini adalah nasihat yang dalam dan bijaksana tentang bagaimana mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup melalui sifat-sifat utama yang diajarkan dalam Islam: qana'ah (rasa cukup), menghindari iri hati, dan menjauhi yang haram.
Mari kita uraikan makna setiap bagian pesan ini:
1. "Jadilah orang yang qana'ah, maka engkau akan merasa cukup."
• Qana'ah adalah sikap menerima dengan lapang hati apa yang telah Allah berikan, tanpa berlebihan dalam mencari lebih. Orang yang memiliki qana'ah merasa cukup dengan rezeki yang dimilikinya, karena dia yakin bahwa Allah telah menetapkan yang terbaik. Sikap ini mengurangi stres, kegelisahan, dan ketidakpuasan yang sering kali muncul dari keinginan yang berlebihan terhadap hal-hal duniawi. Dengan qana'ah, kita bisa hidup tenang dan terhindar dari keserakahan.
2. "Tinggalkan rasa dengki, pasti engkau bahagia."
• Dengki atau iri hati adalah penyakit hati yang merusak ketenangan jiwa. Al-Ghazali dan para ulama lain sering menekankan bahwa dengki tidak hanya menyakiti orang lain tetapi juga menghancurkan kebahagiaan kita sendiri. Ketika kita merasa iri dengan nikmat yang dimiliki orang lain, kita sebenarnya sedang mengingkari ketetapan Allah. Dengan menghindari sifat dengki, kita menjadi lebih bahagia karena hati kita terbebas dari beban negatif dan lebih mampu bersyukur atas nikmat yang kita miliki.
3. "Hindarilah yang haram, pasti engkau ikhlas dalam beragama."
• Menjauhi yang haram adalah bagian penting dari ketaatan seorang Muslim kepada Allah. Ketika kita meninggalkan yang haram, hati kita menjadi bersih dan ikhlas dalam beribadah.
Menghindari yang haram adalah bentuk ketundukan dan penghormatan pada aturan yang Allah tetapkan. Dengan melakukannya, kita menjaga diri dari dosa dan mendapatkan kedamaian serta keikhlasan dalam menjalankan agama, sehingga ibadah menjadi lebih bermakna dan tulus.
Pesan ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati terletak dalam rasa cukup, ketulusan hati, dan ketaatan kepada Allah. Hanya dengan qana'ah, menghindari dengki, dan menjauhi yang haram, hati kita bisa benar-benar tenang, ikhlas, dan bahagia dalam menjalani kehidupan serta mendekatkan diri kepada Allah.
Wahai Anak Adam! Rezeki sedikit yang kausyukuri lebih baik daripada rezeki banyak tapi engkau mengingkarinya.
Pesan ini mengandung makna yang dalam mengenai sikap kita terhadap rezeki dan syukur. Dalam ajaran Islam, bukan jumlah atau banyaknya rezeki yang menentukan keberkahan dan kebahagiaan seseorang, melainkan sikap syukur dan penerimaan terhadap rezeki yang diberikan Allah.
Mari kita uraikan makna dari pesan ini:
1. "Rezeki sedikit yang kausyukuri lebih baik..."
• Syukur adalah inti dari rasa puas dan bahagia. Orang yang bersyukur atas rezeki yang sedikit, akan merasakan ketenangan, kebahagiaan, dan keberkahan dalam hidupnya. Syukur membuka pintu tambahan rezeki dari Allah dan membawa kepuasan hati yang mendalam, meski dalam keterbatasan. Sikap syukur juga membuat seseorang lebih menikmati dan merasakan berkah dari setiap rezeki yang ia peroleh, sekecil apa pun.
2. "...daripada rezeki banyak tapi engkau mengingkarinya."
• Sebaliknya, memiliki banyak rezeki namun tidak disyukuri membuat seseorang merasa hampa, gelisah, bahkan tidak bahagia. Mengingkari rezeki Allah berarti tidak menghargai apa yang telah Dia berikan, merasa selalu kurang, dan berfokus pada hal-hal yang belum dimiliki. Kondisi ini justru membuat seseorang semakin jauh dari kebahagiaan dan keberkahan. Banyaknya rezeki tanpa syukur hanya akan menambah keinginan duniawi yang tak pernah habis, membuat hati tidak pernah merasa puas.
3. Makna Keberkahan dalam Rezeki
• Dalam Islam, keberkahan tidak diukur dari jumlah tetapi dari manfaat dan ketenangan yang dihasilkan dari rezeki tersebut. Rezeki sedikit namun disyukuri akan membawa lebih banyak keberkahan dibandingkan rezeki banyak tanpa syukur. Sebab, keberkahan adalah tanda cinta Allah yang memberikan rasa cukup, meski dengan yang sedikit, serta memberikan kebahagiaan dan kedamaian dalam jiwa.
4. Menghargai Nikmat Kecil untuk Mencapai Nikmat Lebih Besar
• Dalam pesan ini terkandung pelajaran bahwa menghargai nikmat kecil adalah jalan menuju nikmat yang lebih besar. Ketika seorang hamba mensyukuri rezeki, seberapa pun sedikitnya, Allah berjanji untuk menambah nikmat tersebut:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu…” (QS. Ibrahim: 7).
