Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Trump Menang, Pengamat: Siapa pun Pemimpin AS Tidak akan Berpihak kepada Islam

Kamis, 14 November 2024 | 05:20 WIB Last Updated 2024-11-13T22:21:10Z
TintaSiyasi.id -- Merespons kemenangan Donal Trump sebagai presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Pengamat Hubungan Internasional Hasbi Aswar, Ph.D. menegaskan siapa pun presiden yang terpilih, AS tidak akan pernah berpihak kepada dunia Islam.

"Apakah Kamala Haris, Trump, siapa pun yang menjadi pemimpin AS, tetap akan seperti itu, tidak akan pernah berpihak kepada dunia Islam. Isu Islamofobia akan terus dipelihara, seperti tindakan kebencian, ekspresi diskriminasi, serangan kepada Muslim, baik itu yang terjadi di level negara maupun masyarakat. Seperti yang sedang terjadi di Palestina, Uighur (Xinjiang), India, Rohingya, dan lain sebagainya," ungkapnya dalam Forum Diskusi: Kemenangan Trump dan Pengaruhnya terhadap Dunia Islam di kanal YouTube UIY Official, Ahad (10/11/2024).  

Ia melihat, ada banyak fakta yang menunjukkan bahwa siapa pun yang menjadi Presiden AS, baik dari partai Demokrat ataupun Republik, gaya kepemimpinannya akan tetap sama, apalagi terkait kepentingan dengan dunia Islam atau juga Timur Tengah.

Lebih lanjut ia menjelaskan, atas nama kepentingan strategis, kebijakan pemerintah AS akan terus mendukung genosida yang dilakukan Zionis Israel. Tindakan represif AS kepada negeri-negeri Islam, khususnya Palestina, menurutnya adalah untuk menjaga kepentingan sekutunya, yaitu Israel.

"Seperti Obama tahun 2008 menjadi presiden terpilih, kemudian banyak dunia berharap. Apalagi Obama saat itu setelah menjadi presiden, keliling dunia Islam, datang ke Mesir, ke Indonesia. Tapi apa yang terjadi? Hanya dalam jangka waktu sekitar setahun, Israel melakukan serangan ke Gaza, Obama tidak mengambil sikap dan setelah itu ada Arab Spring, Perang Suriah  Perang Afghanistan, Obama terlibat atau menjadi bagian dari pendukung utama," ungkapnya.

Lebih lanjut, dia menegaskan, hal demikian merupakan warisan dari rezim-rezim sebelumnya. Jika berbicara terkait kebijakan strategis negara Barat, siapa pun yang jadi pemimpin tidak akan membawa perubahan untuk dunia Islam karena sudah menjadi tabiat Amerika senantiasa mempertahankan dominasinya secara global.

"Kita punya Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) sebagai organisasi terbesar di dunia setelah PBB. Tapi komitmen perlindungan terhadap Muslim sangat minim sekali," tuturnya. 

Ia mengatakan, hal itu terjadi karena negeri-negeri Islam tidak punya kekuatan atau kekuasaan yang bisa melindungi kaum muslim. Walhasil, ketika terjadi diskriminasi, serangan-serangan terhadap muslim baik fisik maupun non fisik, ujar Hasbi, para pemimpin negeri Islam tidak bisa berbuat banyak dan justru bergantung kepada negara Barat yang telah menghegemoni. 

Namun hal yang berbeda terjadi, ketika di masa lalu negara Islam atau khilafah diterapkan. Sebagaimana dalam sejarahnya, negara Prancis yang ingin menghina dan memperolok Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah acara pagelaran, namun tidak butuh waktu lama, Sultan Utsmani segera mengancam dengan ancaman yang tegas sehingga membuat pemerintah Prancis langsung membatalkan acara tersebut. 

Ia memandang, yang terjadi pada umat Islam hari ini adalah kehilangan kekuatan politik. Iaa menegaskan, ketiadaan khilafah (negara Islam) membuat umat lemah, tidak berdaya, dan tidak ada yang mampu melindungi umat dari berbagai persoalan yang mendera. 

"Kita harus mengarahkan edukasi politik kita di tengah-tengah umat Islam, anak muda Islam dengan selalu mengacu atau melihat bahwa kita butuh kekuasaan, kita butuh kekuatan Muslim, kita butuh kekuatan penguasa yang melindungi umat Islam. Jangan hanya bermain di level tataran advokasi sipil. Itu bisa, tapi tidak akan menyelesaikan masalah. Sama dengan boikot untuk merespons masalah Palestina. Hanya dengan boikot juga tidak cukup. Kita harus melihat itu dari akar persoalan, kemudian kita mengedukasi publik dengan solusi yang seharusnya dilakukan," tandasnya. []Tenira

Opini

×
Berita Terbaru Update