Dengan demikian, pesan ini mengingatkan bahwa kebahagiaan dan kepuasan sejati datang dari sikap syukur terhadap setiap pemberian Allah. Keikhlasan dalam bersyukur memberikan kita ketenangan, menghilangkan rasa kurang, dan mengantarkan kita pada kebahagiaan yang tak tergantung pada jumlah rezeki.
Wahai anak Adam! Harta terbaikmu adalah yang kau keluarkan dan harta terburukmu adalah yang kau tinggalkan di dunia.
Pesan ini mengandung ajaran mendalam tentang hakikat harta dan cara terbaik memanfaatkannya dalam kehidupan menurut pandangan Islam. Islam mengajarkan bahwa harta hanyalah titipan dari Allah dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Oleh sebab itu, bagaimana kita mengelola dan menggunakan harta sangat penting bagi keberkahan hidup kita di dunia dan keselamatan kita di akhirat.
Berikut adalah makna dari pesan ini:
1. "Harta terbaikmu adalah yang kau keluarkan..."
• Harta yang terbaik bukanlah yang hanya ditumpuk atau disimpan, melainkan yang dikeluarkan di jalan Allah, seperti untuk sedekah, zakat, infak, serta untuk membantu orang lain dan mendukung kebaikan. Ketika kita mengeluarkan harta untuk tujuan baik, kita tidak hanya menolong orang lain, tetapi juga memperkaya diri sendiri dengan keberkahan dan pahala yang berlipat di sisi Allah.
• Al-Ghazali dan ulama lainnya sering menekankan bahwa harta yang dibelanjakan untuk kebaikan akan tetap abadi manfaatnya, bahkan di akhirat nanti. Harta ini menjadi saksi amal yang membawa kebaikan bagi orang yang memberi, menyucikan jiwa dari sifat kikir, dan menciptakan rasa kasih sayang di antara sesama.
2. "...dan harta terburukmu adalah yang kau tinggalkan di dunia."
• Harta yang ditinggalkan tanpa digunakan untuk kebaikan atau amal adalah harta yang sia-sia. Harta tersebut tidak akan memberi manfaat apa pun bagi pemiliknya setelah ia wafat. Jika harta hanya dikumpulkan dan ditinggalkan, ia hanya akan menjadi beban dan pertanggungjawaban bagi pemiliknya di akhirat.
• Al-Quran dan hadits mengingatkan bahwa manusia akan diminta pertanggungjawaban atas harta mereka: dari mana harta itu diperoleh dan bagaimana penggunaannya. Harta yang ditumpuk dan tidak dimanfaatkan dengan baik dapat menjadi sumber siksa di akhirat jika tidak digunakan untuk tujuan kebaikan.
3. Mencari Keberkahan dan Bukan Sekadar Kekayaan
• Islam mengajarkan bahwa keberkahan harta terletak pada manfaat yang diberikan. Memiliki harta yang berlimpah namun hanya untuk diri sendiri tidak membawa ketenangan dan kebahagiaan sejati. Sebaliknya, harta yang dikeluarkan untuk kemaslahatan membawa keberkahan, yaitu kebahagiaan, ketenangan, dan ridha Allah. Harta yang dikeluarkan secara ikhlas di jalan Allah menjadi bekal berharga untuk kehidupan akhirat.
4. Investasi Abadi di Akhirat
• Ketika kita mengeluarkan harta untuk kebaikan, itu adalah investasi abadi yang tidak akan hilang bahkan setelah kita wafat. Hadis Rasulullah SAW menyebutkan bahwa ketika seseorang meninggal dunia, amalnya terputus kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh. Maka, dengan membelanjakan harta untuk kebaikan, kita sebenarnya sedang menginvestasikan harta tersebut untuk kehidupan kekal di akhirat.
5. Kebebasan dari Cinta Dunia
• Harta sering kali menjadi ujian terbesar dalam kehidupan manusia karena kecenderungan manusia untuk mencintai dunia. Namun, dengan membelanjakan harta di jalan Allah, kita membebaskan diri dari keterikatan yang berlebihan pada dunia. Sikap ini membantu kita untuk lebih ikhlas dan fokus pada tujuan akhir, yaitu kehidupan akhirat yang abadi.
Pesan ini mengingatkan bahwa harta hanya bermanfaat jika digunakan untuk kebaikan, sedangkan harta yang ditinggalkan menjadi sia-sia. Dengan mengutamakan keberkahan daripada kekayaan semata, kita tidak hanya meraih kebaikan di dunia, tetapi juga di akhirat.
Wahai anak Adam! Harta itu adalah milik-Ku dan engkau adalah hamba-Ku. Tiada bagimu dari harta-Ku selain apa yang kamu makan lalu sirna, atau yang engkau pakai lalu lapuk, atau kamu sedekahkan lalu kekal.
Pesan ini menekankan hakikat kepemilikan harta dan peran manusia sebagai hamba Allah. Dalam ajaran Islam, harta yang dimiliki oleh manusia hanyalah titipan dari Allah, dan manusia berperan sebagai penjaga yang akan dimintai pertanggungjawaban atas harta tersebut.
Berikut penjelasan mengenai makna dari pesan ini:
1. "Harta itu adalah milik-Ku dan engkau adalah hamba-Ku."
• Kalimat ini menegaskan bahwa Allah adalah pemilik sejati dari segala sesuatu di alam semesta, termasuk harta yang ada pada manusia. Manusia hanyalah hamba Allah yang diberi amanah untuk menjaga, mengelola, dan menggunakan harta tersebut sesuai kehendak Allah. Pemahaman ini mengajarkan kita untuk tidak menjadi sombong atau merasa memiliki secara mutlak apa pun yang ada pada kita, karena semuanya bisa diambil kembali oleh Allah kapan saja.
• Al-Ghazali dan ulama lainnya sering mengingatkan bahwa sifat merasa "memiliki" secara absolut adalah akar dari keserakahan dan kecintaan berlebihan terhadap dunia. Dengan menyadari bahwa kita hanyalah pengelola, bukan pemilik, kita menjadi lebih rendah hati, sederhana, dan lebih ikhlas dalam menggunakan harta di jalan yang Allah ridhoi.
2. "Tiada bagimu dari harta-Ku selain apa yang kamu makan lalu sirna..."
• Harta yang dimakan atau digunakan untuk kebutuhan sehari-hari akan hilang, habis, dan tidak akan bertahan lama. Semua yang kita konsumsi akan lenyap seiring berjalannya waktu, hanya memberi manfaat sesaat di dunia ini. Makanan, minuman, dan kebutuhan hidup lainnya adalah bagian dari rezeki yang Allah titipkan agar kita dapat bertahan hidup, namun semuanya tidak memiliki nilai abadi.
• Hal ini mengingatkan kita bahwa harta yang digunakan untuk kebutuhan duniawi hanya akan bertahan sebentar, dan tidak memberikan nilai lebih di akhirat.
3. "...atau yang engkau pakai lalu lapuk..."
• Harta yang dipakai, seperti pakaian dan barang lainnya, akan rusak atau lapuk seiring waktu. Sama seperti makanan yang dikonsumsi, barang-barang yang dimiliki akan menjadi usang atau hilang fungsinya. Pesan ini mengajarkan kita untuk tidak terlalu terikat pada benda-benda duniawi yang sifatnya sementara.
• Menggunakan harta untuk kebutuhan hidup adalah hal yang penting, namun kita diajak untuk tidak berlebihan atau mencintai harta secara berlebihan. Barang-barang yang kita miliki di dunia hanyalah fasilitas, bukan tujuan hidup kita yang sebenarnya.
4. "...atau yang kamu sedekahkan lalu kekal."
• Harta yang paling bernilai adalah harta yang kita keluarkan untuk sedekah, amal, dan kebaikan lainnya. Berbeda dari makanan atau pakaian yang akan habis dan usang, sedekah dan amal akan kekal. Setiap amal baik yang kita lakukan dengan harta di dunia akan menjadi investasi yang abadi di akhirat dan menjadi penolong bagi kita nanti.
• Islam mengajarkan bahwa sedekah dan amal jariyah adalah bentuk harta yang akan terus memberi manfaat meskipun kita telah meninggal dunia. Hadis Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa amal jariyah adalah salah satu dari tiga hal yang akan terus mengalirkan pahala meskipun seseorang sudah wafat. Ini menunjukkan bahwa nilai sejati harta bukan pada jumlahnya, melainkan pada bagaimana harta tersebut digunakan untuk kebaikan.
5. Mengutamakan Keberkahan daripada Kekayaan Semata
• Pesan ini mengajarkan kita untuk lebih mementingkan keberkahan daripada jumlah kekayaan. Harta yang diberkahi adalah harta yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, yang digunakan sesuai dengan perintah Allah. Keberkahan harta terlihat dari manfaat yang diberikannya dalam kehidupan, kebahagiaan yang ditimbulkannya, dan kebaikan yang terus mengalir darinya, baik di dunia maupun di akhirat.
• Islam menekankan bahwa keberkahan harta justru terletak pada ketulusan hati dalam bersedekah dan membantu sesama. Semakin banyak harta yang dikeluarkan di jalan kebaikan, semakin banyak keberkahan dan balasan dari Allah, baik dalam bentuk ketenangan jiwa maupun pahala akhirat.
Kesimpulan
Inti dari pesan ini adalah bahwa harta hanyalah titipan dari Allah yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran. Apa yang kita makan, minum, dan pakai akan habis, tetapi apa yang kita sedekahkan di jalan Allah akan menjadi bekal abadi di akhirat. Pesan ini mengingatkan kita untuk lebih bijak dalam menggunakan harta, lebih mengutamakan keberkahan daripada sekadar jumlah, dan menjadikan sedekah sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan abadi.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo